JAKARTA - Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih mendesak Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud-Ristek) RI, Nadiem Makariem untuk meninjau ulang survey lingkungan belajar kepada guru dan kepala sekolah sebagai bagian dari program Asesmen Nasional (AN) yang dinilai lebih bermuatan politis dan SARA.

"Alih-alih memberi gambaran lengkap terhadap kondisi lingkungan belajar terhadap peserta didik kita, survey ini malah seperti survey jelang pilpres," kritik Fikri, Rabu (28/7).

Kritik tersebut dia sampaikan menanggapi keluhan para partisipan survey, antara lain guru dan kepala sekolah yang mengikuti survey lingkungan belajar yang digelar Kemendikbud-Ristek belakangan ini. "Pertanyaan dalam survey dianggap lebih menjurus ke preferensi politik dan SARA," nilai Fikri.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera ini mengungkap beberapa kuisioner dalam survey seperti:

"Saya lebih senang jika sekolah dipimpin oleh orang dengan agama/ kepercayaan yang sama dengan saya?"

"Presiden lebih baik dijabat seorang laki-laki daripada perempuan?"

Menurut Fikri, pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak relevan dengan tujuan diadakannya survey sebagai bagian dari Asesmen Nasional (AN), namun lebih mirip kuisioner pilpres.

Seperti diketahui, AN merupakan program evaluasi sistem Pendidikan yang baru, menggantikan Ujian Nasional (UN) yang telah dihapus. AN sendiri versi Mendikbud-Ristek meliputi tiga komponen, yakni (1) asesmen kompetensi minimum (AKM) literasi dan numerasi; (2) survey karakter; dan (3) survey lingkungan belajar.

Lebih jauh, Fikri menyinggung soal dasar hukum penyelenggaraan AN, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 57 tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang katanya sudah ditarik untuk direvisi.

"PP 57/2021 ini krusial karena menjadi dasar hukum untuk penyelenggaraan Asesmen Nasional, mas Nadiem sendiri yang bilang mau diajukan revisi," ujar Fikri.

Jika dasar hukumnya masih dalam proses, semua proses pelaksanaan AN juga akan bermasalah.

Fikri meminta agar revisi PP 57/2021 juga melibatkan para pemangku kepentingan Pendidikan, agar tidak terulang lagi masalah seperti sebelumnya. PP 57/2021 dinilai tidak menghormati dasar negara sebagai alat pemersatu bangsa. PP tersebut tidak memuat mata pelajaran Pancasila dan Bahasa Indonesia sebagai mata pelajaran wajib di semua jenjang Pendidikan.

Fikri mengingatkan, Asesmen Nasional merupakan program baru pengganti Ujian Nasional yang awalnya digadang-gadang sebagai terobosan Nadiem dan disambut suka-cita oleh publik. "Program perintis ini jangan sampai carut marut di awal kelahirannya sehingga mengurangi kepercayaan publik terhadap pemerintah lagi," pungkasnya.***