MENCERMATI rilis Badan Pusat Statistik (PBS) Provinsi Riau pada awal Februari ini, diketahui bahwa selama Desember 2020 tidak ada wisatawan mancanegara atau turis asing yang datang ke Provinsi Riau, baik melalui jalur udara maupun jalur laut.

Bila hal ini terjadi pada kondisi normal, tentu merupakan suatu hal yang sangat memprihatinkan, mengingat akhir tahun adalah puncak turis berdatangan. Namun, karena situasi masih pandemi maka kondisi tersebut menjadi sesuatu yang wajar.

Sebagai tambahan informasi, ketika kondisi belum pandemi, pada Desember tahun 2019 jumlah wisatawan mancanegara yang datang mencapai 6.682 kunjungan. 

Sebelum pandemi, rata-rata dalam satu bulan sekitar 4,6 ribu turis asing yang datang ke Riau, baik melalui bandar udara maupun melalui pelabuhan laut.

Berdasarkan catatan dari penyediaan akomodasi hotel, selama tahun 2019 jumlah tamu wisatawan asing yang menginap sekitar 40 ribu orang, sedangkan tamu Nusantara sekitar 3,5 juta orang. Tentu saja dengan berbagai maksud dan tujuan mereka datang ke Riau, entah berlibur atau memang ada keperluan bisnis.

Terlepas dari maksud dan tujuan kedatangan mereka, jelas hal ini merupakan potensi yang cukup menjanjikan. Terlihat respons penyedia akomodasi yang mampu menyiapkan 90 hotel berbintang dengan fasilitas hampir 8 ribu kamar dan lebih dari 21 ribu tempat tidur.

Sedangkan untuk hotel tidak berbintang dan akomodasi lainnya tersedia 413 fasilitas akomodasi yang menyediakan lebih dari 9 ribu kamar dan lebih dari 14 ribu tempat tidur.

Salah satu sektor yang mendapat pukulan berat dari kondisi pandemi ini adalah sektor pariwisata dan penunjangnya, seperti transportasi dan penyediaan akomodasi serta makan minum.

Selama tahun 2020, sektor transportasi mengalami kontraksi -24,44 persen, sedangkan sektor penyediaan akomodasi dan makan minum turun -22,10 persen.

Tentu bukan hanya 2 sektor ini yang terkena imbas, mengingat pariwisata mempunyai multiplier effect yang cukup besar, sektor usaha kecil  dan mikro yang menyediakan suvenir dan makanan, juga mengalami dampaknya.

Lesunya sektor penyediaan akomodasi juga dapat dilihat dari tingkat hunian kamar yang turun. Rata-rata lama tinggal juga mengalami penurunan. Ibarat jatuh tertimpa tangga, hanya sedikit tamu yang menginap, dan yang menginap pun tidak lama.

Selama Desember 2020 hanya sekitar 37 persen kamar hotel yang terjual dengan rata-rata menginap 1 sampai 2 hari saja. Kondisi ini tidak lepas dari dampak pandemi di seluruh dunia.

Adanya beberapa larangan bepergian dan juga beberapa kebijakan mencegah meluasnya pandemi membuat jumlah wisatawan mancanegara mengalami penurunan yang cukup drastis.

Tidak hanya di Riau, kondisi serupa terjadi di seluruh wilayah Indonesia. Secara nasional, bila dibandingkan jumlah turis asing yang datang bulan Desember 2020 dengan Desember 2019, terjadi penurunan sekitar 88 persen. Ini merupakan jumlah yang luar biasa.

Penurunan jumlah wisatawan ini tidak bisa dihindari sebagai dampak dari pandemi. Yang menjadi pekerjaan rumah adalah bagaimana sektor ini bisa tetap bertahan, lalu tumbuh pesat pasca pandemi, mengingat sektor pariwisata dan pendukungnya menyerap tenaga kerja yang tidak sedikit.

Sebagai gambaran, pada saat sebelum pandemi, sektor penyediaan akomodasi dan makan minum merupakan sektor yang menjadi pekerjaan utama dari 6,62 persen pekerja di Riau (hasil Survei Angkatan Kerja Nasional Februari 2020).

Kondisi terpuruknya sektor pariwisata sudah dipikirkan oleh pemerintah pusat. Diperkirakan secara nasional ada sekitar 6 juta pekerja di sektor yang berkaitan dengan pariwisata terdampak secara langsung. Karena itu, beberapa strategi dilakukan oleh pemerintah, di antaranya adalah  program perlindungan sosial, realokasi anggaran Kementerian Pariwisata ke program padat karya, dan penyiapan stimulus ekonomi bagi pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif.

Semoga program ini terealisasi dengan baik sehingga sektor pariwisata masih bisa bertahan dan tidak terjadi pemutusan hubungan kerja yang berujung pada meningkatnya pengangguran.

