PEKANBARU - Mantan karyawan Masjid An-Nur Provinsi Riau, Ewil Kurniawan, akhirnya resmi melaporkan Badan Pengelola Masjid An-Nur Provinsi Riau ke Dinas Tenaga Kerja Kota Pekanbaru karena melakukan pemecatan kepada sejumlah karyawan di lingkungan Masjid An-Nur.

Laporan itu disampaikan Ewil melalui Tim Kuasa Hukumnya, Andre Nasda Wibowo, SH MH,, Suhermanto, SH, dan Rinto Ramli, SH MH yang tergabung dalam Firma Hukum “AnW LAW FIRM”. Pihak Ewil mengajukan Surat Somasi (Teguran) Nomor : 054/S-I/Adv/AnW-LF/VII/2021 tanggal 12 Agustus 2021, yang ditujukan kepada Ketua Umum Badan Pengelola Masjid Agung An Nur Provinsi Riau.

Surat somasi tersebut berisikan permintaan untuk membuka perundingan Bipartit, yaitu perundingan antara pekerja dengan pengurus masjid untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial dalam satu perusahaan atau badan pengelola masjid yang dilakukan dengan prinsip musyawarah untuk mencapai mufakat secara kekeluargaan dan keterbukaan.

"Terhadap somasi tersebut, kami dari Tim Kuasa Hukum memberikan pertimbangan waktu 7 hari semenjak surat ini ditandatangani dan diterima. Namun, sampai saat ini itikad baik dari pengurus tidak ada dan mereka tidak menanggapi surat yang telah kami ajukan," ujarnya, Rabu (25/8/2021).

Tidak adanya tanggapan dari surat tersebut, membuat Tim Kuasa Hukum mengajukan surat pengaduan ke Dinas Tenaga Kerja Kota Pekanbaru.

Andre menceritakan, pada tanggal 30 Juli 2021, kliennya diberikan surat Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK) sebagai anggota Satuan Pengamanan (Satpam) yang telah dikeluarkan oleh Badan Pengelola Masjid An Nur Provinsi Riau melalui Ketua Harian yang diyandatangani oleh Dr Zulhendri Rais, Lc, MA tanpa adanya Surat Peringatan(SP) Ke-1, maupun SP ke-2.

Andre mengklaim, sejumlah pengurus masjid juga sangat menyayangkan sikap ini, dimana ketentuan yang seharusnya yang boleh memecat karyawan hanya ketua umum.

"Dan yang membuat saya semakin miris adalah disaat klien kami dan rekan-rekannya dipecat oleh Zulhendri, pengurus langsung memasukan 2 (dua) orang baru sebagai pengganti saya dan rekan-rekan," tuturnya.

Kliennya, sambung Andre, sangat menyayangkan sikap arogansi dari Zulhendri yang menjabat sebagai Ketua harian Badan Pengelola Masjid An Nur Provinsi Riau. Zulhendri disebutnya melakukan PHK tanpa adanya prosedur berdasarkan aturan ketenagakerjaan yang berakibat hilangnya mata pencarian/nafkah.

"Padahal klien kami memiliki tanggungjawab terhadap 2 orang anak yang masih kecil dan 1 orang istri, alangkah sangat disayangkan pengurus hanya memberikan kompensasi 1 bulan gaji atas loyalitasnya selama 11 tahun mengabdikan diri," tuturnya.

Sikap arogansi yang telah dilakukan oleh Zulhendri ini, dianggapnya masih belum mempunyai kekuatan hukum selama PHK tersebut belum dilakukan oleh lembaga yang berwenang untuk memutuskan PHK yaitu Pengadilan Hubungan Industial pada Pengadilan Negeri Pekanbaru.

Sebab, sesuai dengan Pasal 155 ayat (1) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyatakan jika PHK tanpa adanya penetapan dari lembaga penyelesaian hubungan industrial akan menjadi batal demi hukum.

"Artinya PHK sepihak tersebut dianggap tidak pernah terjadi penyelesaian selama putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial belum ditetapkan, baik pengusaha maupun buruh atau pekerja harus tetap melaksanakan segala kewajibannya," tuturnya.

