RUPAT - Rangkaian kegiatan Kenduri Puisi XI yang ditaja Komunitas Seni Rumah Sunting (KSRS) di Desa Teluk Rhu Kecamatan Rupat Utara, Kabupaten Bengkalis, melibatkan siswa dan siswi. Sabtu sore  (7/4), Bersama pelajar dan komunitas, bincang ringan tentang puisi dimulai. Pimpinan Rumah Sunting, Kunni Masrohanti, berperan langsung sebagai pembicara. Selain memperkenalkan sastra dan puisi Indonesia, sore itu juga digelar panggung puisi senja. Pelajar dan peserta bergantian membacakan puisi di panggung sederhana tepi laut Teluk Rhu.

Rombongan penyair dari beberapa komunitas yang bergabung, tiba di Teluk Rhu pukul 13.00 Wib. Di antaranya grup musikalisasi Gendul (Pekanbaru), Umah Pumpun (Dumai) dan Icam Daffa Poet (Pelalawan). Mereka meninggalkan Tanjung Kapal atau pelabuhan Roro Pulau Rupat bersamaan dengan Kepala Desa (Kades) Teluk Rhu, Mansur.

Rombongan langsung menuju lokasi bincang puisi dan panggung puisi senja. Hapiz, tokoh pemuda Rupat Utara dan pimpinan Sanggar Petak Semai, sudah menunggu bersama komunitas seni lainnya. Di halaman belakang wisma milik keluarganya yang menghadap langsung ke pantai laut Utara, di sinilah diskusi ringan itu dilaksanakan. Hapiz juga merupakan pakar tari Zapin Api, kesenian tradisional Riau yang sudah mendunia.

Setelah membeberkan tentang apa puisi, bagaimana menulis dan membaca puisi oleh Kunni, giliran peserta atau rombongan dari Pekanbaru atau luar Bengkalis mendengarkan sejarah di balik keunikan Zapin Api tersebut. 

''Kami sangat senang kawan-kawan penyair dan seniman dari berbagai kabupaten/kota datang ke tempat kami. Saling berbagi sangat indah. Puisi bukan sesuatu yg baru, tapi bagaimana puisi menjadi seni yang menarik, ini sangat menggugah semangat kami,'' ujar Hapiz membuka pertemuan sore itu.

Dijelaskan Hapiz, perihal Zapin Api memang kesenian yang unik. Gerak tari dalam api dan tabuhan musik zapin itu tidak bisa dimainkan sembarang orang dan setiap waktu. Ada persyaratan dan ritual khusus agar Zapin Api bisa dinikmati sebagai sebuah seni pertunjukan.

''Zapin Api asli dari Rupat. Nenek Moyang kami menciptakannya seiring pulau ini menjadi tempat tinggal untuk pertama kalinya,'' ujar Hapiz.

Pembacaan puisi secara bergantian dilaksanakan di lokasi bincang puisi, di bawah pohon Rhu. Pada kesempatan itu, Kunni juga menyerahkan beberapa buku sastra kepada Hapiz.

Acara dilanjutkan pada malam hari. Lapangan bola Desa Teluk Rhu atau depan kantor desa, menjadi lokasi malam puncak Kenduri Puisi. Lampu sorot dan panggung sederhana, semakin menarik oleh hiasan kan-kain yang melintang dan bergelantungan di seluruh sisi panggung.

Suasana malam itu terasa hidup oleh celoteh pembaca acara Syamsir alias Icamp yang juga seniman dari Pelalawan. Orang tua, pemuda, pemudi dan anak-anak melihat pertunjukan seni tersebut. Ada yang mendekat hingga depan panggung, tapi banyak juga di tepi jalan aspal atau di depan rumah mereka, karena lapangan dan panggung tersebut memang berada di tengah pemukiman masyarakat.

Ketua pemuda Desa Teluk Rhu, Syamsudin mengawali acara tersebut dengan syair pekasih; syair khas Pulau Rupat.. Dilanjutkan dengan lagu zapin dan lawak oleh Sanggar Petak Semai. Sementara, grup musikalisasi puisi Gendul membawakan beberapa buah lagu. Semakin seru dengan penampilan teatrikal puisi oleh Rumah Sunting dengan judul Raung Cipang dan lagu rindu oleh Komunitas Umah Pumpun.

Sekretaris Camat Kecamatan Rupat Utara, Khairu Nazri, datang menyampaikan sambutan dan juga membacakan puisi. Sekcam datang mewakili camat, Agus Sofyan, yang berhalangan hadir. Pihak kecamatan dan desa terlibat secara langsung seperti menyediakan penginapan, konsumsi selama di Teluk Rhu, dan keperluan panggung seperti sound dan lighting. Peserta, juga menanggung biaya transportasi sendiri-sendiri.

''Bersyukur sekali karena malam ini (Sabtu malam, red) bisa hadir di antara penyair dan turut membacakan puisi. Atas segala sambutan yang tidak mengena, kami mohon maaf. Jangan bosan datang lagi ke Pulau Rupat ini,'' kata Sekcam.

Sementara itu, Kunni pula menyampaikan ungkapan rasa terimakasih atas segala dukungan yang diberikan masyarakat dan pemerintah setempat.

''Kenduri XI memang tak banyak penyair atau seniman yang datang. Mungkin karena jauh dan memerlukan waktu cukup lama. Tapi tidak masalah. Justru masyarakat yang kita perbanyak selama acara dari Sabtu hingga Minggu,'' kata Kunni. (rls)