PEKANBARU, GORIAU.COM - Dalam tiga pekan terakhir papan ISPU menunjukkan kualitas udara di Kota Pekanbaru pada level membaik. Namum gerakan melawan asap tidak lah berhenti begitu saja, 4 orang perwakilan dari Walhi, Jikalahari, LAM Riau, dan Tim Kuasa Hukum Advokasi Melawan Asap Riau, masih lakukan gugatan sebagai warga negara (Citizen lawsuit) terhadap Pemerintah terkait peristiwa kebakaran lahan dan hutan di Riau.

Keempat orang pengugat yakni Ketua LAM Riau Al Azhar, Dirut Walhi Riau Riko Kurniawan, Koordinator Jikalahari Woro Supartinah, dan Heri Budiman dari Rumah Budaya Sikukeluang. Adapun sebagai koordinator pengacara Indra Jaya.

Menurut Indra Jaya selaku Koordinator Tim Kuasa Hukum dan Tim Advokasi Melawan Asap Riau, gugatan yang diajukan sedikitnya ada delapan hal yang dianggap cukup mendasar, diantaranya supaya tergugat dalam hal ini Presiden Ri Joko Widodo, Menteri Kehutanan, Menteri Kesehatan, Plt Gubernur agar mengevaluasi kembali persoalan perizinan lahan dan hutan, serta ganti rugi terhadap seluruh korban yang mengalami penyakit akibat terpapar asap.

"Tahap awal kitaa lakukan penyampaian notifikasi (pemberitahuan terbuka) lebih dahulu, hal ini dilakukan sebagai langkah awal yang harus ditempuh sebelum gugatan Citizen Lawsuit ini resmi didaftarkan di Pengadilan Negeri Pekanbaru," ungkap Indra Jaya saat melakukan Konfrensi Pers di Kantor Walhi Riau, Jum'at (13/11/2015) sore.

Masih menurut Indra, yang harus dilakukan Pemerintah seperti mengeluarkan regulasi yang menjadi dasar pembentukan tim peninjau ulang dan merivisi izin-izin usaha pengelolaan hutan dan lahan, yang telah dibakar. Serta mengevaluasi perbitan izin yang dilakukan di areal-areal yang seharusnya tidak dibebankan izin.

Ditempat yang sama, Woro Supartinah selaku koordinator Jikalahari mengatakan, bahwa penyampaian notifikasi tersebut dipandang perlu, karena mengingat Provinsi Riau sendiri setiap tahun selalu mengalami kabut asap dan warganya yang selalu menjadi korban.

"Perubahan tata kelola lahan dan hutan masih belum pro rakyat dan lingkungan, karena sampai saat ini masih didominasi oleh pemain besar, izin-izin masih banyak diberikan kepada pelaku usaha dilahan yang dilindungi, bahkan dilahan gambut," tutur Woro.

Menurutnya praktek pembakaran lahan dan hutan di Riau, telah mengakibatkan warga Riau selama 18 tahun kehilangan hak dasar dan hak konstitusional, untuk mendapatkan lingkungan hidup yang sehat.

"Penerbitan izin dilokasi yang tidak tepat, lemahnya penegakan hukum, serta tidak adanya proteksi terhadap masyarakat korban asap, merupakan cermin Negara yang alpa. Sebagai warga Negara kami menggugat agar pemerintah sadar dari ke alpaanya," tambahnya.

Ketua LAM Riau Al Azhar dalam sambutanya mengatakan, bahwa kebakaran lahan dan hutan di Riau telah mengabaikan nilai, norma dan kearifan adat serta budaya Melayu Riau.

"Adat budaya Melayu adalah menjunjung tinggi kebersamaan, kesederhanaan, dan berbagi serta memantangkan keserakahan, kebakaran lahan yang mengakibatkan asap ini adalah dari kebijakan tidak adilnya pemerintah dibidang agraria. Korporasi diberi hak menguasai 65 persen hutan-hutan di Riau yang pemanfaatanya jauh dari norma adat dan budaya Melayu," sambut Al Azhar.

Hal yang sama juga disampaikan Riko Kurniawan selaku Direktur Walhi Riau. Menurutnya, setiap tahun ada puluhan ribu warga menderita penyakit ISPA akibat bencana kabut asap, dunia pendidikan juga lumpuh, dan yang paling menyakitkan menurutnya, ditahun 2015 ini asap sudah merenggut 5 korban jiwa.

"Fata tersebut harus menjadi perhatiaan Pemerintah, dalam menerbitkan kebijakan guna mencegah laju kerusakan lingkungan, sehingga di tahun 2016 dan tahun-tahun berikutnya tidak terulang kembali," tutur Riko yang juga menjadi inisiator Gugatan CLS tersebut.

Keempat penggugat tidak sepakat dengan pemerintah, karena saat ini luas daratan Riau 8,915,016 hektare, lebih dari setengahnya dipergunakan untuk kepentingan investasi. Bahkan tata kelola ruang menjadi buruk dan mengabaikan kriteria terhadap perizinan, yang cenderung Koruptif.

Dan apabila Notifikasi ini tidak ditanggapi oleh pemerintah dalam batas waktu 60 hari, maka secara hukum keempatnya akan segera melakukan gugatan ke Pengadilan di Pekanbaru Provinsi Riau.***