JAKARTA - Ternyata berdasarkan data dari International Diabetes Federation (IDF) Atlas 2021 yang dipublikasikan laman diabetesatlas.org menyebut, Indonesia berada di peringkat kelima daftar negara dengan penderita diabetes terbanyak di dunia.

Jumlah pasiennya mencapai 19,5 juta orang. Angka ini diproyeksikan terus meningkat hingga 28,6 juta orang pada 2045. Data lain menyebut (hampir) 1 dari 5 penderita diabetes menderita neuropati diabetik, yakni komplikasi diabetes paling umum dan bisa berdampak signifikan pada pasien.

Ia bisa mengalami infeksi berulang, ulkus yang tak kunjung sembuh, hingga amputasi jari dan kaki. Komplikasi yang paling sering muncul akibat neuropati diabetik, kaki diabetes atau diabetic foot ulcer. Merespons data-data tersebut, baru-baru ini, Perkumpulan Endokrinologi Indonesia Jakarta dan P&G Health Indonesia menggelar webinar bertema “Diabetisi Fit di Era Pandemi.” Dr. dr. Tri Juli Edi Tarigan Sp.PD-KEMD, menjelaskan, neuropati adalah gangguan saraf tepi dengan keluhan tertentu. Penyebabnya beragam. Terbanyak karena kadar gula tinggi atau neuropati diabetik. Gejalanya dimulai dari kebas dan kesemutan.

“Kebas dan kesemutan bisa jadi gejala awal. Ini tak boleh diabaikan. Jika berulang, segera periksa ke dokter. Bisa jadi Anda tak sadar menderita diabetes dan mengalami komplikasi. Deteksi dini membantu pasien mendapat penanganan sejak awal, sebelum terjadi kerusakan saraf yang makin parah. Salah satu cara mengurangi gejala neuropati, yakni melatih fisik serta mengonsumsi vitamin untuk saraf jika perlu,” ujar Tri.

P&G Health Indonesia berkomitmen memerangi diabetes dengan meningkatkan kesadaran masyarakat soal penyakit tersebut lewat edukasi berkelanjutan. Pada 2015 misalnya, P&G dan Dr. Ade Jeanne Domina L. Tobing, Sp.KO, memperkenalkan senam Neuromove. P&G lewat produk Neurobion juga menginisiasi kampanye #Anti2K atau Anti Kebas dan Kesemutan via medsos.

“Semoga masyarakat tidak lagi meremehkan kebas atau kesemutan yang berulang dan bergaya hidup sehat. Selain itu, mengonsumsi vitamin B neurotropik bila perlu,” kata Medical and Technical Affairs Manager P&G Health Indonesia, Dr. Yoska Yasahardja, lewat siaran pers yang kami terima pekan ini. ***