PEKANBARU - Anggota DPR RI Dapil Riau 2, Achmad meminta Menteri Agama untuk tidak mengobral-obral opini bahwasanya agama Islam adalah radikal, teroris dan ganas karena ini akan membuat Menteri kehilangan respect dari masyarakat.

"Saya banyak dapat wa dari para tokoh. Mereka menyampaikan tolong Menag jangan obral mengatakan radikal, jangan obral mengatakan teroris, jangan obral bilang islam ganas. Ini tidak baik. Jadilah menteri yang bertahta di hati ummat, bukan justru sebaliknya. Ini pesan moral mereka," kata Achmad kepada Menteri Agama, Fachrul Rozi saat rapat dengan Komisi VIII DPR RI, Selasa (8/9/2020).

Padahal, Mantan Bupati Rohul dua periode ini sampai sekarang belum pernah mendengar adanya edukasi dari kementerian terhadap kelompok-kelompok yang dianggap radikal ini.

Apalagi, dari data 85 persen populasi ummat Islam yang ada di Indonesia, belum pernah ada rilis dari pemerintah tentang jumlah persentase ummat yang radikal. Kalaupun ada, paling itu hanya segelintir saja.

"Kenapa yang kecil jadi mainan? kenapa yang besar tidak diurus? habis energi pak menteri bicara radikal, bicara teroris. Semakin dipijak, semakin melambung mereka pak, semakin besar mereka, semakin sering disebut, semakin besar dan ketawa mereka, pak," tambah Politisi Demokrat ini.

Lebih jauh, menurut Achmad, radikal jangan semata-mata dipandang dari persepektif negatif saja, tapi juga dilihat dari sisi positif. Misalnya, bagaimana radikal-nya Soekarno-Hattta dalam memperjuangkan kemerdekaan di Indonesia.

"Jangan diartikan negatif, radikal ini juga positif. Kami harapkan, jangan menteri agama jadi pemicu, jangan membuat gaduh ummat. Jadilah penyejuk, itu harapan kami," tuturnya.

Achmad juga menyinggung soal minimnya pembinaan yang dilakukan oleh Kementerian Agama terhadap ormas-ormas, padahal ada pos anggaran untuk pembinaan di bidang keagamaan. Anggaran ini yang harusnya menjadi dasar kementerian melakukan pembinaan.

Tak hanya itu, Menteri juga dinilai berlebihan dengan mencantumkan syarat bebas dari gerakan radikal sebagai syarat penerimaan ASN. Sedangkan, narkoba tidak menjadi perhatian. Padahal, narkoba jauh lebih nyata dibandingkan isu-isu radikal begini.

"Narkoba yang jadi musuh kita, luar biasa ini. Kenapa tidak bapak masukkan? Berarti bapak kalau orang narkoba bisa masuk. Karena hanya disebutkan radikal. Itu narkoba luar biasa menghantui kita pak," tuturnya.

Selain itu, Achmad juga menyinggung statement Menteri yang menyebut kelompok-kelompok radikal rata-rata adalah mereka yang punya penampilan menarik atau good looking.

"Masa orang ganteng dicurigai, saya dulunya ganteng waktu muda pak, betul pak. Di sekolah SMA saya jadi idola, tapi saya tidak radikal. Kalau bapak (sudah) menteri waktu itu, pasti saya dicurigai. Iya kan? Iya. Orang ganteng itu harus ada pak, masa orang ganteng yang suka tahajud, baca Qur'an Tahfiz, rajin ke masjid dicurigai radikal. Tolong pak, tolong," tutup Achmad.***