JAKARTA - Komite I DPD RI meninjau langsung Sistem Informasi Perhitungan Suara (SITUNG) Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI dan membuktikan bahwa tidak ada upaya KPU secara sengaja menguntungkan pihak-pihak tertentu yang berkontestasi dalam Pemilu Serentak 2019.

Jikalau ada kesalahan input data, persentasenya tidak lebih dari 0,05%. Oleh karenanya, Komite I DPD RI menilai tidak ada alasan untuk menutup SITUNG dan mendukung untuk terus dilanjutkan.

Hal ini dilakukan sebagai rangkaian dari tugas pengawasan DPD RI terhadap pelaksanaan Pemilu Serentak 2019. Di Gedung KPU RI, Jakarta Pusat, Rabu, 8 Mei 2019. Ketua Komite I DPD RI Benny Rhamdani menyatakan, situng adalah bukti komitmen KPU terhadap transparansi publik.

Terkait persoalan isu-isu yang berkembang di media tentang Situng dan adanya indikasi  seolah-olah sistem tersebut didesain untuk memenangkan kepentingan pihak tertentu. DPD RI ingin memastikan semua itu tidak benar melalui kunjungan kerja ke KPU RI dalam rangka pengawasan Pemilu Serentak 2019.

"Melalui kunjungan kami ke KPU bahkan ditunjukkan langsung oleh Ketua KPU dalam penggunaan SITUNG sebagai semangat transparansi keterbukaan ke masyarakat dan punya hak kontrol, setelah melihat sendiri kami diyakinkan bahwa SITUNG KPU zero persen digunakan untuk keuntungan pihak tertentu. Justru, menurut pendapat senator dari Sulut ini, pihak-pihak yang meminta menutup SITUNG akan membahayakan demokrasi karena menghilangkan hal kontrol publik terhadap informasi perhitungan suara. Dan sekali lagi ini bukanlah sebagai hasil resmi, sistem ini hanya untuk panduan dan asas keterbukaan, hasil resmi tetap menunggu sampai tahapan hitung manual selesai," ucap Benny.

Pada kesempatan ini, Komite I DPD RI juga diajak Ketua KPU untuk melihat langsung jalannya Sidang Pleno Rekapitulasi Perhitungan Suara di KPU, selain itu juga meninjau ruang server KPU, dan semua peralatan pendukung kinerja KPU dalam rekapitulasi perhitungan suara.

Ketua KPU RI Arief Budiman memaparkan bahwa SITUNG KPU itu sudah digunakan sejak pemilu tahun 1999, 2004, 2009, 2014 jadi bukan merupakan sistem yang baru meski selalu ada perbaruan dalam setiap periode pelaksanaan.

"Sekali lagi kami jelaskan SITUNG bukanlah hasil resmi, hanya sebagai informasi, hasil resmi adalah perhitungan secara manual berjenjang sesuai tahapan sampai diumumkan 35 hari setelah pelaksanaan pemilu sesuai undang-undang, kami bekerja independen tanpa intervensi demi jalannya demokrasi di Indonesia," jelas Arief.

Senada dengan hal tersebut, Ketua Bawaslu Abhan mengatakan mekanisme rekapitulasi yang menjadi dasar adalah yang manual, dan hal tersebut harus dipahami oleh publik. Dalam mengawal dari awal pelaksanaan hingga rekapitulasi diawasi Bawaslu mulai dari tps sampai ke tingkat pusat.

"Bawaslu saat ini sedang melakukan sidang untuk memutuskan setiap laporan yang masuk ke kami, tapi yang namanya sistem itu harus berjalan, tidak bisa jika hanya ada temuan laporan digunakan untuk menghentikan sistem perhitungan yang dilakukan oleh KPU," tutur Abhan.***