PEKANBARU - Mantan Ketua DPRD Riau yang juga pernah menjabat sebagai Bupati Rokan Hulu (Rohul), Suparman, kembali mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Mahkamah Agung (MA) dalam perkara suap pengesahaan RAPBDP Provinsi Riau 2014 dan RAPBD Provinsi Riau tahun 2015 yang menjeratnya. PK diajukan terpidana Suparman ke MA, melalui Pengadilan Negeri Pekanbaru.

Sidang dipimpin hakim Mahyudin, dengan agenda pembacaan memori PK, Selasa (10/3/2020). Dalam kegiatan itu, Suparman didampingi penasehat hukum, Eva Nora. Sementara dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hadir Jaksa Penuntut Umum (JPU), Rio Frandi.

Sidang lanjutan akan dilaksanakan pada Selasa (17/3/2020), pekan depan dengan agenda tanggapan dari KPK.

Kuasa Hukum Suparman, Eva Nora menyampaikan, adapun dasar diajukannya PK untuk kedua kalinya ini, yakni karena pihaknya menilai adanya kekeliruan dalam putusan sebelumnya. "Menurut kita ya, adanya kekhilafan hakim kasasi memutus di tingkat kasasi," jelas Eva.

Lanjut dia, dalam PK kali ini, tidak ada pengajuan novum atau bukti baru. Eva berharap, kliennya bisa mendapatkan keadilan yang semestinya. "Semoga ada keadilan untuk Pak Suparman. Harapan kita tentu, Karena ini PK, kita berharap ini PK terakhir. Setidaknya-tidaknya bisa meringankan beliau (Suparman)," jelasnya.

Disinggung soal PK sebelumnya yang juga pernah diajukan pada tahun 2018, Eva memaparkan untuk dasar pengajuaannya sama, yakni adanya kekhilafan hakim. "Tetap pada keputusan hakim yang kita anggap ada kekhilafan, tapi alasannya berbeda," papar Eva.

Dia menambahkan, PK kali ini adalah kesempatan terakhir, terkait pengajuan upaya hukum luar biasa atas perkara tersebut. "Mudah-mudahan dipertimbangkan oleh Hakim Agung, terhadap apa yang kita sampaikan dalam memori PK. Intinya kita menganggap bahwa putusan kasasi itu adalah sangat tidak berkeadilan. Putusan di Pengadilan Negerinya kan bebas," ucapnya.

Adapun mekanismenya kata Eva, memori PK diajukan di Pengadilan Negeri Pekanbaru, untuk selanjutnya diteruskan ke Mahkamah Agung.

Pada Maret 2018 silam, mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Riau itu juga pernah mengajukan PK atas vonis MA. Saat itu Suparman menilai ada kekeliruan hakim dalam putusan tersebut dan meminta MA meringankan hukumannya.

Sementara itu JPU KPK, Rio Frandi memaparkan, pihaknya sedang mempersiapkan tanggapan atas gugatan pemohon. "Ini PK yang kedua. Kita (KPK) akan memberikan tanggapan sesuai jadwal majelis hakim," kata Rio.

Untuk diketahui, dalam putusan kasasinya, MA menjatuhkan hukuman 6 tahun penjara, denda Rp200 juta atau subsider 6 bulan kurungan terhadap Suparman. Hak politik Suparman juga dicabut selama 5 tahun. Suparman tidak sendiri, hukuman yang sama juga dijatuhkan kepada mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Riau, Johar Firdaus. Hak politik Johar juga dicabut selama 5 tahun.

MA menjerat Suparman dan Johar dengan Pasal 12 huruf a Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke 1 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Keduanya juga dijerat UU Nomor 8 Tahun 1981, UU Nomor 48 Tahun 2009 dan UU Nomor 14 tahun 1985 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU 5 Tahun 2004, dan perubahan kedua, dengan UU Nomor 3 Tahun 2009, serta peraturan undang-undangan lainnya bersangkutan. Hukuman yang diterima Suparman dan Johar mementahkan hukuman sebelumnya.

Pada tingkat pengadilan pertama Suparman divonis bebas majelis hakim karena tidak terbukti bersalah, sedangkan Johar divonis 5,5 tahun, denda Rp 200 juta atau subsider 3 bulan kurungan.

Vonis itu dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada PN Pekanbaru yang diketuai Rinaldi Triandiko, dibantu hakim anggota Editerial dan Hendrik pada 23 Februari 2017 silam. Tidak terima JPU mengajukan kasasi atas Suparman dan banding untuk Johar. Suparman dan Johar Firdaus didakwa menerima uang suap dan janji atas pembahasan APBD. Johar menerima uang Rp155 juta dan janji pinjam pakai mobil dinas sedangkan Suparman menerima janji pinjam pakai mobil dinas. Tindakan itu dilakukan kedua terdakwa bersama Ahmad Kirjauhari dan mantan Gubernur Riau Annas Maamun. Dalam kasus ini, Kirjauhari sudah divonis 4 tahun penjara. ***