JAKARTA - Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Imam Nahrawi didakwa menerima suap sebesar Rp11,5 miliar dan gratifikasi Rp8,648 miliar dari sejumlah pejabat Kemenpora dan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat.

"Terdakwa Imam Nahrawi selaku Menteri Pemuda dan Olahraga RI (Menpora) 2014-2019 bersama-sama dengan Miftahul Ulum telah menerima hadiah berupa uang seluruhnya Rp11,5 miliar dari Ending Fuad Hamidy selaku Sekretaris Jenderal KONI dan Johnny E Awuy selaku Bendaraha Umum KONI," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Ronald Worotikan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (14/2/2020).

Tujuan penerimaan suap itu adalah untuk mempercepat proses persetujuan dan pencairan Bantuan Dana Hibah yang diajukan oleh KONI Pusat kepada Kemenpora tahun kegiatan 2018.

Imam diangkat sebagai Menpora sejak 27 Oktober 2014 dan mengangkat Miftahul Ulum yang merupakan orang kepercayaan sekaligus supir pribadi sejak 2011 menjadi asisten pribadi Menpora.

"Terdakwa memperkenalkan Miftahul Ulum kepada jajaran pejabat struktural Kemenpora sekaligus menyampaikan apabila ada urusan atau ingin menghadap dirinya selaku Menpora agar berkoordinasi dulu dengan Ulum," tambah jaksa Ronald.

Ulum dan istrinya juga tinggal di rumah dinas Imam karena istri Ulum juga diangkat sebagai asisten pribadi istri Imam, Shobibah Rohmah.

Pada 2018, KONI Pusat mengajukan proposal bantuan dana hibah kepada Kemenpora RI dalam rangka pelaksanaan tugas Pengawasan dan Pendampingan Program Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional pada Asian Games ke-18 dan Asian Para Games ke-3 pada 2018 serta proposal dukungan KONI dalam rangka pengawasan dan pendampingan seleksi calon atlet dan pelatih atlet berprestasi tahun kegiatan 2018.

Pada proposal pertama, KONI mengajukan proposal pengawasan dan pendampingan sejumlah Rp51,592 miliar. Untuk mempercepat pencairan dana hibah tersebut, Deputi IV Kemenpora Mulyana meminta Ending agar berkoordinasi dengan Miftahul Ulum terkait jumlah "fee" yang harus diberikan KONI Pusat kepada Kemenpora dengan mengatakan "Saya memang KPA tapi untuk persetujuan proposal bapak tetap harus menemui Miftahul Ulum untuk nego supaya bisa ada percepatan".

Ending lalu berkoordinasi dengan Ulum dan disepakati "fee" untuk Kemenpora sebesar 15-19 persen dari dana hibah yang diterima KONI Pusat. Ulum lalu memberikan catatan pihak-pihak Kemenpora termasuk Imam Nahrawi yang akan diberikan jatah uang di secarik tisu.

Sebagai realisasi kesepakatan tersebut, pada akhir Januari 2018 di kantor KONI PUsat, Ulum menerima sebagian "fee" sejumlah Rp500 juta dari Ending untuk Imam. Fee selanjutnya sejumlah Rp2 miliar diterima Ulum pada Maret 2018 dari Ending dalam 2 tas ransel hitam disaksikan Wakil Bendahara KONI Lina Nurhasanah dan supir Ending bernama Atam.

Atas penerimaan 'fee" tersebut, pada 8 November 2018 dilakukan pencairan dana tahap II sebesar 30 persen yaitu sejumlah Rp9 miliar.

Atas perbuatannya, Imam didakwa pasal 12 B UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberatansan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal tersebut mengenai penerimaan gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Terhadap dakwaan tersebut, Imam tidak mengajukan nota keberatan (eksepsi).

"Untuk dapat mengungkapkan kebenaran, saya minta agar dilanjutkan ke pembuktian. Saya memang sangat keberatan dan akan saya sampaikan dalam pledoi (pembelaan)," kata Imam dalam sidang.

Sidang dilanjutkan pada Jumat pekan depan (21/2/2020). ***