PEKANBARU - Dua mantan pejabat Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Provinsi Riau, yakni Mislan dan Abdul Haris menjalani persidangan terkait kasus dugaan korupsi pengadaan sarana dan prasarana (Sarpras) di instansi tersebut.

Keduanya yang merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) ini, diadili di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Senin (25/3/2019) sore.

Jaksa Penuntut Umum (JPU), Astin, dalam dakwaannya mengatakan, bahwa perbuatan Mislan dan Abdul Haris terjadi pada 2016 silam. Saat proyek dilaksanakan, Mislan merupakan Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Olahraga di Dispora Riau yang sekaligus sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Sementara, Abdul Haris sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK).

Ketika itu, Dispora mendapat anggaran untuk pengadaan sarana dan prasarana olahraga senilai Rp16 miliar. Yang kemudian oleh kedua terdakwa tersebut, anggarannya dipecah-pecah menjadi 21 paket untuk pekerjaan pengelolaan dan pemeliharaan menjadi 147 dengan nilai masing-masing Rp200.000.000.

Di mana, pemecahan paket itu dilakukan oleh kedua terdakwa tanpa mengacu pada rencana kebutuhan dan tanpa pengkajian ulang paket pekerjaan. Sehingga, mereka diduga merugikan negara sebanyak Rp2.247.880.014,23.

"Paket pekerjaan dipecah-pecah agar pengadaan dapat dilaksanakan tanpa pelelangan hingga bertentangan dengan Perpres Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah," ujar JPU di hadapan majelis hakim yang diketuai Saut Maruli Pasaribu.

Selain itu, terdakwa menetapkan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) pada beberapa kegiatan tanpa keahlian tapi hanya berdasarkan data dari pelaksana kegiatan. Penetapan HPS juga dilakukan setelah pekerjaan dilaksanakan dan penyusunannya dibuat oleh staf honorer di Dispora.

"Datanya tidak bisa dipertanggungjawabkan karena dibuat dengan harga yang tidak sebenarnya atas perintah kedua terdakwa," ucap JPU.

Penunjukkan pelaksana pekerjaan kegiatan dilakukan oleh terdakwa Mislan dengan cara memberikan secarik kertas/ memo kepada para penyedia yang ditunjuk. Kemudian, memo tersebut diserahkan kepada rekanan atau penyedia kepada PPTK masing-masing.

Salah satu kegiatan itu adalah asrama atlet Sport Centre Rumbai pada paket pekerjaan pengadaan jam dinding yang dilaksanakan oleh CV Cahaya Putri Sabila. Perusahaan ini merupakan milik istri terdakwa Abdul Haris.

Ketika itu terdakwa Abdul Haris yang merupakan PPTK meminta kepada pelaksana kegiatan agar dirinya sendiri yang melakukan pembelian jam dinding di Toko Jam Abbas, Jalan Nangka sebanyak 200 unit dengan total harga Rp40.000.000 dari nilai SPK Rp99.440.000. "Hal itu diketahui oleh terdakwa Mislan tapi membiarkannya," tambah JPU.

Kemudian, beberapa kegiatan tidak dilaksanakan oleh perusahaan penyedian yang ditetapkan dalam Surat Perintah Kerja (SPK) tetapi oleh perorangan yang tidak memiliki persyaratan kualifikasi. Mereka meminjam perusahaan lain untuk memenuhi persyaratan dalam proses pengadaan langsung.

Dari setiap kegiatan itu memperkaya diri kedua terdakwa dan beberapa orang lainnya di Dispora Riau. Yang mana, berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ditemukan kerugian sebesar Rp2.247.880.014,23.

Akibat perbuatannya, kedua terdakwa dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 2 jo Pasal 18 Undang - Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang - Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang - Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Atas dakwaan itu, kedua terdakwa menyatakan menerima dan tidak mengajukan eksepsi atau keberatan. Majelis hakim menunda persidangan pada 5 April mendatang dengan agenda meminta keterangan saksi-saksi. ***