Bila turis asing tidak datang ke Riau, lalu bagaimana dengan wisatawan lokal? Setali tiga uang, mobilitas masyarakat yang dibatasi, termasuk diberlakukannya PSBB di beberapa wilayah, jelas secara langsung berimbas pada sektor pariwisata dan sektor penunjang pariwisata, seperti hotel dan restoran.

Dalam dunia usaha pariwisata di Riau, kunjungan lebih didominasi dari tamu dalam negeri. Pada masa new normal ini peluang menarik wisatawan lokal menjadi relatif lebih menarik dibandingkan dengan mengusahakan kedatangan turis asing, mengingat kedatangan turis asing sangat tergantung pada kebijakan mobilitas di masing-masing negara.

Berdasarkan data sebelum pandemi, bila dibandingkan dengan turis asing, potensi wisatawan domestik ternyata lebih menjanjikan. Pangsa pasar ini yang perlu lebih digarap oleh pelaku usaha wisata dan sektor-sektor penunjangnya.

Lamanya pandemi dan kondisi new normal yang mengharuskan masyarakat tidak berkerumun dan berada rumah saja semakin lama semakin membuat jenuh masyarakat. Rasa ingin keluar rumah untuk refreshing dan piknik pasti melanda ke semua orang, baik dari anak-anak sampai dewasa.

Tak heran bila di masa liburan, walaupun sudah ada larangan bepergian, masih banyak warga yang melakukan pelesir. Keadaan ini dapat dipahami betapa setahun ini terasa suntuk karena masyarakat diharapkan sesering mungkin di dalam rumah.

Kebijakan tersebut terpaksa diambil  semata-mata untuk kesehatan masyarakat, suatu hal yang menjadi prioritas  pemerintah. Kondisi ini sebenarnya merupakan potensi bagi pegiat wisata, untuk bisa menyediakan destinasi wisata lokal yang menyajikan hal baru dengan konsep tidak berkerumun dan memperhatikan protokol kesehatan.

Akhir-akhir ini, di masa pandemi, jenis wisata alam bertemakan petualang banyak digandrungi. Bahkan beberapa waktu lalu booming sepeda terjadi di hampir seluruh wilayah Indonesia, tak terkecuali di Riau. Ini menunjukkan masyarakat rindu tempat wisata namun yang jauh dari kerumunan, seperti wisata alam. Ada beberapa destinasi wisata di Riau yang menyajikan wisata alam, seperti danau buatan, taman wisata, maupun agrowisata.

Pada Agustus lalu, Pemerintah Provinsi Riau menerapkan gerakan BISA untuk membangkitkan kembali sektor pariwisata. Gerakan BISA merupakan singkatan dari Bersih, Indah, Sehat dan Aman. Gerakan ini merupakan antisipasi kondisi new normal yang mulai diberlakukan.

Pelaku usaha pariwisata dan ekonomi kreatif diharapkan meningkatkan kebersihan, keindahan, kesehatan dan keamanan destinasi pariwisata yang ada di Riau.

Untuk keberhasilan program ini, masyarakat selaku wisatawan lokal diharapkan turut mendukung dengan selalu menjaga kebersihan dan tidak berkerumun di lokasi wisata.

Beberapa potensi wisata juga perlu dikembangkan lagi. Memang di tengah lesunya perekonomian saat ini tentu tidak mudah bagi investor untuk melakukan investasi, namun mengingat potensi ke depan, ketika nanti pandemi benar-benar berakhir tentu hal ini akan sangat menjanjikan.

Saat ini yang dibutuhkan adalah tempat wisata yang luas yang membuat orang tidak berkerumun, namun dapat memberi suasana baru setelah sekian lama di rumah. Desa wisata mungkin bisa menjadi salah satu alternatif untuk dikembangkan dan digarap secara optimal di Riau.

Beberapa desa dengan lokasi pinggir pantai, pinggir hutan atau muara sungai bisa menjadi obyek yang menarik untuk dikembangkan.

Dari 1.875 desa di Provinsi Riau, sebanyak 316 desa terletak di pinggir hutan dan 254 desa berada di tepi laut (PODES 2018). Selain berbasis keindahan alam, desa wisata juga mungkin dikembangkan dengan konsep keindahan budaya dan adat istiadat.

Diperlukan kolaborasi baik dari masyarakat, pemerintah desa maupun pemerintah kabupaten atau provinsi pada pengembangan desa wisata. Pemerintah bisa memberikan sentuhan pada sarana prasarana seperti akses jalan atau jembatan, sedangkan masyarakat dan pemerintah desa mengembangkan konsep desa wisata yang sesuai dengan kondisi alam dan budaya setempat.

Kolaborasi lain yang perlu dibangun adalah kerjasama dengan penyedia akomodasi, sebagai salah satu strategi marketing. Paket wisata dengan destinasi desa wisata dan penyediaan akomodasi mungkin dapat dikembangkan untuk menarik lebih banyak wisatawan Nusantara.***

Joko Prayitno, SSi MSE adalah Statistisi Madya pada Biro Pusat Statistik Provinsi Riau.