JAKARTA – Mendikbud-Ristek Nadiem Makarim didesak mengambil tindakan tegas terhadap Rektor Institut Teknologi Kalimantan (ITK) Budi Santosa Purwokartiko yang dinilai rasis dan menghina agama Islam.

Desakan tersebut Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih. Menurut Fikri, tindakan Rektor ITK itu sangat mengejutkan, sembrono dan sudah masuk ranah hukum.

''Sebagai seorang rektor memang mengejutkan karena sangat sembrono membuat unggahan yang layak dinilai proaktif, rasis bahkan melecehkan norma agama. Sebaiknya Mendikbudristek mengambil langkah strategis karena ini sudah masuk ke ranah hukum," kata Abdul Fikri kepada wartawan, Sabtu (30/4/2022), seperti dikutip dari detik.com.

Budi Santosa Purwokartiko dianggap rasis dan melecehkan Islam terkait statusnta di media sosial yang menceritakan pengalamannya sebagai pewawancara calon penerima beasiswa LPDP.

Abdul Fikri lalu menyinggung seleksi LPDP. Dia menilai Budi Santosa tidak objektif dalam seleksi beasiswa itu.

''Kalau beliau reviewer LPDP inikan semakin terungkap bahwa parameter seleksinya tidak objektif. Karena sebagai bagian dari seleksi sudah punya penilaian di luar parameter keilmuan yang dibutuhkan untuk lolosnya seorang kandidat penerima beasiswa,'' tutur dia.

Fikri mengingatkan, Budi Santoso harusnya mengevaluasi hasil seleksi LPDP itu berdasarkan acuan data sebelumnya dengan menggunakan sampel seri waktu.

''Bila Pak Budi Santoso Purwokartiko ini mau mengevaluasi hasil rekrutmen untuk perbaikan LPDP tentu juga harus memakai acuan data sebelumnya bisa menggunakan sampel dengan seri waktu,'' jelasnya

Status Rektor ITK di Medsos

Tulisan Budi Santosa yang diunggah di Facebook pribadinya dengan akun Budi Santosa Purwokartiko, yang dinilai rasis dan menghina Islam itu kemudian viral di Facebook dan Twitter.

Berikut isi status Rektor ITK yang dinilai rasis dan menghina Islam itu:

''Saya berkesempatan mewawancara beberapa mahasiswa yang ikut mobilitas mahasiswa ke luar negeri, program Dikti yang dibiayai LPDP ini banyak mendapat perhatian dari para mahasiswa. Mereka adalah anak-anak pinter yang punya kemampuan luar biasa, jika diplot dalam distribusi normal, mereka mungkin termasuk 2,5% sisi kanan populasi mahasiswa.

Tidak satu pun saya mendapatkan mereka ini hobi demo yang ada adalah mahasiswa dengan IP yang luar biasa tinggi di atas 3.5 bahkan beberapa 3.8 dan 3.9. Bahasa Inggris mereka cas cis cus dengan nilai IELTS 8, 8.5 bahkan 9. Duolingo bisa mencapai 140, 145 bahkan ada yang 150 (padahal syarat minimum 100), luar biasa. Mereka juga aktif di organisasi kemahasiswaan (profesional), sosial kemasyarakatan dan asisten lab atau asisten dosen.

Mereka bicara tentang hal-hal yang membumi: apa cita-citanya, minatnya, usaha-usaha untuk mendukung cita-citanya, apa kontribusi untuk masyarakat dan bangsanya, nasionalisme dan sebagainya.

Tidak bicara soal langit atau kehidupan sesudah mati. Pilihan kata-katanya juga jauh dari kata-kata langit: insaallah, barakallah, syiar, qadarullah, dan sebagainya. Generasi ini merupakan bonus demografi yang akan mengisi posisi-posisi di BUMN, lembaga pemerintah, dunia pendidikan, sektor swasta beberapa tahun mendatang.

Dan kebetulan dari 16 yang saya harus wawancara, hanya ada 2 cowok dan sisanya cewek. Dari 14, ada 2 tidak hadir, jadi 12 mahasiswi yang saya wawancarai, tidak satu pun menutup kepala ala manusia gurun. Otaknya benar-benar openmind, mereka mencari Tuhan ke negara-negara maju seperti Korea, Eropa barat dan US, bukan ke negara yang orang-orangnya pandai bercerita tanpa karya teknologi.

Saya hanya berharap mereka nanti tidak masuk dalam lingkungan yang:- Membuat hal yang mudah jadi sulit

- Bekerja dari satu rapat ke rapat berikutnya tanpa keputusan

- Mementingkan kulit daripada isi

- Menyembah Tuhan tapi lupa pada manusia

- Menerima gaji dari negara tapi merusak negaranya

- Ingin cepat masuk surga tapi sakit tetap cari dokter dan minum obat

- Menggunakan KPI langit sementara urusannya masih hidup di dunia

Semoga tidak tercemar.''

Respons ITK

Pihak ITK menyebut status Rektor Budi Santosa Purwokartiko di media sosial yangvdituding rasis dan menghina Islam berkaitan dengan peserta beasiswa LPDP, merupakan sikap pribadi Budi Santosa.

''Terkait dengan pemberitaan tentang tulisan Prof Budi Santosa Purwokartiko oleh salah satu media online yang kemudian tersebar ke berbagai kanal media online lainnya, dan mendapat tanggapan dari para netizen, dengan ini kami informasikan bahwa, tulisan Prof Budi Santosa Purwokartiko tersebut merupakan tulisan pribadi, dan tidak ada hubungannya dengan jabatan beliau sebagai rektor ITK,'' bunyi keterangan pers ITK, Sabtu (30/4).

ITK pun meminta semua masyarakat tidak mengaitkan masalah ini dengan kampus. Dia meminta masyarakat meminta klarifikasi langsung ke Budi Santosa.

''Oleh karena itu, mohon pemberitaan dan komentar lebih lanjut baik oleh media maupun para netizen tidak mengaitkan dengan institusi ITK, dan awak media atau para netizen dapat langsung berkomunikasi dengan beliau,'' katanya.***