SIAK SRI INDRAPURA - Hakim ketua Roza El Afrina dalam sidang kasus dugaan pemalsuan SK Menhut nomor 17/kpts-II/1998 dengan terdakwa Direktur PT Duta Swakarsa Indah (DSI) Suratno Konadi dan mantan Kadishutbun Siak Teten Efendi mendadak cuti karena ada urusan keluarga.

Hal itu menyebabkan sidang pembacaan pledoi dari Penasehat Hukum terdakwa, Selasa (25/6/2019) pagi ditunda hingga Selasa 2 Juli 2019 mendatang dan PH terdakwa merasa diuntungkan. 

Sebelum penyampaian sidang ditunda, Hakim Anggota Riska Fajarwati menggantikan hakim ketua dan membuka sidang dengan memanggil kedua terdakwa, kemudian menyampaikan alasan cuti mendadak Hakim Ketua pada Jumat (21/6/2019). 

"Apakah kedua terdakwa dalam keadaan sehat?," kata Riska pada sidang yang hanya dihadiri oleh dua JPU dari Kejari Siak dan satu orang PH terdakwa, Aksar Bone SH. 

"Karena Hakim Ketua mendadak cuti ada urusan keluarga Jumat lalu, maka sidang kita tunda hingga Selasa 2 Juli 2019," kata Riska lagi sambil mengetuk palu dan meninggalkan ruang sidang. 

Ditundanya sidang pembacaan pledoi ini ternyata juga diharapkan oleh pihak Penasehat Hukum terdakwa. "Tidak kecewa, karena penundaan itu dari Majelis Ketua, bukan dari kita. Kalau pun tadi dilanjutkan kami juga mengajukan permohonan penundaan," kata Aksar Bone. 

PH terdakwa mengaku nota pembelaannya belum rampung sehingga ia mempunyai waktu seminggu lagi untuk menyempurakan pledoi dengan memasukan beberapa tambahan pembelaan.  

"Pledoi kami akan bisa dilengkapi dalam seminggu ini. Namun tadi jika sidang tetap berlanjut, kami akan membacakan nota pembelaan yang sudah kami siapkan," katanya yang enggan menyampaikan berapa lembar jumlah nota pembelaan yang akan dibacakannya nanti.  

Ditempat terpisah PH pelapor Jimmy, Firdaus Ajis SH MH sangat menyayangkan penundaan sidang dengan alasan cuti ini. Sebagaimana diketahui bersama, saat sidang pekan lalu, Hakim Kerua dengan tegas mewanti-wanti kepada Jaksa agar datang lebih pagi sesuai dengan jadwal. 

"Sidang minggu lalu saja lambat dimulai karena Jaksa Penuntut Umum lambat datang ke Persidangan, sudah menjadi catatan bagi Hakim Ketua agar tidak terulang lagi. Ini sekarang justru hakim ketua yang mendadak cuti pada jadwal sidang," kata Firdaus kepada GoRiau.com.

Menurut Firdaus, jika memang akan cuti dalam Minggu ini mestinya tidak menunda sidang hingga 1 minggu. "Untuk apa menunda sidang hingga 1 minggu dan mewanti-wanti semua pihak agar hadir sesuai jadwal. Hal ini aneh saja," katanya lagi. 

Pada sidang sebelumnya JPU sudah membacakan tuntutan kepada kedua terdakwa. Kedua terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan turut serta menggunakan surat palsu. 

Mereka dikenakan pasal 263 ayat 2 junto pasal 55 ayat 1 dengan hukuman 2 tahun 6 bulan penjara dan masing-masing membayar beban perkara Rp 2.000.

Tuntutan tersebut kata JPU Kejari Siak, Herlina, berdasarkan beberapa barang bukti yang dilampirkan dan keterangan sejumlah saksi ahli selama persidangan.

"Hal-hal yang memberatkan kedua terdakwa adalah turut serta menggunakan surat palsu dan memalsukan surat. Sementara yang meringankan, keduanya sopan selama menjalani persidangan dan sebelumnya belum pernah melakukan tindak pidana", ujar Herlina lagi.

Pada sidang terdahulu dalam surat dakwaannya, JPU mengungkap bahwa Bupati Siak kala itu (Arwin AS) pernah menolak menandatangani permohonan Izin Lokasi (Inlok) dan Izin Usaha Perkebunan (IUP) yang diajukan PT DSI. 

Namun, Teten Efendi (Kepala Dinas Pertanahannya, waktu itu) tetap mengajukannya meski sudah ditolak Arwin. Bahkan disebutkan, Arwin menolaknya sampai dua kali.

Walau demikian, dikesempatan berikutnya, Suratno dan Teten lagi-lagi mengajukan permohonan tersebut bahkan diperkuat, sehingga akhirnya, Arwin pun membubuhkan tandatangannya.

Dalam surat dakwaan itu, juga disebutkan,  SK Pelepasan Kawasan Hutan yang dikantongi DSI sudah mati dengan sendirinya, karena sekian lama tidak dikelola ditambah adanya dua kali penolakan dari Bupati Siak bahkan ada surat planologi tahun 2005 tentang adanya penolakan tersebut dari Bupati Arwin. 

Tetapi Suratno dan Teten tetap mengajukan permohonan dan proses Inlok seolah -olah tidak ada penolakan.

Surat dakwaan juga mengungkapkan, tim inventarisasi yang mengerjakan hanya tim dari Dinas Pertanahan Siak saja dan tidak mencantumkan adanya penolakan dari masyarakat. 

Padahal kenyataannya berbanding terbalik, faktanya masyarakat menolak klaim lahan oleh DSI karena banyak yang telah diolah dan dimiliki masyarakat tempatan.

JPU juga mengatakan, hasil inventarisasi di lahan tersebut menyatakan telah ada lahan masyarakat tetapi dilaporkan tidak ada sama sekali.

Untuk diketahui, Suratno Konadi dan Teten Efendi dilaporkan sejumlah warga pemilik lahan yang dikelola PT Karya Dayun ke Polda Riau karena ada klaim izin Menhut di atas lahan yang berlokasi di  Kecamatan Dayun, Siak tersebut.

Awalnya pada Pada 2009 PT DSI datang ke lokasi kebun milik warga yang dikelola oleh PT Karya Dayun untuk dijadikan kebun sawit. Ketika itu pengelolaan telah berlangsung kurang lebih lima tahun oleh PT Karya Dayun sehingga pohon sawit telah berusia 3-4 tahun atau berbuah pasir.

PT DSI mengaku dan mengklaim lahan kebun milik masyarakat yang dikelola PT Karya Dayun sebagai miliknya. Pihak PT DSI menunjukkan Izin Pelepasan Kawasan Hutan (IPKH) Nomor 17/Kpts-II/1998 tanggal 6 Januari 1998.  Sedangkan PT Karya Dayun, mengaku tidak pernah mengetahui adanya kepemilikan lain selain milik masyarakat. ***