JAKARTA - Anggota DPD RI, Filep Wamafma menilai, penjemputan paksa tanpa surat penangkapan terhadap sejumlah orang di Biak dan Supiori bisa saja di-praperadilan-kan.

"Dapat dikatakan bahwa penangkapan tanpa memperlihatkan surat tugas, dan/atau surat perintah penangkapan, dan tidak segera memberikan tembusan surat perintah penangkapan kepada pihak keluarga tersangka adalah tidak sah dan dapat di-praperadilan-kan," kata Filep, Senin (11/1/2021).

Laporan yang diterima Filep menyebut, penangkapan terjadi pada tanggal 4-7 Januari 2021. Warga yang ditangkap diperiksa di Polsek Warsa Biak Utara dan Polres Sorndiweri-Supiori. Berita yang beredar, penangkapan tersebut disebabkan karena mereka menolak perpanjangan Otonomi Khusus (Otsus) dan dianggap mendukung Deklarasi Pemerintahan dari ULMWP. Mereka yang ditangkap ini kemudian diminta membuat pernyataan yang mendukung kelanjutan Otsus Papua.

Dalam konteks hukum acara pidana, terang Filep, sudah menjadi kewajiban polisi untuk memperlihatkan surat tugas serta memperlihatkan surat perintah penangkapan kepada tersangka, yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan dan tempat di Ia akan diperiksa (Pasal 18 ayat 1 KUHAP).

Tidak cukup di situ katanya, Pasal 18 ayat (3) KUHAP juga menyebutkan bahwa tembusan surat perintah penangkapan harus diberikan kepada keluarganya segera setelah penangkapan dilakukan.

"Memang Polisi boleh melakukan penangkapan tanpa surat perintah penangkapan, namun dalam hal tertangkap tangan. Apakah mereka yang ditangkap di Biak dan Supiori itu tertangkap tangan? Alasan penolakan Otsus dan mendukung Deklarasi Pemerintahan dari The United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) atau Gerakan Persatuan Pembebasan Papua Barat, harus dapat dibuktikan terkait tertangkap tangannya itu," kata Filep.***