Dampak Ekonomi Pandemi Covid-19 Melanda Seluruh Dunia

World Bank dalam laporan Prospek Ekonomi Global terbarunya menyatakan bahwa krisis yang ditimbulkan oleh pandemi Covid-19 ini lebih parah dari krisis manapun di dunia yang pernah terjadi sejak tahun 1870 (www.voaindonesia.com). World Bank memprediksi bahwa dunia mengalami kontraksi ekonomi, yaitu sebesar minus 5,2 persen tahun 2020. Dalam Outlook Ekonomi Juni 2020, Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) memproyeksikan perekonomian – dengan indikator Produk Domestik Bruto (PDB) - global turun sebesar 6%, dan bahkan mencapai angka negatif 7,6% dengan perkiraan gelombang pandemi kedua terjadi pada akhir 2020. IMF dalam Outlook Ekonomi Juni 2020 memproyeksikan penurunan PDB global sebesar 4,9 persen pada 2020.

Penurunan ekonomi ini dinilai berbahaya karena menciptakan pengangguran global yang besar, dan akan menurunkan daya beli sehingga dapat berakibat pada kemiskinan dan kelaparan. Seperti yang diprediksi Bank Dunia, kemiskinan di seluruh dunia diperkirakan akan mencapai lebih dari 100 juta orang pada akhir tahun ini. Untuk ketenagakerjaan, International Labour Organization (ILO) memperkirakan bahwa pandemic Covid-19 berdampak hingga 61,2 persen tenaga kerja dunia. 

Efek ini secara menyeluruh lebih besar diderita oleh UMKM (usaha mikro, kecil dan menengah), baik yang merupakan sektor formal apalagi informal, dibandingkan dengan usaha besar. Dengan karakteristik usahanya yang kecil, menghadapi penurunan mendadak pada sisi permintaan, UMKM terutama mikro langsung drop produksinya, dan menyebabkan merosotnya pendapatan. Dari sisi produksi sendiri, tenaga kerja mengalihkan perhatian untuk menjaga keluarga dari penyebaran virus corona, sehingga menurun produktifitas kerjanya. Terutama karena jumlah UMKM ini sangat besar dan di Indonesia mencapai 98-99 persen dari keseluruhan usaha (dari angka ini, 97-98 persen adalah usaha mikro), dan menampung 97 persen dari total tenaga kerja, maka jatuhnya aktivitas UMKM menyebabkan jatuhnya ekonomi rakyat secara keseluruhan. Oleh karena itu UMKM perlu mendapatkan perhatian utama dalam skema pemulihan ekonomi nasional.

Sementara itu di sisi lain, masih terus terjadi peningkatan angka kasus positif Covid-19 global dan Indonesia saat tulisan ini ditulis. Jika ekonomi digerakkan dengan mengabaikan faktor kesehatan, maka kasus postif Covid-19 tidak akan mereda bahkan dapat menjadi semakin banyak. Dampaknya adalah ekonomi menjadi mandeg dalam waktu yang lebih panjang. Oleh karena itu, aktivitas ekonomi dan menjaga kesehatan harus sama-sama dilakukan secara simultan.

Kebijakan pemerintah pusat memulihkan ekonomi nasional dan UMKM

Sebagaimana negara-negara lain di dunia, pemerintah Indonesia juga mengambil kebijakan untuk memulihkan ekonomi dengan cepat. Pemerintah Indonesia menyiapkan anggaran mulai dari yang digunakan untuk menahan dampak terutama bagi keluarga yang paling rentan, sampai pada program pemulihan ekonomi di masa pandemi Covid-19. Jumlah anggaran total sampai tahap ke-3 program stimulus mencapai Rp 695,2 trilyun. Anggaran ini meningkat dari anggaran sebelumnya yaitu Rp 405,1 trilyun (www.investor.id). Perincian dana tersebut adalah untuk kesehatan Rp 87,55 trilyun dan untuk program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebesar Rp 607,65 trilyun. Anggaran PEN terdiri dari perlindungan sosial sebesar Rp 203,90 trilyun, insentif usaha Rp 120,61 trilyun, dan UMKM Rp 123,46 trilyun, pembiayaan korporasi Rp 53,57 trilyun, serta untuk sektoral K/L dan Pemda sebesar Rp 106,11 trilyun.

