PEKANBARU, GORIAU.COM - Koalisi Pemburu Penjahat Lingkungan Hidup (KPLH) memberi apresiasi kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau karena berhasil menuntut terdakwa PT National Sagu Prima (NSP) dengan pidana denda Rp5 miliar. Selain itu juga dirtuntut pidana tambahan perbaikan lingkungan hidup akibat kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) PT NSP senilai Rp1,4 triliun.

"Apresiasi juga kami berikan kepada Polda Riau yang berhasil membuktikan bahwa institusi penegak hukum punya komitmen menyelamatkan lingkungan hidup Riau. Polda Riau dan Kejati juga berhasil membuktikan PT NSP tidak memiliki Amdal dan Izin Lingkungan, penyimpanan limbah B3," kata Koordinator Jikalahari, Muslim Rasyid, Senin (19/1/2015).

Diungkapkannya, pada 13 Januari 2015 lalu, Jaksa Penuntut Umum Pengadilan Negeri Bengkalis telah menuntut terdakwa Ir Erwin (General Manjer PT NSP) pidana penjara 6 tahun dan denda Rp1 miliar. Sedangkan untuk terdakwa Ir. Erwin dan Nowo Dwi Priyono dituntut 18 bulan penjara dan denda Rp1 miliar.

Jelang putusan majelis hakim PN Bengkalis pada 22 Januari 2015, koalisi yang terdiri dari Jikalahari, Walhi Riau, WWF Indonesia Program Riau dan Riau Corruption Trial (RCT), meragukan komitmen majelis hakim Sarah Louis, Renny Hidayati dan Melki Salahuddin. "Ketiga hakim tersebut tidak ada yang bersertifikat lingkungan hidup," kata Boy Sembiring, koordinator KPPLH.

Merujuk pada Keputusan Ketua Mahkamah Agung No.134/KMA/SK/IX/2011 tentang Sertifikasi Hakim Lingkungan. Pada pasal 5 sangat jelas disebutkan, perkara lingkungan hidup harus diadili oleh hakim lingkungan hidup," lanjut Boy.

"Kami pesimis terrdakwa divonis maksimal oleh majelis hakim yang tidak mempunyai sertifikasi lingkungan. Pengadilan Negeri Bengkalis tampak kurang memperhatikan hakim-hakim yang ditunjuk menangani kasus lingkungan," tambah Riko Kurniawan, direktur eksekutif Walhi Wilayah Riau.(wdu)