MENDENGAR kata-kata VUCA, saya teringat kembali saat sekolah di Bandung pada era Tahjun 90'an, saat-saat gencarnya perang teluk. Ketika untuk pertama kalinya Irak menginvasi Kuwait tanggal 2 Agustus 1990 dan akibat invasi ini, Kuwait meminta bantuan Amerika Serikat tanggal 7 Agustus 1990. Sebelumnya Dewan Keamanan PBB sudah terlebih dahulu menjatuhkan embargo ekonomi ke Irak pada 6 Agustus 1990. Pada saat menghadapi Irak inilah, dikenal istilah VUCA dikalangan militer Amerika, yang menggambarkan situasi medan tempur di Teluk Parsi (Gulf War) yang dihadapi oleh pasukan operasional, dimana informasi medan perang yang ada, amat terbatas. Bertempur dalam keterbatasan informasi serasa berjalan dalam kebutaan dan bisa menimbulkan chaos. Keadaan ini diistilahkan sebagai medan perang kabut (fog war).

VUCA By Covid-19

VUCA merupakan akronim Volatile (lingkungan yang labil, berubah amat cepat dan terjadi dalam skala besar), Uncertain (sulitnya memprediksi dengan akurat apa yang akan terjadi), Complexity (tantangan menjadi lebih rumit karena multi faktor yang saling terkait) dan Ambiguity (ketidakjelasan suatu kejadian dan mata rantai akibatnya). Istilah ini kembali popular ketika dunia dilanca pandemic Corona Virus Disease 19 (Covid-19) sejak awal Tahun 2020 sampai saat ini, tak terkecuali Indonesia dan 12 Kabupaten/Kota di Provinsi Riau. Analog dengan yang dihadapi oleh Tentara Amerika pada Tahun 90’an di Teluk Parsi, begitu juga yang dihadapi oleh seluruh komponen masyarakat saat ini akibat pandemic Covid-19. Belum pernah rasanya sejak zaman orde baru sekalipun, berbagai indikator makro negeri ini langsung berubah cepat hanya dalam waktu 3 Bulan (Triwulan II, April-Juni 2020).

Menurut Kepala BPS Suhariyanto di dalam https://www.cnnindonesia.com, ekonomi Indonesia akan mengalami kontraksi minus 4,8% - 7,0% di akhir Tahun 2020. Angka kemiskinan dan pengangguran meningkat pesat, sampai-sampai tidak satupun lembaga negara apalagi Pemerintah Daerah yang mengetahui secara persis berapa lonjakannya. Inilah yang disebut VOLATILE.

Kemudian bagaimana menurunkan angka kemiskinan dan pengangguran ini kedepan? Sektor usaha di Indonesia umumnya bersifat tidak elastis, berbeda dengan negara-negara maju, sehingga akan butuh lama untuk kembali melakukan recovery terhadap pengangguran, kemiskinan dan ekonomi. Kapan Indonesia akan terbebas total dari Covid-19? Menurut Badan Kebijakan Fiskal sekitar Tahun 2023, menurut WHO beda lagi. Menurut Pemerintah, Tahun 2021. Semua punya jawaban sendiri-sendiri. Kondisi untuk 6 Bulan kedepan saja sulit diprediksi. Inilah yang disebut UNCERTAIN.

Carut marut akibat Covid-19 akan diperparah lagi dengan rumitnya keadaaan yang hampir melanda seluruh Dunia. Krisis ekonomi 1998 dan 2008 yang terjadi di Indonesia, dengan cepat dapat diselesaikan, karena negara-negara lain masih bisa turut membantu. Untuk kondisi sekarang, di saat seluruh Dunia terpapar pandemic, akan sulit bagi negara-negara tidak maju seperti Indonesia untuk keluar dari krisis multidimensi ini. Akibat Covid-19, hampir seluruh kinerja sektor terdampak dan saling terkait. Kinerja sektor yang memiliki dampak negatif tertinggi antara lain Hotel, Restoran, Transportasi, Manufaktur, Properti, dengan penurunan omzet lebih dari 30%.

