PEKANBARU - Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), akan menghadirkan 3 orang saksi dalam sidang lanjutan perkara Mantan Bupati Bengkalis, Amril Mukminin pada proyek Jalan Duri-Sei Pakning, Kabupaten Bengkalis.

Sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan saksi, akan dilaksanakan pada hari Kamis (2/7/2020) mendatang. Sidang akan dilaksanakan secara online sama seperti sidang dakwaan sebelumnya.

Dimana Majelis Hakim yang diketuai oleh Lilin Herlina berada di Pengadilan Tipikor Pekanbaru. Jaksa Penuntut Umum (JPU), Tony Frengky Pangaribuan dan Feby Dwi Andospendi berada di Kantor Merah Putih KPK di Jakarta. Sedangkan Amril didampingi penasehat hukum berada di Rutan KPK.

Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri saat dikonfirmasi Selasa (30/6/2020) mengatakan. Untuk pemeriksaan para saksi hari Kamis mendatang, JPU akan menghadirkan sejumlah anggota DPRD Kabupaten Bengkalis pada masa itu.

"Untuk sidang atas nama terdakwa Amril Mukminin, JPU akan menghadirkan 3 orang saksi dari DPRD Bengkalis," ujar Ali.

Sementara untuk permintaan Amril Mukminin, agar penahanan terhadap dirinya dipindahkan ke Pekanbaru, selama proses persidangan berlangsung, masih menunggu pertimbangan majelis hakim. Untuk sidang Kamis mendatang Amril masih mengikuti sidang secara online di gedung KPK kavling C1.

Untuk diketahui, pada sidang sebelumnya, dengan agenda pembacaan surat dakwaan oleh JPU, sudah dilaksanakan secara video conference, dipimpin majelis hakim yang diketuai, Lilin Herlina di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru.

Amril Mukminin didakwa menerima gratifikasi berupa uang sebesar Rp23,6 miliar lebih dari dua orang pengusaha sawit. Uang diterima baik secara tunai, maupun dalam bentuk transfer. Masing-masing dari Jonny Tjoa sebesar Rp12,7 miliar lebih dan Adyanto sebesar Rp10,9 miliar lebih.

Uang miliaran rupiah juga mengalir ke rekening istri Amril, Kasmarni, dengan cara ditransfer. Dalam surat dakwan kedua yang dibacakan JPU Tonny Frengky, dibeberkan, terdakwa Amril Mukminin selaku anggota DPRD Kabupaten Bengkalis 2014 -2019, dan Bupati Bengkalis 2016-2021 telah menerima gratifikasi berupa uang setiap bulannya dari kedua pengusaha sawit itu.

Uang diterima terdakwa secara tunai maupun ditransfer ke rekening bank atas nama Karmarni (istri terdakwa) pada Bank CIMB Niaga Syariah nomor rekening 4660113216180 dan nomor rekening 702114976200.

Pada tahun 2013 lalu, Jonny Tjoa selaku Dirut dan pemilik perusahaan sawit PT Mustika Agung Sawit Sejahtera meminta bantuan Amril, untuk mengajak masyarakat setempat agar memasukkan buah sawit ke perusahaan tersebut dan mengamankan kelancaran operasional produksi perusahaan.

Atas bantuan tersebut, Jonny Tjoa memberikan kompensasi berupa uang kepada terdakwa sebesar Rp5 per kilogram TBS dari total buah sawit yang masuk ke dalam pabrik. Sehingga, terhitung sejak Juli 2013 dikirimkan uang setiap bulannya dengan cara ditransfer ke rekening atas nama Kasmarni. Pemberian uang itu, terus berlanjut hingga terdakwa dilantik menjadi Bupati Bengkalis pada 2016 lalu.

Tidakak hanya dari Jonny Tjoa, Amril Mukminim juga menerima uang dari Adyanto selaku direktur dan pemilik PT Sawit Anugrah Sejahtera, saat masih menjabat sebagai anggota DPRD Bengkalis terhadap bantuan mengamankan kelancaran operasional pabrik.

Atas bantuan tersebut, Adyanto memberikan kompensasi berupa uang kepada Terdakwa dari prosentase keuntungan yaitu sebesar Rp5 per kilogram TBS dari total buah sawit yang masuk ke dalam pabrik. Uang tersebut diberikan setiap bulannya sejak awal tahun 2014 yang diserahkan secara tunai kepada Kasmarni (istri terdakwa) di rumah kediaman terdakwa. Sehingga uang yang telah diterima terdakwa dari Adyanto seluruhnya sebesar Rp10.907.412.755.

Penerimaan uang yang merupakan gratifikasi tersebut, tidak pernah dilaporkan oleh terdakwa kepada KPK dalam tenggang waktu 30 hari kerja. Hal ini, sebagaimana dipersyaratkan dalam undang-undang dan merupakan pemberian suap karena berhubungan dengan jabatan terdakwa selaku anggota DPRD Kabupaten Bengkalis 2014-2019 dan selaku Bupati Bengkalis 2016-2021.

Perbuatan terdakwa melanggar Pasal 12 B ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. ***