MENGANGGAP agama buatan manusia dan tidak penting, Herald Chia memutuskan melepaskan hidupnya dari ajaran agama yang dianutnya. Keadaan itu terjadi pada dirinya sejak dia berkuliah di jurusan filsafat dan media komunikasi di Universitas RMIT, Melbourne, Australia.

''Saya berpikir bahwa semua agama adalah buatan manusia sehingga kita bisa hidup dengan prinsip dan standar yang kita buat sendiri, asalkan kita bahagia dan membuat orang lain bahagia itu sudah cukup,'' pria yang memiliki nama Tionghoa, Chia Jun Hao ini, seperti dikutip dari Republika.co.id. 

Selama kuliah dia lebih sering bersenang-senang, berpesta, bahkan setiap malam tak absen untuk pergi ke bar atau klub malam. 

Hingga satu ketika ibunya menghubungi Herald, mengabarkan bahwa nenek yang sangat dicintainya pergi untuk selamanya. Herald sangat terpukul atas meninggalnya sang nenek. 

Dia kemudian pulang untuk menghadiri pemakaman neneknya. Di sana dia kembali termenung, merasa bahwa prinsip hidup yang dipegangnya selama ini salah.

Bahwa betapa dia telah melakukan perencanaan dengan baik, ada saja hal yang berjalan tidak sesuai dengan rencananya. Dia kemudian menyadari bahwa ada sesuatu yang lebih besar yang mengatur segalanya.

Ada hal yang manusia tidak bisa kendalikan, salah satunya adalah kematian. Herald mulai meyakini ada sebuah hal yang lebih besar dibanding kematian yang bisa mengendalikan kematian itu sendiri. 

Saat itu pria berkewarganegaraan Singapura ini telah menjadi seorang agnostik. Namun dia tidak mencari tahu lebih dalam mengenai Tuhan atau agama apapun.  

Setelah kematian nenek, dia kembali ke Australia untuk menyelesaikan pendidikan sarjana dan kembali ke Singapura untuk bekerja. Bagi dia saat itu setelah lulus, hal yang utama adalah mencari uang sebanyak-banyaknya, bahwa uang hampir menjadi tuhannya.  

Sebisa mungkin dia bekerja keras agar dengan cepat dapat mengembalikan uang yang dihabiskannya untuk pendidikan kemudian mengembalikan kepada  orang tuanya. Dia kemudian bekerja di sebuah bank, namun karena latar belakangbya adalah media dan komunikasi, Herald sangat awam dengan ilmu keuangan dan asuransi. 

Dia bersyukur ada seorang rekannya yang baik membantu dia untuk memahami pekerjaan. Dia begitu kagum karena rekannya mau membantu dia dimana banyak orang yang lebih mementingkan diri sendiri. 

Setelah lama berkenalan, Herald baru mengetahuinya bahwa rekannya ini adalah seorang Muslim Melayu. Karena melihat kepribadiannya yang baik, Herald pun tertarik untuk menikahinya.  

Hanya saja saat itu dia tidak beragama sedangkan calon istrinya adalah seorang Muslim yang dilarang menikah dengan selain Muslim. Karena berniat sungguh-sungguh, Herald mencoba untuk memberikan kesempatan untuk dirinya sendiri mencari tahu tentang Islam. 

''Namun saya tidak ingin memberikan harapan berlebih kepada gadis itu, jika ternyata saya tidak cocok dengan Islam. Saya tidak mau menggantungnya, jadi sesegara mungkin saya memepelajari Islam dan memberitahu apa yang menjadi pilihannya,'' jelas pria 33 tahun ini. 

Herald memutuskan untuk mengunjungi Darul Arqam, pusat mualaf di Singapura. Di tempat itu dia mengikuti kelas untuk non Muslim dan setelahnya ada sesi tanya jawab.  

Herald kemudian mengajukan pertanyaan pertama tentang mengapa Islam hanya mengakui satu Tuhan, tidak dua, tiga atau empat. Ustaz yang membimbingnya menjawab secara logis, karena Herald adalah orang yang berpikir logis sehingga jawabannnya haruslah masuk logika baru kemudian dia akan meyakininya.  

Ustaz tersebut menjawab, bagaimana mungkin Tuhan banyak, lalu bagaimana jika Tuhan banyak dan akan menciptakan satu manusia, tuhan yang satu akan meciptakan satu bagian dan tuhan lain akan menciptakan satu bagian lainnya. Mereka akan berlomba-lomba mengakui bahwa hasil ciptaannya yang terbaik dan perdebatan itu tak akan selesai.  

Jawaban ustaz tersebut logis yaitu bahwa Tuhan satu yang Maha Tinggi dan Maha Kuasa menciptakan semua yang ada di alam semesta. 

Kemudian Herald bertanya kembali, karena sebelumnya dia pernah menganut agama, dia menanyakan perihal ajaran sebelumnya. Ustaz tersebut menjelaskan bahwa Tuhan tidak perlu membunuh seseorang untuk memaafkan hamba-Nya. Ketika kita berbuat salah kepada ibu, maka ibu hanya berkata bahwa dia telah memaafkan anaknya, dan selesai.       

Apalagi Tuhan yang Mahapengampun, tentu sangat mudah bagi Nya untuk memaafkan hamba Nya. Juga Tuhan tidak mungkin mati, bagaimana dengan ciptaan Nya jika Tuhan bisa mati. Sedangkan agama lain dia tidak bertanya karena dia tidak pernah memeluk dan menjalani ibadahnya. 

Ketiga, dia bertanya apa yang Muslim yakini dalam Islam. Ustaz kemudian menjawab pertama adalah Allah yang satu, Dia tidak dilahirkan dan melahirkan. Bahwa Allah adalah Maha Tinggi dan Maha kuasa.  