Sedangkan Sektor Multifinance, Otomotif, Pusat Perbelanjaan dan Komoditas (pertanian, peternakan, logam, mineral dll) mengalami penurunan omzet sebesar 10% - 30%. Sektor yang mengalami dampak negatif penurunan omzet dibawah 10% akibat Covid-19 antara lain e-commerce, makanan pokok, dan retailer. Inilah yang disebut Complexity. Kondisi ini akhirnya bermuara kepada kebingungan para pengambil kebijakan akibat seluruh sendi-sendi kehidupan diserang begitu mendadak. Masyarakat yang memiliki usaha tiba-tiba harus kehilangan konsumen, karena semua orang 'di rumah saja' dan takut untuk keluar rumah. Semua orang dihadapkan pada kondisi bagaimana menghadapi Covid-19 ini, tatkala sampai saat ini vaksinnya belum juga ditemukan. Semua investor lebih pada sikap wait and see dan ragu untuk mengambil keputusan berinvestasi, karena ketidakpastian output dan outcome investasi yang dilakukan. Satu-satunya Kepastian dalam situasi pandemic Covid19 adalah Ketidakpastian itu sendiri. Inilah yang disebut Ambiguity.

Merencanakan Pembangunan Nasional Tahun 2021 Under Covid-19

Serangan Covid-19 ke seluruh sendi-sendi kehidupan telah memaksa para perencana pembangunan di Republik ini, baik pusat maupun daerah berfikir ekstra keras untuk mendisain program pembangunan yang extraordinary. Target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional dan Daerah (RPJMN/D) di tahun 2020 dan seterusnya, tidak lagi bisa dipertahankan. Oleh sebab itu, beberapa waktu lalu, Bappenas telah merevisi Tema Pembangunan Tahun 2021, semula: Meningkatkan Industri, Pariwisata dan Investasi di Berbagai Wilayah Didukung oleh SDM, dan Infrastruktur untuk Pertumbuhan Berkualitas menjadi "Mempercepat Pemulihan Ekonomi dan Reformasi Sosial".

Bappenas pada Tahun 2021 akan memfokuskan prioritas nasional pada percepatan pemulihan ekonomi nasional dan reformasi sosial. Untuk pemulihan ekonomi, pemerintah akan fokus pada industri manufaktur, pariwisata dan investasi sebagai pengungkit pertumbuhan. Sementara untuk reformasi sosial mencakup sistem kesehatan, perlindungan sosial (social safety Net) dan ketahanan bencana. Sebagaimana diketahui, di sektor manufaktur menurut catatan Bappenas, dari 18 juta tenaga kerja yang bekerja di sektor manufaktur sebanyak 9,8 juta tenaga kerja telah di-PHK atau dirumahkan. Di sektor pariwisata, jumlah kunjungan wisatawa nusantara dan mancanegara berkurang signifikan akibat pandemi. Padahal sektor turunan di bidang pariwisata juga amat luas dan akhirnya akan mempengaruhi perekonomian nasional.

Menurut Menteri PPN/Kepala Bappenas, Pemulihan di sektor pariwisata kemungkinan akan berpola U shape atau L shape. Target 2021 jumlah kunjungan wisatawan akan terkoreksi menjadi 4,8 - 8,5 juta wisatawan dan jika dibandingkan angka itu dengan Tahun 2019, tidak sampai separuh. Hal ini tentunya akan berdampak pada Produk Domestik Bruto.

Merencanakan Pembangunan Provinsi Riau Tahun 2021 under Covid-19Alhamdulillah, berkat kasih sayang dan ridho Allah SWT, Provinsi Riau walaupun terdampak Covid-19, tidaklah seberat yang dirasakan Provinsi-Provinsi lain yang menjadi epicentrum Covid-19. Artinya ada sedikit ruang untuk Provinsi Riau untuk melakukan percepatan pemulihan ekonomi dan reformasi sosial di tahun-tahun mendatang.

