PEKANBARU - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menetapkan pohon Adat Sialang sebagai jenis flora yang dilindungi. Lembaga Adat Melayu Riau (LAM) Riau Kabupaten Pelalawan pun telah menerbitkan Fatwa Adat Nomor 3 tahun 2021 tentang Pelestarian Pohon Sialang dan Rimba Kepungan Sialang.

"Dalam fatwa tersebut menyebut bahwa rimba Kepungan Sialang atau Kepungan Sialang adalah suatu kawasan hutan yang berisikan satu atau lebih jenis kayu Sialang atau kayu-kayu yang dihinggapi oleh lebah secara permanen serta dijadikan tempat bersarang dan memproduksi madu," kata Koordinator Jikalahari Riau Made Ali di Pekanbaru dilansir Antara, Kamis (15/4).

Penetapan ini terkait sebelumnya puluhan perusahaan di Riau tidak melindungi pohon Sialang sebagai lebah bersarang, sehingga Jikalahari mendesak Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (MenLHK) Siti Nurbaya merevisi Peraturan Menteri LHK No P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi untuk memasukan pohon sialang dan pohon-pohon yang dilindungi oleh masyarakat adat.

Menurut dia, pohon Sialang dan Rimba Kepungan Sialang wajib dijaga secara baik karena memiliki posisi penting, selain sebagai sumber ekonomi dan penghidupan, juga merupakan aset penting yang menjadi simbol tuah, marwah dan kebesaran adat pemiliknya secara turun-temurun.

Pohon tersebut telah tumbuh menjadi bagian dari khazanah peradaban Masyarakat Adat Kabupaten Pelalawan secara keseluruhan.

"Karenanya fatwa tersebut patut dipatuhi karena fatwa ini juga mengatur sanksi bagi pelaku penumbangan atau perusakan pohon sialang," katanya.

Sanksi utama baik kasus penumbangan dan atau atau pengrusakan pohon Sialang adalah wajib mengembalikan keberadaan dan keadaan pohon Sialang tersebut seperti kondisi semula.

Bagi pelaku kasus penumbangan pohon Sialang, katanya, jika tidak mampu mengembalikan keberadaan dan keadaan pohon Sialang seperti semula, wajib ditunaikan atau diganti dengan denda adat, yakni wajib mengkafani pohon Sialang tersebut dari pangkal sampai pucuk dan dikuburkan sebagaimana layaknya manusia.

Selanjutnya, wajib mengganti kerugian material, kerugian immaterial serta kerugian moral dengan membayar uang pengganti sebesar Rp250 juta per pohon.

"Berikutnya, wajib menyelenggarakan kenduri adat dengan menyembelih satu ekor kerbau ditambah 30 gantang beras dan rempah-rempah atau bumbu masakan, yang dimakan bersama-sama anak kemanakan dan masyarakat setempat," katanya.

Bagi pelaku kasus perusakan pohon Sialang, katanya lagi, jika tidak mampu mengembalikan keberadaan dan keadaan pohon Sialang seperti semula, diganti dengan denda adat yakni pertama, wajib mengganti kerugian material, kerugian immaterial serta kerugian moral dengan membayar uang pengganti sebesar Rp100 juta per pohon.

Kedua, wajib menyelenggarakan kenduri adat dengan menyembelih satu ekor kambing ditambah sepuluh gantang beras dan rempah-rempah atau bumbu masakan, yang dimakan bersama-sama anak kemanakan dan masyarakat setempat.

"Fatwa ini menegaskan korporasi seperti APP dan April Grup yang paling sering menebang pohon Sialang wajib memenuhi denda adat itu,"kata Made Ali. ***