JAKARTA - Partai Pengusung Jokowi- Ma'ruf Amin pada Pilpres 2019, sangat memahami kalau pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menjadi mainan lawan menjelang Pilpres 2019.

Hal ini dikatakan anggota Komisi XI dari Fraksi PDI Perjuangan Eva Sundari dalam Diskusi Dialektika Demokrasi bertajuk "Pelemahan Rupiah: Dampak dan Solusinya" di Media Center DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (6/9/2018) siang.

Menurut dia, pemerintah sesungguhya tidak menginginkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah. Namun yang perlu diwaspadai adalah dampak yang ditimbulkan, terutama transisinya melewati angka psikologis 15 persen.

Kalau melewati angka itu, menurut Eva, menjadi alarm. Namun tidak semua pihak yang khawatir jika hal itu terjadi. Sebab para pengusaha kakao justru kaya mendadak. Meski sebagian pengusaha yang mengandalkan impor mengalami kondisi yang agak berat.

Eva Sendiri merasa yakin pelemahan rupiah belum berdampak ke masyarakat. "Coba  teman-teman tanya ke masyarakat belum terasa walaupun sudah melampui Rp 15 ribu. Tapi yang terasa teman-teman oposisi. Ya mulai ramai lah gitu," kata Eva.

Menurutnya, kalau kondisi ini berlangsung hingga Desember dan terjadi efisiensi rasionalisasi sampai terjadi PHK, maka ini menjadi persoalan serius. 

Menyikapi kemungkinan terjadi, Eva mengatakan kalau Bank Indonesia (BI) saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR telah menyiapkan empat skenario. 

"Yang penting tone-nya masih positif. Karena itu, jangan sampai banyak pengamat menggunakan data-data yang nggak benar lalu sentimennya menjadi negatif," kata Eva.

Sementara itu, Anggota Fraksi Gerindra DPR RI, Heri Gunawan menilai, selain sentimen global, kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang tidak baik adalah penyebab melemahnya nilai rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.

"Masih banyak kelemahan pada perekonomian Indonesia yang membuat rupiah gampang tersungkur saat dolar AS tengah perkasa," kata Heri.

Menurut Heri, tanpa intervensi BI mungkin sudah lebih jelek lagi (rupiah) karena ada faktor luar dan dalam. "Jadi saya terus terang tidak sependapat dengan anggapan fundamental ekonomi kita yang kuat," tandas Heri.

Saat ini, menurut dia, eskpor unggulan yang dapat menjadi pemasukan bagi devisa tak lagi ada. Neraca perdagangan juga belakangan terus mencatatkan defisit.

Sementara itu, Muhammad Misbakhum dari Komisi XI DPR RI, meminta agar kondisi nilai tukar rupiah yang semakin anjlok terhadap dolar Amerika Serikat tidak dibawa ke ranah politik. Karena menurut politikus Partai Golkar ini, melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika adalah bukan urusan politik.

"Mari kita sama-sama menjaga pelemahan nilai tukar rupiah ini sebagai tantangan ekonomi," kata Misbakhun.

Terpisah, Ketua DPR RI, Bambang Soestayo mengatakan, semua pihak tak boleh saling menyalahkan seiring pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Merujuk data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) per 5 September 2018, USD sudah mencapai Rp15.000.

Terkait melemahnya nilai tukar rupiah yang mencapai Rp15.000 per dolar AS (data Bank Indonesia 6 September 2018), Ketua DPR menghimbau masyarakat agar Tetap tenang.

"Intinya tetap tenang, tidak panik dan percaya bahwa pemerintah tidak tinggal diam. Saat ini kita bersama-sama dengan pihak dunia usaha termasuk Kadin di dalamnya sedang berusaha mencari solusi yang tepat," ujar Bamsoet, Kamis (06/09/2018).***