SIAK SRI INDRAPURA, GORIAU.COM - Majelis hakim Pengadilan Negeri Siak telah menvonis mati 3 terdakwa pembunuhan dan mutilasi 7 bocah di Kabupaten Siak, Bengkalis dan Rokan Hilir, Provinsi Riau, Kamis (12/2/15) lalu. Mereka adalah Muhamad Delfi alias Buyung Bin Basri Tanjung (21), Sopian Bin Herman (26) dan Dita Desmala Sari Binti Suheri (21).

Apa yang melatarbelakangi Delfi (otak pelaku, red) sehingga tega menghabiskan nyawa 7 korbannya? Apakah misi balas dendam?Atau dia sudah gila? Mungkin mengidap penyakit psikopat?

Ternyata, alasan sangat sederhana. Delfi menghabisi nyawa 7 korbannya hanya ingin menjadi dukun, mengikuti jejak ayahnya, Basri Tanjung.

Selama proses persidangan, GoRiau.com menyempatkan waktu untuk berdialog dengan ketiga pelaku, khususnya Delfi. Kendati apa yang dikatakannya sudah disampaikan saat persidangan, namun ada hal lain yang menarik, terkait alasan Delfi membunuh dan mutilasi korbannya.

Delfi tinggal bersama ayahnya, Basri Tanjung di Duri, Kabupaten Bengkalis. Sehari-hari, Delfi bekerja tidak menentu, kadang-kadang membantu ayahnya menjual sate. Ada juga jadi kuli bangunan. Namun belakangan, Delfi bekerja di salah satu usaha air minum isi ulang.

Selain menjual sate, ternyata ayah Delfi juga terkenal sebagai seorang dukun. Banyak warga yang datang berobat dengannya atau mencarikan barang yang hilang. Bahkan, nama Basri Tanjung cukup terkenal di daerah Duri, karena kepandaiannya mengobati orang sakit atau menerawang barang yang dicuri orang, untuk dikembalikan sesuai keinginan pemiliknya.

Sementara Delfi, sejak memiliki pekerjaan tetap, sekitar bulan Februari 2013 dia menikah dengan Dita Desmala Sari. Saat itu umur Delfi dan Dita sama-sama 19 tahun. Mereka sudah pacaran sejak duduk di bangku SMP. Namun, pernikahannya hanya bertahan 8 bulan, sekitar bulan Oktober 2013, pasangan yang belum dikarunia anak itu resmi bercerai.

Sekitar bulan Juli 2013, Delfi menerima saran ayahnya untuk menjadi dukun. Namun ada syarat yang harus dipenuhi Delfi, yakni meminum darah segar dari kelamin 7 orang laki-laki. Tapi, sebelum mengambil darah, Delfi harus memastikan dulu bahwa calon korbannya tidak mengidap penyakit impoten. Itulah alasannya, sebelum memotong kemaluan korbannya, Delfi memastikan dulu burungnya hidup, maka di kocok dulu.

"Saya tak pernah mengoreng atau merebus burung itu, saya hanya minum dikit lalu dioleskan ke bagian badan tertentu, termasuk ke burung saya," kata Delfi.

"Selain sebagai syarat untuk menjadi dukun, darah yang dioleskan itu akan membuat saya kebal terhadap senjata tajam dan juga perkasa di ranjang," tambahnya.

Sayangnya, setelah Delfi berhasil membunuh 7 korban, ayahnya meninggal dunia dan dia pun ditangkap polisi sekitar Agustus 2014.

Fakta persidangan, ternyata ketujuh korban Delfi merupakan anak-anak di bawah 10 tahun, kecuali 1 korban Acin (40) di Duri, Kabupaten Bengkalis. Kendati sudah dewasa, namun korban memiliki keterbelakangan mental.

Semua korban berjenis kelamin laki-laki, dibunuh dengan cara yang sama, leher dijerat dengan kain sarung, kemaluan korban dikocok agar hidup, lalu dipotong dengan pisau cater. Kemudian, darah kemaluan ditampung, nantinya diminum sedikit dan dioleskan ke bagian badan sebagai syarat menjadi dukun.

Korban Febrian Dela (5), lokasi pembunuhan di Kampung Baru, Kelurahan Rangau, Kecamatan Rantau Kopar, Kabupaten Rokan Hilir dan Muhamad Akbar (9), di Jalan Beladang KM 10 Kecamatan Mandau, Bengkalis dibunuh sendiri oleh Delfi. Malamnya, Delfi mengajak ayah ke lokasi untuk melihat mayat itu, setelah dipegang kepalanya oleh Basri dan dibacakan mantra-mantra, mereka pulang ke rumah.

Korban Marjevan Gea (9), di kawasan kebun akasia Desa Pinang Sebatang Timur Kecamatan Tualang, Siak dan Femasili Madeva (10) di kawasan kebun akasia Desa Pinang Sebatang Timur Kecamatan Tualang, Siak dibunuh Delfi dengan Sopian. Delfi berjanji akan memberi Sopian uang Rp500 ribu, apabila mau membantunya untuk membunuh.

Dikatakan Delfi, saat membunuh FM, Sopian minta uang yang dijanjikan, tapi Waktu itu Delfi tak punya uang. Akhirnya mereka sepakat memotong-motong daging korban dan dimasukkan ke dalam 7 kantong plastik. Lalu daging itu dijual kepada warga dan mengaku daging sapi. Hasil penjualan daging manusia itu diserahkan kepada Sopian.

Sedangkan korban Muhamad Hamdi Al-Iqsan (9) di Duri, Rendi Hidayat (9), di Tualang, Siak dan Acin (40) di Duri dibunuh Delfi dengan Dita. Awalnya Dita selalu menolak untuk membantu Delfi menghabiskan nyawa korbannya. Namun karena Dita takut ancaman Delfi akan membunuh dirinya jika tidak mau membantu menghabisi nyawa korban, akhirnya Dita mengikuti keinginan suaminya itu.

Hakim ketua Sorta Ria Neva telah menvonis mati ketiga terdakwa. Kendati mereka banding atas putusan itu, warga berharap, apa yang sudah diputuskan Pengadilan Negeri Siak tidak berubah. "Nyawa harus dibayar nyawa," kata Misna Angraini, ibu korban Rendi Hidayat.(nal)