Sejalan dengan Bappenas, Pemerintah Provinsi Riau juga telah melakukan revisi terhadap Tema Pembangunan di Tahun 2021, semula Memantapkan Pengembangan Industri, Pertanian, Pariwisata yang Mendorong Perdagangan dan Jasa untuk Meningkatkan Daya Saing Ekonomi menjadi Mempercepat Pemulihan Ekonomi dan Reformasi Sosial melalui Pemantapkan Pengembangan Industri, Pertanian, Pariwisata yang mendorong Perdagangan dan Jasa. Reformasi Sosial yang dilaksanakan meliputi 3 Aspek, yaitu: (1) Sistem Kesehatan Nasional, (2) Sistem Jaring Pengaman Sosial dan (3) Sistem Ketahanan Bencana. Pemerintah Provinsi Riau juga telah melakukan exercise berbagai target Makro di Tahun 2021, dengan low scenario antara lain: (1) Laju Pertumbuhan Ekonomi 1,80% - 2,49%, (2) Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) 5,78% - 6,84%, (3) Kemiskinan 6,77% - 6,79%, (4) Indeks Pembangunan Manusia 73,49 - 73,89 dan (5) Gini Ratio 0,338 - 0,340. Exercise ini dilakukan dengan asumsi bahwa berbagai Sektor Ekonomi sudah mulai bergerak di Tahun 2021 dan Dana Transfer Pusat ke Daerah tidak mengalami tunda salur atau mengalami penurunan.

Solusi Menghadapi VUCA di Tahun 2021

Semangat optimis perlu dijaga dalam menghadapi Tahun 2021 dan seterusnya. Menurut hemat kami, pemulihan ekonomi dan reformasi sosial di Provinsi Riau akan lebih cepat terwujud, mengingat penanganan Covid-19 sudah dikelola relatif baik, dan intensitasnya tidak seberat Provinsi lain yang menjadi epicentrum. Hanya saja, dukungan kesadaran masyarakat terhadap protokol kesehatan menjadi kunci sukses percepatan Provinsi Riau bisa melakukan 'rebound'.

Di sisi lain, keoptimisan Provinsi Riau untuk mencapai target makro di Tahun 2021 tentunya perlu juga mempertimbangkan adanya VUCA. Bisa jadi target-target makro itu akan menjadi angka-angka di atas kertas para perencana, jika VUCA tidak dipertimbangkan sebagai variabel yang signifikan ke depan. Walaupun sampai saat ini tidak ada satupun formulasi yang pasti dalam menghadapi VUCA, namun setidaknya ada beberapa strategi yang perlu dilakukan dalam penyusunan Program/Kegiatan Pembanguan di Tahun 2021 antara lain: (1) Agile Program, merancang program/kegiatan prioritas yang saling mendukung sasaran pemulihan ekonomi dan reformasi sosial. Program/Kegiatan yang tidak mendukung sebaiknya di drop. (2) Adeptness Program, merancang Program/Kegiatan yang mampu menyerap tenaga kerja (padat karya) dan menggunakan bahan-bahan lokal. (3) Strategic Program, merancang Program/Kegiatan dengan konsep money follows economy dan social recovery program. (4) Drive to Excecute Program, merancang Program/Kegiatan baru, yang bebas dari nilai-nilai Business as Usual (BAU), yang langsung memberikan solusi terhadap krisis pangan, krisis pengangguran dan krisis Kesehatan akibat Covid-19.

Terakhir, untuk melakukan 4 strategi menghadapi VUCA dimaksud, dibutuhkan mesin Apatatur Sipil negara yang Super Agile yang cepat beradaptasi dan memiliki kapabilitas yang mumpuni. Dalam istilah melayu, Super Agile ini bisa dianalogikan dengan budak yang lasak, lincah dan bagak dalam menghadapi VUCA untuk kepentingan masyarakat. ***

Penulis: Rahmad Rahim, Fungsional Perencana Madya - Bappedalitbang Provinsi Riau.