JAKARTA - Usulan Komite Olimpiade Indonesia (NOC Indonesia) terkait diskresi karantina pelaku olahraga dari luar negeri langsung mendapat tanggapan. Dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) bersama Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Badan Nasional Penanggulanan Bencana (BNPB), NOC Indonesia, KONI Pusat dan stake holder olahraga lainnya, di Kantor Kemenpora Jakarta, Rabu (19/1/2022), Menpora Zainudin Amali berjanji akan membawa usulan tersebut agar bisa dibahas di Rapat Terbatas, pekan depan.

Hal ini diungkapkan Menpora Amali usai menggelar rapat bersama Presiden NOC Indonesia Raja Sapta Oktohari, Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI Pusat) Marciano Norman, perwakilan federasi olahraga nasional, serta perwakilan Kementerian Kesehatan dan BNPB yang digelar hybrid di Wisma Kemenpora, Jakarta, Rabu (19/01). Turut hadir pula dari NOC Indonesia, yaitu Sekretaris Jenderal Ferry Kono, Wasekjen II Wijaya Noeradi, serta Direktur Hubungan Internasional Lilla Hovard.

“Sesuai arahan BNPB, kami diminta menyampaikan surat kepada Presiden RI Joko Widodo aagar bisa dibahas di Rapat Terbatas dalam waktu dekat sehingga mereka memiliki landasan. Secapatnya saya akan sampaikan aspirasi stakeholder dan cabang olahraga (cabor) kepada Presiden,” kata Menpora dalam jumpa pers.

NOC Indonesia mengusulkan diskresi karantina pelaku olahraga dari luar negeri setelah mendengar pengalaman dan masukan dari federasi nasional yang kesulitan menyelenggarakan turnamen internasional di Indonesia karena durasi karantina. Begitu juga atlet, pelatih, dan official yang pulang usai tryout dari luar negeri.

Panjangnya masa karantina dinilai juga menyulitkan perwakilan oganisasi olahraga internasional yang berencana ke Indonesia dalam rangka meninjau kesiapan tuan rumah single atau multi event berskala internasional. Contohnya, Asosiasi Komite Olimpiade Indonesia (ANOC) yang dijadwalkan datang akhir Januari untuk melihat kesiapan Indonesia sebagai kandidat ANOC World Beach Games 2023.

“Kami mengusulkan diskresi karantina pelaku olahraga. Kami sudah berkirim surat ke Kemenpora pada 12 Januari, dan langsung ditindaklanjuti. Ini diperlukan karena banyak multi event tahun ini, dan ketika cabor misalnya tryout 14 hari di luar negeri, terutama cabor kategori terukur, mereka ‘dikandangi’ tujuh sampai 10 hari di sini maka tryout menjadi percuma. Tidak mungkin ketika kompetisi internasional, atlet, official, dan panitia dari luar yang datang menjalani karantina panjang. Harus ada solusi, bisa memakai sistem bubble,” kata Okto, sapaan Raja Sapta.

Sementara untuk perjalanan distinguished person di olahraga internasional, dikatakan Okto, bisa menggunakan sistem bubble. Dengan catatan sudah vaksin dan negatif PCR test setibanya di bandara. Hal ini seperti pengalamannya ketika datang ke Yunani, Dubai, dan Singapura untuk memenuhi undangan NOC Indonesia atau kebutuhan Gugus Tugas Percepatan Penyelesaian Sanksi WADA. Semua negara tersebut memiliki aplikasi serupa dengan PeduliLindungi yang bisa digunakan Warga Negara Asing (WNA).

“Terkait durasi karantina dan detailnya, saya serahkan kepada ahlinya. Saya pribadi yakin karena pemerintah kalau dalam urusan olahraga pasti memberikan keputusan yang cepat semoga kita segera mendapatkan jawaban,” tambah Okto,” tambah Okto.

Sementara, Ketua KONI Pusat Marciano Norman menyambut baik usulan NOC Indonesia. “Saya mendukung usulan Pak Okto. Banyak masalah karantina terkait periodesasi atlet. Karantina di kamar tidak bisa membuat mereka bergerak,” kata Marciano.

Usulan NOC Indonesia juga disambut baik oleh federasi nasional. Lima federasi nasional hadir dalam rapat yaitu, Perbakin, PSSI, PELTI, PODSI, dan PABSI. Mereka satu suara untuk meminta kelonggaran masa karantina bagi pelaku olahraga.

“PSSI dalam situasi tidak nyaman. Kami menghargai prokes yang ketat, tapi di sisi lain kami perlu menjaga keseimbangan federasi di mata negara lain. Ada beberapa event sepak bola, seperti FIFA Match Day 24 dan 27 Januari di Bali melawan Bangladesh , tetapi mereka membatalkan kedatangannya karena prokes di negara kita. Itu tidak nyaman. Dalam kesempatan ini, seperti disampaikan Ketua NOC, ada beberapa hal di olahraga yang perlu diberikan diskresi. Kami harap bisa mendapatkannya untuk laga Timnas melawan Timor Leste,” kata Sekjen PSSI, Yunus Nusi dalam rapat.

Begitu juga Perbakin dan Pelti yang akan mengadakan turnamen internasional dalam waktu dekat. Perbakin akan menjadi tuan rumah Kejuaraan Dunia ISSF Grand Prix Rifle/Pistol pada 8-18 Februari. Sementara Pelti menjadi penyelenggara saat Tim Davis Indonesia menjamu Venezuela pada Playoff World Group II Davis Cup, 4-5 Maret.

“Ada 12 negara di Kejuaraan Dunia ISSF, tetapi ada beberapa negara mengundurkan diri karena aturan karantina. Mereka ingin agar sistem bubble bisa diterima di Indonesia. Aturan e-visa juga berpotensi menghambat kedatangan kontingen karena harus ada pernyataan resmi tertulis dari pemerintah untuk keperluan karantina. Kami berharap, paparan dari NOC Indonesia terkait diskresi karantina bisa dipenuhi,” ujar Sekjen PB Perbakin, Hendry Oka.

Sedangkan Sekjen Pelti, Lani Sardadi menyampaikan keinginan serupa. Sebagai informasi Federasi Tenis Internasional meminta agar karantina tidak lebih dari 36 jam karena menyangkut kebugaran atlet.

“Kami tetap ingin menjadi tuan rumah, kalau dipindah ke negara netral, kita tetap menjadi penyelenggara. Saya rasa tidak efisien secara anggaran dana keuntungan status tuan rumah hilang. Semoga kami bisa mendapat solusi terbaik,” kata Lani. ***