JAKARTA - Pasca Pemilu 2019, situasi politik makin memanas. Ajakan dan gerakan menabuh genderang perang untuk melawan kecurangan terus disampaikan lewat media sosial dan berbagai forum-forum pertemuan. Gerakan melawan kecurangan tersebut dinilai wajar karena hak konstitusional rakyat untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dan pemilu yang jujur dan adil.

Koordinator Gerakan Perubahan (Garpu) Muslim Arbi mengakui saat ini ajakan untuk melakukan gerakan melawan kecurangan semakin masif dan terus digelorakan. Antaranya ajakan people power dan duduki KPU. Hal ini merupakan jawaban terhadap kecurangan masif yang disuarakan oleh medsos sebelum dan sesudah Pilpres 17 April lalu.

Menurutnya, people power itu sah dan konsitusional atas hak-hak suara rakyat yang dicurangi. Perlakuan curang dan manipulatif itu adalah kejahatan atas suara rakyat. “Ini tidak boleh didiamkan," ujar Muslim Arbi, Rabu (1/5/2019).

Muslim menegaskan, atas kecurangan itu maka Koalisi Aktifis Masyarakat Anti Korupsi dan Hoax (KAMAKH) harus mendatangi DKPP untuk membuat laporan. Karena laporan KAMAKH yang disampaikan ke KPU dan Bawaslu tidak digubris.

Muslim menyebut, dengan dana Pemilu sebesar Rp 25 triliun. Tapi kualitas pelaksaannya sangat buruk dari pemilu sebelumnya dan mengakibatkan sejumlah 314 KPPS meninggal dunia.

Selain itu juga terjadi kecurangan masif dan terstruktur karena melibatkan ASN, Menteri Gubernur, Walikota, Bupati, Camat dan Kades-kades. "Jadi kecurangan itu sangat nyata dan kasat mata. Jadi people power adalah bentuk pengawalan Pemilu yang jurdil," jelasnya.

Muslim menuturkan, ada pihak meragukan kecurangan pemilu karena telah ditutup matanya terhadap fakta yang begitu banyak di lapangan. Bisa juga yang meragukan adanya kecurangan sebagai upaya membela diri. Jika memang adanya berita kecurangan itu adalah hoaks maka harusnya kubu 01 melaporkan ke polisi.

Selain itu sejumlah tokoh seperti Prof Ryass Rasyid, Prof Din Syamsudin, Rizal Ramli juga sudah menyuarakan adanya kecurangan. "Terlebih lagi para ulama dan sejumlah Tokoh pun berkumpul untuk Ijtima 3 untuk mensikapi kecurangan Pemilu ini. Jadi kepada KPU bekerjalah secara profesional, amanah, jujur dan adil. Jangan tergoda dengan rayuan dan bujukan apapun,” ujarnya.

Sementara itu, pengamat media dari Institut Media Sosial dan Diplomasi, Hariqo Wibawa Satria mengatakan, baiknya KPU jangan diduduki, karena bisa terjadi benturan, korban luka bahkan meninggal dunia. Karena jika hal tersebut terjadi maka tidak bisa memastikan keamanannya. Jika ajakan demonstrasi, protes, aksi damai ke KPU maka sah, dan dilindungi undang-undang.

Hariqo mengakui, dalam Pemilu 2019 ada kecurangan di sejumlah TPS. Menurutnya, jabatan Komisioner KPU sangat mengerikan. Karena jika terbukti ada satu komisioner saja yang memihak maka bisa panas situasi politik di Indonesia.

Lewat MK

Pengamat politik dari Universitas Bunda Mulia (UBM) Silvanus Alvin meminta untuk menghentikan wacana people power dan isu menduduki KPU. Karena hal tersebut adalah bentuk intimidasi yang tidak beradab. Seolah-olah Indonesia ini bukan negara hukum tapi negara preman. Padahal KPU adalah lembaga independen yang sedang melaksanakan tupoksinya untuk menghitung perolehan suara atau real count Pemilu.

"Kalau memang ada temuan kecurangan sebaiknya melalui prosedur MK saja," ujarnya.

Silvanus menilai, jika people power direalisasikan, maka akan menjadi preseden yang buruk. Karena hal tersebut akan memberi contoh bahwa jika tidak puas maka langsung saja intimidasi dengan bawa banyak massa. Oleh karenanya ancaman people power akan mengacaukan sistem tata negara yang sudah teratur dengan baik

"Sudah 21 tahun kita berdemokrasi setelah reformasi. Jangan sampai malah tercoreng akibat people power ini," jelasnya.

Silvanus menyebut pihak yang mewacanakan people power menunjukkan tidak dewasa dalam berpolitik. Karena saat ini pengawasan pemilu itu bisa dilakukan siapa saja. Prosesnya transparan bahkan KPU terbuka bila ada kesalahan mau mengoreksinya.Jadi tahan diri dulu hingga KPU selesai rekapitulasi data.

"Jangan people power jadi alat untuk mengintimidasi KPU. Karena imbasnya akan buruk buat indonesia. Kalau ada people power, situasi pasar akan goyang dan investor bisa menarik diri. Implikasinya ekonomi indonesia bisa jadi korban," paparnya.

Ketua KPU

Komandan Gabungan Relawan Pembela Demokrasi Pancasila (Garda Depan), Lieus Sungkharisma mengatakan, dugaan praktik-praktik kecurangan yang massif tidak hanya terjadi di tingkat KPPS pada saat pencoblosan, tapi juga di tingkat PPK saat penghitungan suara di tingkat KPU saat input data real count ke Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) KPU.

“Karena sudah berkali-kali, ini pasti bukan kesalahan manusia. Tapi sudah merupakan kesengajaan," jelasnya.

Lieus menilai saat ini tidak lagi sekedar kekacauan sistem input data dalam penyelenggaraan pemilu, tapi memang ada unsur kesengajaan dalam input data. Karena KPU menyajikan data yang salah dan membiarkan kesalahan tersebut tanpa berusaha memperbaikinya. Padahal, dalam hal pemilihan Presiden, kesalahan input data itu sangat merugikan Paslon 02.

Atas ketidakbecusan KPU dalam menyelenggarakan pemilu, dan adanya berbagai dugaan kesengajaan mencurangi suara rakyat, Ketua KPU Arif Budiman harua segera diperiksa.

“Banyak kesalahan yang dilakukan komusioner KPU di bawah pimpinan Arif Budiman. Tidak hanya dalam menginput data, tapi juga dalam menjalankan peraturan yang dibuatnya sendiri,” jelasnya.

Karena itulah, tambah Lieus, Gabungan Relawan pembela Demokrasi Pancasila meminta agar Arif Budiman, sebagai orang yang paling bertanggungjawab terhadap semua kekacauan dalam penyelenggaraan Pemilu dan Pilpres tahun 2019 harus diperiksa.

“Ketua KPU itu harus ditangkap supaya bisa diadili untuk mempertanggung jawabkan semua kekacauan dan dugaan kecurangan Pemilu ini,” tegasnya.***