SEMARANG - Lebih 10 ribu warga negara Indonesia (WNI) bekerja secara ilegal sebagai anak buah kapal (ABK) di perusahaan Taiwan. Mereka rentan menjadi korban perbudakan.

Program Manager UNIMG Indonesia, Yuherina Gusman, mengungkapkan hal itu dalam diskusi Polemik Trijaya bertajuk ''Perlindungan Pekerja Migran di Tengah Pandemi' di akun YouTube MNC Trijaya FM, Jakarta, Sabtu (9/5/2020).

''Jumlahnya saya enggak tahu pasti tapi di atas 10 ribu, itu yang terdata,'' kata Yuherina, seperti dikutip dari Merdeka.com, Sabtu (9/5/2020).

Dituturkan Yuherina, kehidupan para ABK WNI di Taiwan jauh dari layak. Banyak yang datang tanpa dokumen dan tidak memiliki tempat tinggal di darat.

''Mereka tinggal di kapal atau di tempat umum atau saung (gubuk) di dekat pelabuhan,'' kata Rina, panggilan akrab Yuherina.

Para ABK WNI itu juga tidak memiliki asuransi kesehatan. Padahal pekerjaan para ABK ini tergolong berisiko tinggi.

ABK ilegal ini, kata Rina, biasanya masuk langsung dari kapal yang bersandar di Indonesia. Perekrutan dilakukan secara informal di pelabuhan. Salah satunya di pelabuhan Cirebon.

''Kalau datang langsung dari Pelabuhan Cirebon itu banyak dan tidak terdata,'' ujar Rina.

Rugikan ABK

Perekrutan ilegal ini mengakibatkan banyak kerugian bagi ABK. Selain tidak mendapatkan jaminan kesehatan, upah yang diterima ABK ilegal ini juga berbeda dengan ABK formal.

Akibatnya, para ABK ini mengalami tekanan stress yang tinggi. Ada yang kabur dari kapal atau pelabuhan karena upah yang dibayarkan kecil. Hingga muncul kasus pembunuhan kapten kapal oleh ABK dari Indonesia.

''Malah di sini sempat terjadi pembunuhan kapten kapal karena tingkat stresnya tinggi sekali,'' kata Rina.

Untuk itu , jika pemerintah serius menangani masalah pekerja migran Indonesia (PMI) yang ada di negara penempatan, harus dilakukan secara menyeluruh. Sebab selama ini yang banyak bergerak menangani masalah ini justru LSM dari negara Taiwan, bukan pemerintah Indonesia.

''Kalau memang pemerintah serius, kami minta teman-teman (ABK) di Taiwan juga diperhatikan,'' kata Rina mengakhiri. ***