KAMPAR - Sudah hampir sebulan, tanggul limbah pabrik sawit di Kabupaten Kampar, Riau jebol. Namun, kompensasi kepada masyarakat belum tuntas. Tanggul milik Pabrik Mini Kelapa Sawit (PMKS) PT Kampar Tunggal Agrindo (KTA) di Desa Kota Garo Kecamatan Tapung Hilir itu jebol pada Jumat (17/9/2021) lalu.

Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kampar baru mengeluarkan rekomendasi penyelesaian sanksi administratif kepada KTA. Sedangkan penindakan unsur pidananya belum berjalan. Sanksi administrasi itu yakni kompensasi bagi masyarakat yang dirugikan oleh dampak kerusakan lingkungan yang ditimbulkan. DLH merekomendasikan camat untuk memfasilitasi pembicaraan tentang kompensasi. 

Camat Tapung Hilir, Hadinur Rahman mengatakan, terkait sanksi administrasi adalah kewenangan DLH. Sedangkan ranah pidana lingkungan adalah kewenangan kepolisian.

Menurut dia, camat hanya memfasilitasi soal pembayaran kompensasi kepada masyarakat yang dirugikan. Ia telah menggelar pertemuan perdana beberapa waktu lalu untuk membahas teknis pemberian kompensasi.

Hadinur mengatakan pertemuan itu dihadiri pihak perusahaan, pemerintah desa, tokoh setempat dan masyarakat.

"Kita sudah sampaikan bahwa perusahaan akan memberikan kompensasi kepada masyarakat," katanya kepada Tribunpekanbaru.com, Rabu (13/10/2021).

Menurut Hadinur, pertemuan perdana yang difasilitasinya itu belum menghasilkan kesepakatan. Ia mengatakan, nilai kompensasi dan jumlah masyarakat penerima belum diperoleh.

Ia mengungkapkan, perusahaan belum menyampaikan tawaran nila kompensasi. Sedangkan usulan nilai kompensasi dari masyarakat beragam. "Nilai kompensasi dari beberapa (masyarakat) masih fluktuatif," katanya.

Di lain pihak, Hadinur juga masih menunggu data jumlah penerima kompensasi dari Kepala Desa Kota Garo.

Adapun masyarakat calon penerima adalah kalangan nelayan dan pembudidaya tambak. Terkait kemungkinan adanya kalangan lain, ia menyerahkan kewenangan pendataan kepada kepala desa. 

Hadinur mengatakan, hasil pendataan kembali akan dibahas dalam rapat. Ia belum menentukan jadwal rapat kedua.

Sebelumnya, Kepala DLH Kampar, Aliman Makmur mengungkapkan, tim DLH mendapati tanggul kolam pemurnian limbah Pabrik Mini Kelapa Sawit (PMKS) PT. Kampar Tunggal Agrindo. Sehingga limbah meluber ke sungai.

"Patut diduga ikan mati dari limbah yang masuk sungai," ungkap Aliman kepada Tribunpekanbaru.com, Minggu (19/9/2021).

Aliman menyebutkan, DLH sudah meminta agar PT. KTA memperbaiki tanggul kolam limbah yang jebol. "Kita suruh perbaiki tanggul supaya jangan terulang lagi," tandasnya.

Selain itu, perusahaan juga harus memulihkan lingkungan sekitar akibat pencemaran yang ditimbulkan. Aliman mengatakan, pemulihan lingkungan yang harus dilakukan PT KTA ditinjau dari aspek ekosistem dan sosial ekonomi masyarakat.

Aliman menjelaskan, PT KTA nantinya akan difasilitasi untuk bernegosiasi dengan masyarakat. Negosiasi merupakan mediasi untuk ganti kerugian pada masyarakat.

"Di level bawah, masyarakat dan tokoh masyarakat difasilitasi oleh camat untuk negosiasi ganti rugi dengan perusahaan," jelas Aliman.

Aliman menegaskan, kasus lingkungan jebolnya tanggul kolam limbah masih berjalan. Terkait pidana lingkungan akibat kelalaian perusahaan, ia belum memberi penjelasan gamblang.

"Itu (pidana lingkungan) belum lagi. Sekarang pemulihan dulu," kata Aliman. Ia mengindikasikan adanya unsur kelalaian perusahaan sehingga tanggul kolam limbah jebol.

Masyarakat Desa Kota Garo menemukan ikan mati massal di Sungai Sipano, anak Sungai Tapung, Jumat (17/9/2021) pagi. Tim DLH langsung ke lokasi hari itu juga setelah mendapat informasi dari Yayasan Lingkungan dan Bantuan Hukum Rakyat (YLBHR). "Informasi dari masyarakat langsung kita teruskan ke DLH," katanya.

Dempos mengapresiasi langkah cepat DLH yang langsung mengutus tim ke lokasi. Ia mendukung langkah DLH mengupayakan pemulihan lingkungan sebagai penanganan tahap awal.

"Di samping pemulihan, DLH juga kita minta usut pidana lingkungannya," kata Dempos. Ia menyatakan, YLBHR siap melaporkan kasus pidana lingkungan yang diduga dilakukan PT. KTA ke penegak hukum.

"Ini kita terus koordinasi dengan DLH. Kita sudah minta supaya pidananya juga dikejar," kata Dempos.

Dempos menduga kuat kelalaian tersebut dikarenakan tanggul tidak dibangun sesuai standar dalam aturan. Ia mendapat informasi dari masyarakat jika tanggul terlalu rendah dan tipis.***