JOMBANG - Pasangan suami istri asal Jombang Jawa Timur, Samsuri (72) dan Siti Mukianik (67), termasuk dalam deretan calon jamaah haji yang akan berangkat ke Tanah Suci, pada 23 Juli 2019.

Keberhasilan mereka melunasi biaya haji hingga akhirnya masuk dalam rombongan calon jemaah haji 2019, tak lepas dari perjuangan panjang mereka yang pernah menjadi penjual bakso keliling dan berjualan bubur di pasar.

"Alhamdulillah, kami bersyukur bisa pergi haji," kata Siti Mukianik, seperti dilansir GoNews.co dari Kompas.com, yang mandatangi rumahnya di Desa Mojowarno, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Kamis (11/7/2019).

Nenek dari 13 cucu ini mengungkapkan, untuk pendaftaran hingga pelunasan biaya pergi haji, ia bersama suami setiap harinya rutin menyisihkan uang sebesar Rp 10.000 hingga Rp 15.000.

Uang tersebut disisihkan dari penghasilan berjualan bubur. Uang selanjutnya disimpan di bawah kasur di kamar rumahnya. Setiap bulan, uang yang terkumpul dititipkan ke biro bimbingan haji. "Disimpan di bawah kasur. Kalau sudah terkumpul banyak, biasanya satu bulan, kami titipkan ke KBIH untuk disetorkan," kata ibu enam anak ini.

Menabung di rumah lalu dititipkan ke KBIH dilakukan pasangan Samsuri dan Siti Mukianik sejak tahun 2007.  Dari uang yang terkumpul sejak 2007, mereka bisa mendaftarkan haji pada akhir tahun 2010. Setelah mendaftarkan diri sebagai calon jamaah haji, pasangan kakek nenek ini kembali menabung dengan cara yang sama.

Mereka pun akhirnya mampu melunasi seluruh biaya haji dan dinyatakan berhak berangkat pada musim haji 2019. "Masih ada sisa tabungan, sekitar Rp 7 juta. Itu yang kami buat 'bancakan' (acara syukuran) kemarin," tutur Mukianik.

Berjualan bakso sejak 1970 Siti Mukianik mengatakan, jauh sebelum berjualan bubur di Pasar Mojowarno yang berada tidak jauh dari rumahnya, Samsuri berjualan bakso keliling ke desa-desa di sekitar Mojowarno. "Jualan bakso sekitar 30 tahun, terus jualan bubur. Sampai sekarang masih jualan bubur di Pasar," ungkap Siti Mukianik, di samping suaminya yang sedang membuat bakso.

"Waktu dulu ya jualan baksonya keliling, dipikul sama bapaknya. Terus tahun berapa itu, baru pakai rombong (gerobak), didorong," tambah Siti Mukianik.

Samsuri mulai berjualan bakso mulai tahun 1970. Dari hasil berjualan bakso keliling, pasangan Samsuri-Siti Mukianik bisa menyekolahkan anak-anaknya hingga jenjang pendidikan SMA. "Memang tidak ada yang bisa sampai kuliah. Anak-anak saya semuanya lulus SMA," kata Samsuri.

Pada tahun 2000, usaha berjualan bakso diteruskan oleh anak-anaknya. Setelah memutuskan berhenti berjualan bakso, Samsuri kemudian berjualan gorengan di sekitar sekolah, tak jauh dari rumahnya.

Lalu, sekitar tahun 2003, Samsuri berhenti berjualan gorengan. Dia dan istrinya kemudian berjualan bubur di Pasar Desa Mojowarno. "Anak-anak yang meneruskan usaha jualan bakso. Saya dan ibunya jualan bubur di pasar, sampai sekarang. Tapi, sekarang istirahat dulu untuk persiapan (berangkat haji)," ungkap Samsuri.

Samsuri mengungkapkan, pergi haji merupakan hasrat yang sudah muncul sejak tahun 1970. Berkat perjuangan keras bersama istrinya, hasrat itu akhirnya bakal segera terwujud. "Alhamdulillah, saya dan istri bisa pergi haji. Harapan kami bisa menjadi haji mabrur dan membawa berkah untuk keluarga, anak-anak dan cucu," ujar Samsuri.***