JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid menerima kunjungan delegasi Majelis Rakyat Tiongkok (CPPCC) Komite Shan Ghai, Senin (25/2/2019) di Gedung Nusantara III lantai 9, kompleks MPR, DPR, dan DPD RI, Senayan.

Kepada Wakil Ketua MPR, Ketua Delegasi CPPCC Komite Shan Ghai, Li Yiping menyampaikan maksud kunjungannya ke Indonesia adalah untuk meningkatkan hubungan baik antara parlemen maupun kedua bangsa.

Karena itu, selain bertemu pimpinan MPR, Majelis Rakyat Tiongkok Komite Shan Ghai, mengagendakan pertemuan dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan juga bertemu dengan para pengusaha.

Li Yiping berharap, Pimpinan MPR bisa membantu menjembatani sekaligus mendorong terjadinya peningkatan kerjasama antara kedua negara. Apalagi, potensi kerjasama antara Indonesia dan Tiongkok sangat luas. Khususnya dalam bidang penerapan telekomunikasi, penggunaan teknologi, perdagangan dan ekonomi. Pada kesempatan itu, Li Yiping menyampaikan undangan kepada pimpinan MPR untuk berkunjung ke Tiongkok, sekaligus melihat hasil-hasil pembangunan yang sudah dicapai selama ini.

Menanggapi harapan tamunya, Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengatakan dirinya sepakat, bahwa kedua negara harus meningkatkan hubungan kerjasama, termasuk sektor dunia pendidikan.

Apalagi, mayoritas masyarakat Indonesia yang beragama Islam, sangat patuh terhadap anjuran nabi Muhammad SAW, untuk selalu menuntut ilmu, hingga ke negeri Cina. Bahkan, Hidayat juga menyanggupi jika CPPCC, hendak berdiskusi dengan pengusaha Muslim, dengan senang hati ia akan menjadi penghubung.

"Indonesia memiliki banyak lembaga penelitian selain LIPI, juga jaringan pengusaha Muslim Indonesia, mereka itu bisa diajak melakukan kerjasama antara Indonesia Tiongkok. Selain itu peningkatan kerjasama juga dapat dilakukan pada bidang beasiswa diantara kedua negara," kata Hidayat.

Pada kesempatan itu, Hidayat juga menyampaikan harapannya, agar pemerintah Tiongkok bisa segera menyelesaikan persoalan muslim Uighur. Sebagaimana Indonesia menyelesaikan persoalan berbagai masalah keberagaman dan isu mayoritas minoritas.

"Menyelesaikan persoalan muslim Uighur dengan baik, juga bisa menjadi alasan bagi kedua negara untuk saling meningkatkan kerjasama yang menguntungkan bagi keduanya," tandasnya.

Bagi Indonesia, menurut Hidayat meningkatkan hubungan, dan saling mengunjungi, itu adalah hal yang biasa, selagi semuanya dilakukan dalam koridor saling menghormati dan memberi manfaat bagi semua.***