Bagaimana tidak? Ketika kita melihat matahari hanya lima menit saja, mata kita akan sakit. Demikian kuatnya matahari bentuk ciptaan Allah, apalagi Allah yang maha kuasa, tentu lebih hebat dari ciptaannya.  

Namun kita tidak perlu untuk melihatnya, seperti halnya angin. Kita dapat merasakannya tapi tidak dapat melihat bentuknya, namun kita yakin bahwa angin itu ada.  

Selain itu Muslim juga meyakini nabi-nabi yang diutus, seperti Musa, Isa, dan Muhammad sebagai utusan terakhir. Mereka adalah nabi yang diutus untuk mengajarkan kebenaran dan konsep Islam kepada umat manusia.

Muslim juga meyakini untuk menjalankan shalat lima waktu sebagai wujud dari rasa syukur.

Setelah pertanyaannya terjawab, Herald yakin bahwa teologi Islam sesuai dengan logikanya. Dia kemudian mulai mempelajari gaya hidup seorang Muslim.  

Saat dia mempelajari Islam itu adalah menjelang bulan Ramadhan 2014. Sehingga dia pun harus bisa merasakan sebagai seorang Muslim.

''Karena jika saya tidak kuat berpuasa, berarti saya tidak cocok dengan Islam dan saya akan berhenti untuk mendalaminya lebih lanjut,'' jelas dia.  

Bersyukur, Herald ternyata mampu menjalani puasa selama 30 hari penuh. Kemudian ada satu tanda yang membuatnya semakin yakin untuk mendalami Islam lebih lanjut.  

Bermimpi 

Satu pekan terakhir Ramadhan, di satu malam Herald bermimpi berada di sebuah lorong, kemudian di berjalan di lorong tersebut. Di ujung lorong, dia bertemu dengan sosok bercahaya, yang diyakini adalah seorang manusia dan hanya bertanya satu kalimat kepadanya. ''Kapan kamu akan menjadi keluarga kita, saudaraku,'' ujar sosok itu dalam mimpi Herald.     

Setelah bangun, dia berpikir mungkin saja ini karena dia terlalu banyak mempelajari Islam sehingga terbawa mimpi. Masih di hari yang sama seorang rekannya, Ibrahim, mengajak dia untuk makan malam bersama. 

Di sela makan malam, Ibrahim bertanya perihal Herald yang tengah mengunjungi Daarul Arqam untuk mempelajari Islam. Saat itu juga Ibrahim mengajukan pertanyaan dengan kalimat yang sama dengan sosok yang dimimpikannya. 

Namun Herald, berpikir hal tersebut hanya kebetulan semata. Tetapi dia kemudian memimpikan hal tersebut kembali dengan peristiwa yang sama. 

Herald kemudian memutuskan untuk mencari pertanda untuk menguatkan pilihannya bahwa Islam adalah agama yang akan dianutnya. Dia mencarinya di kitab suci, tidak hanya Alquran, tetapi kitab agama sebelumnya pun dia buka.  

Setelah tiga kali membaca secara acak kitab agama sebelumnya dia tidak menemukan secara jelas kebenaran soal Tuhan. Kemudian dia mencarinya di Alquran.  

''Saya harus melihat teks yang saya baca benar-benar memperlihatkan bahwa Tuhan adalah sebuah kebenaran dan agama tersebut yang benar,'' ujar dia. 

Herald juga membuka Alquran secara acak lantas dia menemukan Surat Al Hajj ayat 54 kemudian membacanya, 

''Dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu meyakini bahwa (Alquran) itu benar dari Tuhanmu, lalu mereka beriman dan hati mereka tunduk kepada-Nya. Dan sungguh, Allah pemberi petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus.'' 

Kemudian dia membuka kembali secara acak dan terbuka halaman pada surat Fussilat ayat 53:   

''Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kebesaran) Kami di segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Alquran itu adalah benar. Tidak cukupkah (bagi kamu) bahwa Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?'' 

Dua ayat tersebut seakan-akan seperti jawaban Allah atas apa yang dimintanya. Seketika air mata mengalir dan dia memohon ampun kepada Allah dengan setulusnya. Karena awalnya tujuan dia membuka Alquran adalah untuk menguji Allah.

Saat itu juga dia berniat bersyahadat, dia tidak ingin ajal menjemputnya belum dalam keadaan Islam. Dan dia juga tidak ingin di hari akhir dimintai pertanggungjawaban karena telah mengetahui kebenaran tetapi belum bersyahadat. 

Herald kemudian menghubungi Darul Arqam dan menjelaskan persyaratan apa yang disiapkan untuk menjadi Muslim. Cukup mendaftar dan bersyahadat, hanya saja aturan hukum di Singapura untuk bersyahadat harus dijadwalkan satu bulan setelah mendaftar. 

Kemudian tepat pada 2 November 2014, Herald mengucapkan dua kalimat syahadat disaksikan dengan keluarga dan ustaz yang membimbingnya, Ustadz Saifur Rahman di Darul Arqam. Herald kemudian mendapatkan nama Muslim Muhammad Firdaus Chia.  

Dia bersyukur kedua orang tua dan adiknya menerima pilihan agamanya bahkan sebelum dia bersyahadat. Namun butuh kesabaran untuk menjelaskan secara perlahan mengenai kebiasaan Muslim, terutama makan, minum dan beribadah lima waktu. Begitu juga ketika di kantor, Herald harus menjelaskan kepada atasannya bahwa dia membutuhkan waktu 10 menit untuk melaksanakan shalat.***