PEKANBARU - Ketua Komisi V DPRD Riau, Eddy Moh Yatim memastikan akan segera memanggil Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) dan perusahaan kurir untuk menyelesaikan kasus penahanan ijazah oleh salah seorang mantan pekerja.

Dikatakan Eddy, berdasarkan komunikasi dia dan Disnaker, ada persoalan administrasi yang perlu diselesaikan, dan dalam perkembangannya, pengusaha ternyata malah melaporkan hal ini kepada aparat penegak hukum.

"Saya pikir, persoalan ini sudah tidak sehat lagi, kita dari DPRD Riau akan melakukan pertemuan lintas komisi untuk menyelesaikan, kita berdiri tegak untuk rakyat," ujar Politisi Demokrat ini, Selasa (7/9/2021).

Eddy menegaskan, pihaknya tidak takut dengan bekingan yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Sebab, saat ini perusahaan tersebut dikabarkan merasa kuat karena dibeking oleh orang di Jakarta.

"Bagi kita tak ada masalah, kita ini wakil rakyat, kita wajib memperjuangkan rakyat. Saya sepakat pertemuan lintas komisi, ini Riau, kita harus perjuangkan rakyat Riau," katanya.

Pertemuan lintas komisi, lanjut Legislator Dapil Kepulauan Meranti, Dumai dan Bengkalis ini, kemungkinan akan dilaksanakan minggu ini, tapi jika ada halangan mungkin diundur minggu depan.

"Kita beberapa minggu ini reses, dan kemudian ada rapat anggaran, mungkin kalau tak minggu ini, minggu depan kita panggil semuanya," tutupnya.

Diberitakan sebelumnya, warga RT 1, RW 4, Lembah Sari, Kota Pekanbaru, Juli Muardi menjadi korban penahanan ijazah oleh salah satu perusahaan kurir barang di Pekanbaru. Ijazah SMA Juli ditahan oleh perusahaan tersebut selama dua setengah tahun.

Diceritakan Juli, awalnya dia bekerja di perusahaan tersebut pada Maret 2019, namun setelah 17 hari bekerja nonstop, dia jatuh sakit dan sudah menyampaikan izin kepada perusahaan.

Setelah tiga hari izin, pekerjaan Juli ternyata sudah digantikan orang lain. Sehingga, Juli secara otomatis tidak lagi bekerja di tempat tersebut. Parahnya, Juli tidak menerima satu sen pun gaji selama bekerja 17 hari, dan ijazahnya tidak dikembalikan meski dia sudah meminta.

Dua bulan setelah kejadian tersebut, Juli menjemput ijazahnya namun perusahaan tidak juga memberikan ijazahnya malah meminta uang tebusan Rp 5 juta. Selanjutnya, hal yang sama kembali dilakukan Juli pada enam bulan kemudian.

"Tapi perusahaan tetap meminta tebusan Rp 5 juta, ijazah itu diawal perjanjian kerja dijadikan jaminan supaya saya tidak melarikan barang yang diantar," ujarnya, Senin (16/8/2021).

Setelah dua setengah tahun, Juli melaporkan hal ini kepada Dinas Tenaga Kerja (Disnaker), namun ternyata perusahaan tetap bersikukuh untuk tidak menyerahkan ijazah tersebut meski Dinasker sudah melakukan mediasi. ***