JAKARTA - Serikat buruh merespons rencana pengusaha yang akan mengambil langkah uji materiil terkait Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 18 tentang Penetapan Upah Minimum (UMP) Tahun 2023. Dalam peraturan tersebut, UMP 2023 naik maksimal 10 persen.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, memahami sikap pengusaha yang mengambil langkah hukum ke Mahkamah Agung (MA) terkait Permenaker tersebut.

Said Iqbal mengatakan kaum buruh menolak sikap Apindo yang ingin menerapkan PP 36 Tahun 2021 dalam formula kenaikan upah minimum.

“Mengecam keras sikap Apindo yang masih bertahan dengan PP 36, padahal sudah ada dasar hukum yang baru,” ucap Said Iqbal dalam Konferensi Pers virtual, Jumat, 25 November 2022.

Menurutnya, dalam PP 36 tahun 2021 ada ketentuan yang mengatur adanya batas bawah dan batas atas. Padahal konsep seperti itu di seluruh dunia tidak dikenal. “Yang mengenal hanya perusahaan taksi, yaitu tarif bawah dan tarif atas,” ujarnya.

Said Iqbal mengatakan baik di dalam Konvensi ILO 133, UU No 13 Tahun 2023, maupun omnibus law yang saat ini ditolak buruh, yang namanya upah minimum adalah jaring pengaman agar buruh tidak absolut miskin.

Dengan demikian, ketika masih menggunakan PP 36 tahun 2021, maka hal itu akan menyalahi Undang-Undang yang berlaku di Indonesia maupun hukum Internasional. Karena daerah yang upahnya sudah melebihi atas batas atas tidak ada lagi kenaikan upah minimum.

Ia menilai sikap Pemerintah yang menerbitkan Permenakar No 18 Tahun 2022 tidak bertentangan dengan peraturan yang ada. Sebab hanya satu pasal di dalam PP 36 tahun 2021 yang diturunkan menjadi Permenaker 18 tahun 2022, yaitu pasal terkait dengan kenaikan upah minimum.

“Hal itu menjelaskan, Apindo 'serakah'. Sudah tiga tahun upah buruh tidak naik, di tengah inflansi yang tinggi, tidak ada resesi, dan pertumbuhan ekonomi terbaik nomor tiga di dunia, masih saja menghendaki kenaikan upah minimum yang rendah,” lanjutnya.

Said Iqbal menjelaskan dalam dua kuartal terakhir pertumbuhan ekonomi Indonesia positif. Quartal kedua 5,1 persen dan quartal ketiga 5,72 persen. Selain itu, ekspor tekstil juga tumbuh 3,37 persen dan eksport barang tenun dan turunannya tumbuh 17.6 persen.

"Lalu mengapa masih saja dipermasalahkan bahwa seolah-olah di tekstil dan garmen terjadi PHK besar-besaran sehingga tidak mampu menaikkan upah," tutupnya. ***