MEDAN – Bank Indonesia kembali menaikkan suku bunga acuan menjadi 5,25 persen. Kenaikan ini berdasarkan hasil Rapat Dewan Gubernur yang menaikkan 50 basis poin dari sebelumnya 4,75 persen.

Kenaikan suku bunga acuan ini juga akan berpengaruh terhadap beban bunga pinjaman perbankan menjadi lebih tinggi. Sehingga akan mempengaruhi penyerapan tenaga kerja yang rendah.

"Karena pengusaha akan mendapatkan penyesuaian bunga pinjaman yang lebih tinggi dari sebelumnya. Penambahan beban tersebut tentunya akan dikalkulasikan ulang oleh pengusaha sebagai input biaya produksi. Nah yang dikhawatirkan kenaikan biaya input produksi dari kenaikan bunga tersebut akan memicu terjadinya efisiensi," kata Ekonom Sumut, Gunawan Benjamin kepada detikSumut, Jumat (18/11/2022).

Tak hanya itu, Gunawan juga menyebutkan bahwa ada kemungkinan investasi perusahaan akan turut terganggu dengan adanya kenaikan bunga tersebut. Hal ini juga berpotensi untuk penyerapan tenaga kerja yang rendah.

"Investasi perusahaan akan terganggu dengan kenaikan bunga tersebut yang bisa bermuara pada penyerapan tenaga kerja yang rendah. Memang tidak semua bunga pinjaman akan naik nantinya. Terlebih untuk bunga subsidi yang ditetapkan pemerintah. Contohnya bunga KPR, sekalipun mengalami kenaikan untuk rumah yang komersial, namun bisa bergerak flat untuk rumah yang subsidi," ujarnya.

Selain KPR, Gunawan juga menyebutkan bahwa KUR yang mendapat subsidi bunga dari pemerintah juga tidak akan terlalu berpengaruh signifikan.

"Kenaikan BI rate belum tentu akan lantas membuat perubahan bunga pinjaman KUR. Nah dengan kenaikan bunga acuan tersebut, pada dasarnya ada ancaman inflasi yang menghantui masyarakat. Inflasi ini rentan membuat daya beli masyarakat kembali tergerus," kata Gunawan.

Kenaikan suku bunga cadangan ini juga turut akan berpotensi bagi perusahaan yang akan menyesuaikan dengan kenaikan harga jual produksi. Tak hanya itu, perusahaan kemungkinan akan berpeluang untuk melakukan efisiensi baik dari upah hingga merumahkan pegawai.

"Bagi perusahaan, kenaikan BI Rate seyogyanya akan disesuaikan dengan kenaikan harga jual produknya. Namun di tengah pelemahan daya beli, kenaikan BI rate berpeluang memicu efisiensi perusahaan yang bisa saja bermuara pada efisiensi bentuk pengurangan jam kerja, upah atau merumahkan karyawannya. Jadi ada ancaman lain yang harus diperhitungkan di situ," tuturnya.

Melihat banyaknya dampak yang akan ditimbulkan dari kenaikan suku bunga acuan ini, Gunawan menyebutkan bahwa masyarakat perlu melakukan penghitungan rinci saat akan meminjam uang ke bank terlebih untuk beban bunga banknya.

"Jadi bagi masyarakat yang mau meminjam uang ke bank, sebaiknya berhitung ulang beban bunganya, khususnya terkait dengan kenaikan bunga acuan belakangan ini. Memang belum akan dirasakan secara instan. Tetapi tetap saja kenaikan bunga acuan akan langsung disesuaikan nantinya dalam bentuk beban bunga pinjaman," pungkasnya.

Dilansir detikFinance, BI kembali menaikkan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebanyak 50 basis poin (bps). BI rate naik menjadi 4,75%.

"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada tanggal 19 Oktober dan 20 Oktober 2022 memutuskan untuk menaikkan BI 7 days reverse repo rate 50 bps jadi 4,75%," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers virtual, Kamis (20/10/2022).

Perry melanjutkan, bunga deposit facility dan lending facility juga naik.

"Demikian juga suku bunga deposit facility 50 bps jadi 4% dan lending facility naik sebesar 50 bps menjadi 5,5%," lanjutnya. ***