Dari kompensasi yang diberikan oleh pemerintah pengurus kepada Ewil sudah sangat menyalahi aturan dari ketenagakerjaan, sebab Ewil sudah 11 tahun lebih bekerja, akan tetapi badan pengelola hanya memberi 1 bulan gaji tanpa pesangon, uang penghargaan dan uang penggantian hak yang seharusnya dijalankan oleh Badan pengelola sesuai dengan aturan yang berlaku.

"Padahal hal tersebut diatur dalam Pasal 156 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyebutkan 'dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima'," tutupnya.

Sebelumnya, Ketua Harian Masjid An-Nur, Zulhendri Rais menegaskan dirinya tidak pernah melakukan pemecatan secara sepihak kepada karyawan yang bekerja di lingkungan masjid. Menurutnya, pemecatan terhadap sejumlah karyawan sudah melalui kajian pengurus.

Karyawan-karyawan yang kita keluarkan semuanya sudah berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan kepada semuanya, termasuk security. Mereka kita anggap tidak efektif lagi bekerja, karena sudah sering terjadi kehilangan, kadang masuk kadang tidak, mungkin karena sudah lama, dan mereka sudah bosan, bahkan ada yang tidak shalat dan berkata kotor," kata Zulhendri, Senin (9/8/2021).

Kepada semua karyawan yang diberhentikan, Zulhendri menyebut, pihaknya sudah pernah memberikan surat teguran, hingga akhirnya pengurusan mengeluarkan surat pemecatan.

"Mereka tidak digaji dari pemerintah, tapi dari infak masjid. Kalau tak bisa mencerminkan sikap yang baik di lingkungan masjid, tentu tak kita pakai. Kita sudah pernah beri teguran, tidak pakai satu dua dan tiga. Yang jelas, pemecatan ini sudah diketahui semua pengurus aktif, dan pihak KOREM juga sudah memberikan rekomendasi ke kita," imbuhnya.

"Dan satu lagi, pemecatan tidak harus melalui ketua umum atau ketua harian, selama ini pemecatan bisa dilakukan melalui wakil sekretaris. Yang kita lakukan adalah benar, insan di An-Nur harus beradab, ini bukan pendapat sepihak ketua, tetapi sudah melalui evaluasi dengan pengurus dan jemaah," tutupnya.

Diberitakan sebelumnya, sejumlah karyawan di lingkungan Masjid Raya An-Nur diberhentikan secara sepihak oleh pengurus masjid. Dimana, mereka diberhentikan tanpa ada kejelasan dari pihak pengurus.

Salah seorang security, Ewil Kurniawan menceritakan ada beberapa karyawan yang dipecat, mulai dari tukang taman, teknisi dan tenaga pengamanan. Pemecatan ini juga tidak melalui prosedur surat peringatan dan lainnya.

"Harusnya kan melalui prosedur SP 1, SP 2, dan seterusnya. Tapi tidak ada hujan, tidak ada petir, kami tiba-tiba dipanggil dan diberikan surat pemberhentian, yang memecat kami itu ketua harian, Zulhendri Rais," katanya kepada GoRiau.com, Senin (9/8/2021).

Ewil sendiri sudah menyampaikan hal ini kepada sejumlah pengurus di Masjid An-Nur, dan beberapa pengurus menyayangkan sikap ini. Dimana dalam ketentuannya, yang boleh memecat karyawan hanya ketua umum saja.

Yang membuat Ewil semakin miris, disaat dia dan rekannya dipecat, Zulhendri malah menambah tenaga pengaman dua orang. Ewil mencurigai, pemberhentian mereka merupakan upaya Zulhendri memasukkan 'orang-orangnya'.

"Jumlah security itu awalnya 12 orang, ada satu yang meninggal dan satu lagi mengundurkan diri, kemudian kami yang dipecat ini 3 orang, jadi ada 7 orang tersisa. Kabarnya ada dua orang baru, jadi saya tak tahu persis berapa yang tersisa," terangnya.

Pemecatan ini, kata Ewil, tentunya sangat memberatkan, sebab dia memiliki tanggungan dua orang anak, dan keduanya masih sangat kecil. Apalagi, di masa pandemi ini sangat sulit mencari pekerjaan baru.

"Yang dipecat itu atas nama Ewil Kurniawan, Ahmad Rahim dan Fahrizal. Pak Rahim ini malah sudah bekerja 29 tahun. Jadi, kami sangat mohon bantuan dari gubernur, tolong bantu kami," tutupnya. ***