Program perlindungan sosial yang terkait dengan keluarga rentan mencakup bantuan kepada keluarga harapan (PKH), bantuan sembako, bansos, kartu pra kerja, diskon listrik, bantuan langsung tunai (BLT) Dana Desa dan lainnya. Insentif usaha mencakup pembebasan pajak, penurunan tarif pajak dan lainnya. Untuk UMKM mencakup subsidi bunga, penjaminan modal kerja PPh UMKM, pembiayaan investasi pada koperasi, dan lainnya. Selain itu, program pembiayaan korporasi yaitu untuk pemberian kredit modal kerja, dan lainnya. Anggaran pemerintah pusat ini disinergikan dengan anggaran dan kebijakan pemerintah daerah untuk melakukan tindakan-tindakan inovatif dan rekayasa ekonomi bagi pemulihan ekonomi khususnya UMKM di daerah.

Beberapa Strategi Pemulihan Ekonomi Daerah dengan Protokol Kesehatan untuk UMKM

Untuk memulihkan kegiatan ekonomi dengan protokol kesehatan secara simultan, jenis usaha yang berklasifikasi UMKM nampaknya adalah yang paling sesuai. Ini karena karakteristik yang dimiliki oleh UMKM itu sendiri, yaitu jumlah tenaga kerja yang terbatas (sedikit) dan kebutuhan modal kerja yang tidak banyak, seperti pada usaha mikro dan kecil. Jumlah tenaga kerja yang tidak terlalu banyak (bahkan kadang hanya anggota keluarga) sehingga protokol kesehatan dapat dijalankan dengan lebih sederhana dibandingkan perusahaan besar. Jumlah modal yang untuk menjalankan produksi tidak besar dan jumlah aset yang dimiliki juga kecil, sehingga untuk menggerakkan kembali relatif mudah, bahkan sangat fleksibel dapat beralih jenis usahanya. Selain itu, jumlah pemasok (supplier) bagi UMKM cenderung sedikit dan tidak beragam jenisnya, sehingga penanganan dan pemulihan terhadap rantai pasoknya (supply chain) lebih sederhana dan segera.

Dengan jumlah UMKM yang banyak, pemulihan usaha rakyat ini, akan memulihkan pendapatan masyarakat dan daya beli dengan cepat, sehingga dapat mencegah meluasnya kemiskinan. Di samping itu, strategi ini sekaligus dapat mencegah bertambahnya pengangguran bahkan menciptakan lapangan kerja baru bagi korban PHK, atau pemudik yang ter-PHK.

Pemulihan aktivitas usaha dengan protokol kesehatan ini berbeda dengan pemulihan akibat krisis ekonomi biasa, sehingga diperlukan kreativitas dan rekayasa-rekayasa. Empat belas strategi berikut untuk pemulihan UMKM ini dapat dilakukan oleh pemerintah provinsi dan kabupaten-kota, dan atau masyarakat, dengan pengembangan teknis di lapangan yang menyesuaikan jenis usaha dan kekhususan di masing-masing UMKM.

Strategi pertama adalah strategi umum yang dapat dilakukan Pemda adalah kombinasi kebijakan dan anggaran dengan yang dikucurkan oleh pemerintah pusat. Untuk ini pendataan UMKM sasaran harus sangat akurat. Jenis pemberian bantuan produktif ini dalam bentuk uang tunai lebih utama daripada bantuan barang, agar lebih fleksibel dalam penggunaannya, karena sebagian akan digunakan sebagai modal kerja oleh UMKM.

Strategi kedua, menciptakan permintaan terhadap produk UMKM. Tentu UMKM akan sia-sia berproduksi jika tidak dapat menjual karena tidak ada permintaan terhadap produknya. Peran pemerintah melalui belanja dapat menjadi andalan utama dalam menciptakan permintaan. Pertama, dengan membeli langsung produk UMKM ini, dan kedua, dalam bentuk BLT kepada masyarakat terdampak. BLT dapat menaikkan daya beli dan belanja masyarakat, yang tinggal diarahkan untuk berbelanja produk UMKM daerah. Belanja pemerintah ini dapat merupakan gabungan bantuan pemerintah pusat dan daerah.

Strategi ketiga, membuat pasar murah – kumpulan produk UMKM, yang dapat diakses secara online dan offline – yang dapat menjadi strategi lanjutan dari belanja pada strategi peningkatan permintaan.  Selain itu, dapat membuat forum-forum marketplace berbasis internet oleh Pemda atau masyarakat untuk memasarkan produk-produk UMKM setempat.

