BANGKINANG - Kabut asap begitu menyesakkan bagi masyarakat. Oleh karena itu, tak sedikit dari mereka yang meluapkan kekesalan pada pemerintah atas peristiwa ini dengan mengumpat dan mencaci-maki. Tapi, taukah kita, seperti apa beratnya proses pemadaman kebakaran di lapangan?

Mungkin, apa yang diceritakan, Kapten Infantri, Yuhardi, Kabag Ops. Kodim 0313/KPR ini, setidaknya mampu membuat kita sedikit memberi apresiasi atas pengorbanan personil TNI dan beberapa pihak lain yang juga terlibat dalam tugas berat pemadaman kebakaran lahan dan hutan ini.

Diceritakan Yuhardi, proses pemadaman sungguh berat. Dirinya bersama personil TNI lain harus melawan panasnya api ketika usaha pemadaman dilakukan.

''Yang namanya dekat api, tentu panas. Kadang kita juga harus masuk dalam nyala api,'' ujar Yuhardi, kepada wartawan, Rabu (24/9/2019).

Belum lagi, kata dia, setelah nyala api padam, hadangan tak kalah berat pun datang, yakni kepulan asap tebal mulai keluar dari titik api. Beratnya, banyak lahan yang terbakar berkontur gambut.

''Kalau lahan gambut, caranya, kita lokalisir dulu beberapa meter, setelah itu, kita siram terus sampai jadi bubur agar air sampai ke celah-celah terdalam. Dalam melakukan teknik ini, tentu saja kami yang tenggelam oleh asap. Sumber asap di bawa hidung kami,'' terang dia.

''Mungkin ini kalau dirontgent paru-paru kami ini sekarang, pasti penuh asap,'' ungkap Yuhardi sambil memegang dadanya.

Hadangan tak sampai disitu, hadangan lain yang datang bagi personil pemadam, kata Yuhardi ialah, banyaknya warga yang menonton kebakaran dan proses pemadaman.

''Seperti kebakaran di sungai hijau kemarin, banyak warga menonton. Disuruh menyelamatkan diri tak mau. Malah makin dekat pula dari kebakaran, buat poto-poto dan merekam siaran langsung. Kondisi itu jelas bahaya bagi keselamatan warganya sendiri,'' ungkap Yuhardi.

Warga, kata Yuhardi, mungkin marah disuruh menjauh, tapi warga tidak menyadari upaya kita menyuruh mereka menjauh justru untuk melindungi. Bukan karena benci atau pun karena TNI suka marah-marah.

''Kalau disuruh menjauh, tak mau. Kita marahi, bilangnya TNI kasar sama rakyat. Justru apa yang kita lakukan untuk melindungi. Warganya yang bandel, sudah bandel, situasi panas api, dimintanya pula kita lemah-lembut seperti orang priyayi. Kalau toh nanti masyarakat kenapa-kenapa petugas juga yang disalahkan,'' urai dia.

Dijelaskan Yuhardi, alasan dia menceritakan ini, bukan untuk bermaksud berkeluh kesah. ''Prajurit pantang berkeluh-kesah,'' tegas dia.

Hanya, cerita ini ia ungkapkan, bertujuan untuk menjadi pertimbangan bagi masyarakat agar menimbulkan kesadaran bersama dalam upaya mencegah terjadi karlahut di kemudian hari.

''Kalau asap sudah banyak, kita semua rugi. Korban berjatuhan. Sekolah libur. Anak-anak ketinggalan pelajaran. Anak-anak kita jadi korban pula. Kasian. Oleh sebab itu, mari kita semua sadar dan ikut peduli. Mari kita semua mencegah terjadinya karlahut,'' pinta Yuhardi.

Yuhardi mengharapkan, masyarakat, pemerintah serta pihak perusahaan harus sama-sama sadar, peduli serta ikut ambil bagian terjun ke lapangan, agar bencana asap ini tidak menimpa kita lagi di tahun-tahun mendatang. ***