YOGYAKARTA - Ratusan masyarakat Kabupaten Bantul, Yogyakarta, pada Ahad, 4 Oktober 2020, yang terdiri dari Kiai, bu nyai, pemuda, dan elemen masyarakat lain seperti Pemuda Anshor dan Banser berkumpul di Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) yang berada di Kecamatan Sewon, Bantul.

Mereka berada di sana untuk mengikuti Sosialisasi Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika atau yang lebih dikenal dengan Sosialisasi 4 Pilar MPR. Hadir dalam sosialisasi Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid, Anggota MPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Sukamto, dan Wakil Bupati Bantul, Abdul Halim Muslich.

Dalam pemaparan Jazilul Fawaid menuturkan dirinya senang dan bahagia bisa hadir di Sewon. "Saya dan staf Setjen MPR hadir di sini selain untuk melakukan Sosialisasi juga menjaring aspirasi masyarakat," ujar Wakil Ketua Umum DPP PKB itu.

Dirinya senang para kiai, bu nyai, dan anggota ormas Islam bisa hadir dalam kegiatan itu. "Ini menunjukan kita sebagai umat Islam yang baik, juga sebagai warga negara yang baik pula," tuturnya.

Dikatakannya, para ulama pendahulu mengajarkan kepada umat Islam untuk mencintai tanah air. "Ulama terdahulu mengajarkan ketauladanan bagaimana seharusnya kita bersikap kepada bangsa dan negara, yakni mencintai tanah air," ujarnya.

Menyatukan pikiran antara umat Islam dengan negara bukan masalah yang mudah. Ia mencontohkan bagaimana kondisi Timur Tengah yang kerap bergejolak sebab masalah ini. "Di Indonesia hubungan antara negara dan Islam sudah selesai," tuturnya.

Terjalinnya hubungan antara Islam dan negara yang harmonis dikatakan Gus Jazil, berkat peran para santri dan ulama. "Saya yakin kondisi yang demikian juga terjadi di Bantul," ujarnya.

Kepada para peserta, pria yang akrab dipanggil Gus Jazil itu mengatakan bahwa bangsa Indonesia menganut sistem Demokrasi Pancasila. Demokrasi Pancasila adalah bagaimana proses pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah. "Rembugan kalau dalam bahasa Jawa adalah musyawarah. Cara inilah yang digunakan untuk memilih pemimpin," tandasnya.

Dipaparkan dalam demokrasi lewat Pemilu, secara langsung, ada beberapa dampak atau efek samping yang tidak kita harapkan. Memilih pemimpin demokrasi secara langsung, Pilkada, misalnya diakui sangat mahal. Dalam prakteknya dalam demokrasi model seperti ini ada proses transaksi atau money politic. Hal demikian akan lebih menyedihkan bila masyarakat bersikap pragmatis.

"Dampaknya bila kepala daerah terpilih, maka ia bisa terkena masalah," paparnya. Untuk itu dirinya menegaskan agar saat Pilkada, masyarakat bisa memilih kepala daerah dengan sikap yang cerdas dan bijaksana.

Tak hanya itu yang dipesankan kepada peserta Sosialisasi. Pilkada serentak yang akan digelar pada 9 Desember 2020 diharap bisa berlangsung dengan damai dan aman. Ditegaskan jangan memfitnah pihak lain. "Gunakan senyum saat menjaring suara masyarakat," tuturnya.

Hal ini penting menurutnya, agar tetap terjalin persatuan dan kesatuan. "Dalam Pilkada memang ada kompetisi namun tetap merajut persatuan," ucap alumni PMII itu.

Hubungan antara masyarakat dan kepala daerah menurut pria asal Pulau Bawean, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, itu diharap mampu memberi kemaslahatan. “Pemimpin harus mampu memberi ketauladanan," tegasnya.

Tak hanya itu yang diinginkan oleh Jazilul Fawaid, pemimpin yang hadir di tengah masyarakat dikatakan harus bersikap adil. "Kalau tidak adil maka akan terjadi ketimpangan dalam berbagai sendi kehidupan," tuturnya.

Untuk itulah maka kepala daerah bila melakukan pembangunan, nilai-nilai Pancasila harus dihadirkan dalam proses yang ada. "Nilai-nilai 4 Pilar harus hadir di tengah masyarakat lewat pembangunan," tutur Gus Jazil.***