JAKARTA - Komisi VIII DPR menolak pemilihan rektor Universitas Islam Negeri (UIN) ditunjuk langsung Menteri Agama (Menag). Penolakan ini sebelumnya juga disuarakan pengajar di UIN Syarif Hidayatullah (Syahid) Jakarta, Saiful Mujani.

Dikutip dari detik.com, Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Ace Hasan Syadzily, menegaskan, pihaknya menolak rektor diitunjuk langsung oleh Menag, karena rektor bukan jabatan politis.

Sambung Ace, mekanisme pemilihan rektor UIN yang sangat politis tersebut sudah pernah dipertanyakannya semasa Menag dijabat Lukman Hakim Saifudin pada 2014 lalu.

"Soal sistem pemilihan rektor untuk perguruan tinggi di bawah lingkungan Kementerian Agama RI, yaitu UIN, IAIN dan STAIN yang menggunakan Peraturan Menteri Agama Nomor 68 pernah kami pertanyakan dalam Rapat Kerja dengan Menteri Agama di era Pak Lukman Hakim Saifudin. Saya pernah menyampaikan agar aturan itu direvisi karena terkesan pemilihan itu sangat politis," kata Ace kepada wartawan, Senin (14/11/2022).

"Saya sendiri tidak setuju dengan mekanisme pemilihan rektor UIN dengan mekanisme penunjukan langsung Menteri Agama setelah melalui proses seleksi 3 (tiga) besar. Rektor itu bukan jabatan politis yang harus dipilih oleh pejabat politik," imbuhnya.

Ketua DPP Golkar ini pun merasa heran dengan tahapan wawancara calon rektor UIN Jakarta yang dilakukan di Surabaya, Jawa Timur. Dia mempertanyakan mengapa proses wawancara itu tidak dilakukan di kampus UIN Jakarta atau kantor Kementerian Agama RI yang berlokasi di Jakarta.

"Soal proses wawancara calon rektor UIN Jakarta yang dilakukan di Surabaya, tentu bagi saya agak mengherankan. Untuk apa wawancaranya mesti di Surabaya? Kenapa tidak di kampus UIN Jakarta misalnya? Atau di Kantor Kementerian Agama RI di Jakarta?" kata Ace.

Ace menegaskan lembaga pendidikan seperti kampus semestinya dijauhkan dari kepentingan politik. Menurutnya, yang paling mengetahui hal-hal strategis di kampus adalah pihak kampus itu sendiri.

"Kampus itu harus dijauhkan dari kepentingan politik. Pengelola kampus, seperti rektor itu harus memiliki standar-standar akademis yang dapat dipertanggungjawabkan. Yang tahu kampus itu, ya orang kampus. Apalagi UIN Jakarta yang memiliki banyak guru besar yang terhimpun dalam Senat UIN Jakarta," kata dia.

Oleh karena itu, Ace mengusulkan proses pemilihan rektor UIN dikembalikan ke semula. Menurutnya, proses pemilihannya dilakukan oleh stakeholder kampus bersama dengan Kemenag.

"Setidaknya saya mengusulkan agar perguruan tinggi seperti UIN Jakarta atau UIN lainnya yang telah memiliki kualifikasi unggul, proses pemilihan rektornya dikembalikan pada mekanisme bersama, yaitu stakeholder kampus bersama dengan Kementerian Agama, seperti halnya perguruan tinggi di bawah koordinasi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan dan Ristek Dikti," katanya.

Diprotes Saiful Mujani

Sebelumnya diberitakan, pemilihan Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah (Syahid) Jakarta dikabarkan dilakukan langsung oleh Menteri Agama (Menag).

Dikutip dari detik.com, pengajar di UIN Syahid Jakarta, Saiful Mujani, memprotes kebijakan tersebut. Saiful menilai, pemilihan rektor UIN yang ditunjuk langsung oleh Menag merupakan kebodohan.

Protes Saiful Mujani tersebut dituangkannya dalam satu utas di media sosialnya. Utas protes itu dibagikan kepada wartawan, Jumat (14/11/2022). Saiful Mujani menyebutkan mendengar kabar pemilihan Rektor UIN Jakarta tak transparan.

Dapat kabar, seleksi calon rektor tempat saya ngajar, UIN Jakarta, akan diadakan di Hotel Shangri-La Surabaya. Calon yang akan diseleksi juga semuanya dari Ciputat. Tim yang menyeleksi juga hampir semua dari Depag, Jakarta. Mengapa di Hotel Shangri-La Surabaya, bukan di Depag, Jakarta, atau UIN Ciputat?" katanya.

Pendiri Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) itu mengatakan, pemilihan rektor UIN tidak dilakukan oleh internal kampus sendiri seperti kampus pada umumnya. Menag memiliki kuasa dalam menentukan sosok rektor UIN.

"Prosedur pemilihan rektor di UIN atau di bawah Depag pada intinya tidak ditentukan oleh pihak UIN sendiri seperti oleh senat, melainkan oleh Menteri Agama seorang diri. Mau-maunya menteri aja mau milih siapa. UIN dan senat universitas tidak punya suara. Ini seperti lembaga jahiliah," ujarnya.

Kampus UIN, kata Saiful, hanya melakukan administrasi di awal pemilihan rektor. Nama-nama itu kemudian diserahkan ke Kementerian Agama, lalu diputuskan oleh menteri.

Pihak senat UIN hanya mencatat siapa yang mendaftar dan memenuhi syarat. Hasil inventaris senat diserahkan oleh rektor ke Kemenag untuk diseleksi oleh tim. Tim ini kemudian memilih beberapa nama untuk diajukan ke menteri. Lalu menteri sendiri yang milih," ucap Saiful.

Saiful Mujani menuturkan, pernah memprotes cara pemilihan rektor yang hanya lewat keputusan menteri agama. Namun, protes itu tidak didengar dan pemilihan rektor hanya lewat menteri tetap berlanjut.

"Transparansi tidak nampak. Kasak-kusuk lobi alternatifnya. Sebagai guru di kampus ini malu rasanya. Saya pernah bersuara agar pemilihan rektor dengan cara jahiliah ini diboikot saja. Tapi tidak ada yang dengar," ucap Saiful Mujani.

"Sebelum kebijakan cara pemilihan rektor seperti sekarang, rektor UIN/IAIN dipilih oleh senat guru besar, dan telah melahirkan rektor-rektor yang kami hormati, kami cintai, dan kami banggakan seperti almarhum Prof Harun Nasution, almarhum Prof Azyumardi Azra," imbuhnya.***