Strategi keempat, menjamin distribusi barang lancar dan murah, dengan protokol kesehatan yang ketat. Jika memungkinkan, transportasi barang dilakukan oleh pemerintah. Selain itu, bentuk kebijakannya dapat berupa subsidi biaya distribusi.

Strategi kelima, rekayasa transaksi di pasar tradisional dan modern. Misalnya penyediaan tempat membayar khusus di luar arena los dan kios; pembeli tidak mendekat ke penjual untuk memilih dan menawar barang (dapat menggunakan fasilitas kamera dan sebagainya); atau mengembangkan aplikasi tawar-menawar, sehingga mengurangi penumpukan orang di dalam los dan kios.

Strategi keenam, mendukung sisi produksi dengan kombinasi kebijakan pusat seperti pinjaman modal bunga ringan dan kebijakan subsidi bunga oleh Pemda sehingga dapat menjadi lebih ringan lagi atau nol.  Kebijakan ini simultan dengan kebijakan mendorong permintaan produk. Strategi lain adalah membangkitkan dan menggalakkan kembali peran koperasi sebagai soko guru perekonomian, yang dalam aksi lapangannya, aktif sebagai pemodal bagi UMKM. Suntikan dana pusat bagi koperasi dikombinasi dengan dana dari daerah untuk memperkuat permodalan koperasi.

Strategi ketujuh, juga subsidi untuk distribusi input produksi bahkan pembelian input, terutama pada industri yang bisa cepat pulih dan menampung tenaga kerja cukup banyak, seperti UMKM yang terkait dengan produk pertanian dan industri makanan minuman. Sebagai contoh kebijakan, OECD menyatakan bahwa di beberapa negara maju bahkan melakukan subsidi upah jangka pendek bagi pekerja UMKM. Peran koperasi yang beranggotakan UMKM juga dapat mengurus distribusi barang-barang input dan output sehingga lebih efisien.

Strategi kedelapan, meningkatkan digitalisasi dalam operasi UMKM. Dengan dukungan institusi pemerintah, perguruan tinggi dan masyarakat, digitalisasi yang mencakup pemasaran, logistik, sistem pembayaran dan permodalan dapat menjangkau lebih banyak UMKM. Dapat dibuktikan bahwa UMKM yang sudah terdigitalisasi adalah UMKM yang mampu bertahan dalam krisis.

Strategi kesembilan, memberi pelatihan dan pendampingan UMKM. Pelatihan ini diutamakan kepada UMKM yang memerlukan, juga yang memiliki fleksibilitas untuk beralih usaha, terutama kepada yang laku dan masih besar potensi pasarnya, misalnya UMKM yang memproduksi peralatan yang terkait dengan kebutuhan kesehatan di masa pandemi, dan lain-lain.

Strategi kesepuluh, memunculkan dan menguatkan Gerakan Masyarakat untuk membeli produk UMKM lokal. Masyarakat juga didorong untuk berbelanja di warung-warung terdekat.

Strategi kesebelas, UMKM perlu dibantu dan dicarikan solusi kreatif untuk beradaptasi pada new market condition karena pasar akan berbeda selama pandemi Covid-19 berlangsung, bahkan setelah Covid-19 selesai. Strategi ini dapat dilakukan dalam jangka pendek ke jangka menengah (dalam hitungan minggu/bulan).

Strategi kedua belas, dalam jangka menengah dilakukan pemetaan pada UMKM yang memiliki daya tahan krisis untuk dijaga kesinambungan produksinya, dan diperbesar skala usahanya. Strategi yang cocok dengan protokol kesehatan adalah membuka cabang UMKM tersebut, atau perluasan usaha yang dilakukan oleh keluarga lain (skala ekonomi secara keseluruhan terpenuhi, dengan sasaran pasar lokal, domestik, bahkan ekspor).

Strategi ketiga belas, dalam jangka pendek ke menengah, relaksasi pajak, penundaan angsuran dan penghapusan utang (jika mungkin) mulai dilakukan. Strategi ini sejalan dengan kebijakan pusat, tinggal implementasi terfokus di daerah.

Strategi keempat belas, dalam jangka yang lebih panjang, perlu dipertimbangkan strategi subtitusi impor (antara daerah dan antar negara) oleh UMKM setempat, dan orientasi pasar ekspor (antar daerah antar negara), terutama antar negara, yang nampaknya muncul kesempatannya di kala pandemi ini. ***

* Penulis adalah Wakil Dekan Akademik dan Kemahasiswaan Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Diponegoro