JAKARTA - Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera, angkat bicara soal potensi riba dalam BPJS Kesehatan dan kemungkinan melibatkan Baznas dalam upaya jangka panjang membenahi BPJS Kesehatan.

Mulanya, Mardani meminta Presiden untuk segera memperbaiki sistem pengelolaan BPJS dengan baik dan benar sesuai UU dan menolak memberatkan masyarakat dengan memberikan sanksi bagi peserta yang lambat bayar iuran.

Seperti diketahui, ada sanksi berupa denda jika peserta BPJS Kesehatan menunggak pembayarannya, sesuai dengan ketetapan yang berlaku.

"Denda justru tidak mendidik. Mesti dicari pola edukatif dan efektif. Apalagi potensi riba yg membuat BPJS justru bertentangan dengan syariah," kata Mardani kepada GoNews.co, Jumat (06/09/2019) malam.

Desakan untuk memperbaiki pengelolaan BPJS Kesehatan memang tengah menjadi perhatian karena badan yang menanggung biaya berobat masyarakat itu lagi-lagi defisit. Tahun 2019, BPJS Kesehatan diproyeksi defisit hingga Rp28,5 Triliun.

Perhatian masyarakat semakin kuat, ketika pada Agustus 2019 lalu, Menkeu RI Sri Mulyani serta DJSN dan Direksi BPJS Kesehatan, mengusulkan kenaikan premi atau iuran Kelas I dari Rp80rb menjadi Rp160rb, Kelas II dari Rp51rb menjadi Rp110rb, Kelas III dari Rp25.500 menjadi Rp42rb, guna mengobati BPJS Kesehatan.

Upaya menyehatkan BPJS Kesehatan, dipandang Mardani harus lebih mengedepankan kemaslahatan masyarakat, bukan membebani termasuk dengan pemberlakuan sanksi pada penunggak iuran.

Dari 6 akar persoalan BPJS Kesehatan yang dipaparkan dalam audit BPKP seperti, Rumah Sakit nakal, layanan lebih banyak dari peserta, perusahaan main-main, peserta aktif rendah, data tidak valid, dan manajemen klaim, Mardani lebih memandang penting pembenahan sistem IT BPJS Kesehatan ketimbang menaikkan iuran untuk mencegah defisit.

Lebih jauh, terkait upaya mengoptimalkan pendanaan BPJS agar tak melulu defisit, Mardani memandang, terbuka peluang untuk dilakukan penyertaan dana dari Baznas.

Penyertaan dana Baznas, kata Mardani, "bisa dikaji dan jika fatwa MUI membolehkan khususnya untuk mereka yang tidak mampu, bisa dilakukan,".

Sebelumnya, ide melibatkan Baznas dalam menguatkan kocek BPJS Kesehatan sempat muncul dari perwakilan masyarakat. Pasalnya, dengan potensi penerimaan zakat nasional yang ratusan triliun, maka defisit BPJS Kesehatan yang tahun ini diproyeksi mencapai Rp28,5 triliun mestinya tak terlalu jadi soal berat.

Hanya memang, perlu penguatan terhadap Baznas selaku Lembaga Pemerintah Non Stuktural yang bertanggung jawab ke Presiden melalui Kementerian Agama dalam hal pengumpulan dan pendistribusian dana zakat nasional.

"Semodel Baznas itu kalau di ajaran Islam kan bisa juga jadi seperti baitul maal yang tentu punya fungsi sosial. Nah, Indonesia itu luar biasa lho, potensi zakat nasional kita untuk tahun 2016 aja kalau tidak salah itu Rp217triliun, kan bisa buat bantu BPJS. Kecil lah itu jika dibandingkan (defisit BPJS Kesehatan Vs Potensi Zakat Nasional, red)" kata Alumnus Persis Bangil, Abdul Aziz Hasan kepada GoNews.co beberapa waktu lalu.

Aziz menandaskan, "tapi catatan ya, Baznasnya harus kuat dalam artian bisa kerja. Pemerintah juga bantu kuatkan. Soal peraturan, regulasi, apa sih yang nggak bisa? Ini kan negeri kita, apa-apa badan baru. Penerima zakat juga bukan Baznas saja. Trus defisit BPJS mau diarahkan kepada menaikkan iuran misalnya, kasian lah masyarakat kita,".***