KETIKA kita melihat orang lain, teman, atau saudara, atau bahkan anak kita sendiri ditakdirkan berjalan dan jatuh, langkah apa yang mungkin akan kita lakukan? Apakah kita akan spontan memarahinya? Atau langsung menasehatinya dengan berteriak? Atau kita akan menolongnya terlebih dahulu setelah itu menasehatinya?

Pertanyaan sederhana di atas sering kali dianggap sepele atau bahkan tidak perlu untuk dipelajari. Padahal, jawaban atas pertanyaan sederhana tersebut akan menggambarkan sejauh mana modal sosial itu terbentuk. Jawaban atau sikap tersebut bukan hanya akan memengaruhi modal sosial saat ini, tetapi akan mampu memberi pengaruh sangat besar dalam membangun modal sosial untuk generasi yang akan datang.

Bagi orang tua, sikap jawaban di atas akan ditiru serta berdampak pada anak-anak dalam proses pembangunan modal sosialnya kelak.

Modal sosial merupakan sumber daya yang melekat dalam hubungan sosial. Modal sosial terbentuk dari hubungan sosial antar individu sehingga besaran modal sosial sangat bergantung pada kemampuan dalam hubungan sosial atau kapabilitas sosial individu.

Pada umumnya, para ahli memandang modal sosial setara dengan modal pembangunan lainnya, yaitu modal ekonomi dan modal manusia. Modal sosial bahkan tidak jarang dilihat sebagai katalisator atau perekat yang memungkinkan modal-modal pembangunan lainnya bekerja saling memperkuat untuk menghasilkan output yang lebih efektif dan efisien.

Pada saat orang lain yang tidak kita kenal atau mungkin teman atau bahkan keluarga kita sendiri sedang ditakdirkan terjatuh, satu hal yang diinginkannya hanyalah ada orang lain yang mengulurkan tangannya untuk membantunya.

Begitu juga ketika anak kecil terjatuh saat berlajar berjalan, bukanlah kemarahan atau bahkan makian yang diinginkan dari orangtuanya. Akan tetapi anak kecil tersebut hanya memimpikan orangtuanya akan bersikap tegap mengulurkan tangan untuk menolongnya berdiri.

Ilustrasi di atas merupakan gambaran bagaimana saat ini modal sosial yang kita miliki sedang diuji. Social distancing berskala besar atau PSBB yang diterapkan pemerintah dalam upaya meminimalisir penyebaran wabah Covid-19 tidak akan mampu dilakukan secara maksimal selagi modal sosial berupa rasa kepedulian kepada sesama tidak dilakukan.

Semua ini tidak terlepas dari kondisi ekonomi masyarakat yang belum sepenuhnya siap menjalani arahan pemerintah tersebut. Bagi masyarakat mampu, menjalani PSBB mungkin terasa ringan, akan tetapi bagi masyarakat tidak mampu akan terasa sulit untuk dilakukan. Oleh karenanya, rasa kepedulian untuk membantu mereka sangatlah perlu untuk dilakukan, agar PSBB ini mampu terlaksana secara maksimal dan memiliki manfaat dalam memutus rantai penyebaran virus tersebut.

Pelaksanaan social distancing atau PSBB di Kota Pekanbaru telah memasuki babak kedua dan tentunya banyak ditemukan berbagai kendala dalam pelaksanaannya. Bahkan, beberapa masyarakat telah diproses oleh pihak berwajib karena melanggar dan tidak mematuhi peraturan social distancing atau PSBB tersebut.

Berbagai opini terbentuk bahwa masyarakat seolah peduli dengan anjuran pemerintah, dan memang secara kasat mata masyarakat yang hidup serba kekurangan tentu mau tidak mau harus keluar rumah mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Memang, bagi sebagian masyarakat, menyalahkan orang lain, teman, atau saudara, atau bahkan anak sendiri karena tidak tertib aturan sangatlah mudah untuk dilakukan. Tapi pantaskah kita menyalahkan mereka setelah kita memahami bahwa mereka memang tiada pilihan selain harus keluar rumah untuk memenuhi kebutuhannya.

Oleh karenanya, menyalahkan mereka karena tidak mampu berdiam diri di rumah karena kesusahan yang dialaminya sangatlah tidak elok untuk dilakukan. Seyogyanya kita semua memaklumi serta secara bersama-sama memikirkan solusi.

Dari pada energi dan pikiran kita habis hanya untuk menyalahkan, akan lebih baik jika masyarakat yang berkecukupan secara bersama-sama berupaya memupuk modal sosial yang telah ada dengan membantu mereka. Sosial distancing atau PSBB ini akan efektif ketika kita semua peduli dan secara bersama-sama mengulurkan tangan kepada mereka.

Jika mereka tercukupi kebutuhannya, niscaya mereka akan patuh pada aturan dan tidak akan lagi keluar rumah.

Semoga dengan membangun rasa kepedulian kepada sesama akan semakin meningkatkan modal sosial masyarakat sehingga upaya dan langkah memutus mata rantai penyebaran Covid-19 membuahkan hasil. Semoga.***

Mujiono, SE adalah statistisi ahli BPS Provinsi Riau.