SELATPANJANG - Partisipasi pemilih pada Pilkada 2018 di Provinsi Riau masih rendah, tak berhasil mencapai target secara nasional 77,5 persen. Selain KPU, pemerintah dan partai politik (Parpol) pun dinilai ikut menjadi penyebab rendahnya partisipasi pemilih.

Tahun ini, secara nasional KPU RI menargetkan partisipasi pemilih sebesar 77,5 persen. Namun, khususnya Provinsi Riau, partisipasi pemilih hanya berada di angka 59,71 persen (dilihat dari website KPU, Jumat siang).

Menanggapi ini, peneliti Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Riau Triono Hadi mengatakan, partisipasi pemilih di Pilkada 2018 turun jauh dari Pilkada 2013, dan pemilu legislatif dan presiden tahun 2014.

Meskipun KPU sebagai leading dalam penyelenggaraan ini, akan tetapi partisipasi masyarakat tidak seluruhnya menjadi tangungjawab KPU. Sebab, dalam penyelengaran KPU tidak memposisikan partisipasi pemilih sebagai agenda prioritas. Ada berbagai faktor yang mempengaruhi kondisi ini selain peran dari KPU.

Menurutnya, KPU tidak menempatkan upaya mendorong partisipasi pemilih dalam prioritas. Salah satunya dilihat dari bagaimana anggaran dialokasikan. Ditambah lagi lebih 80 persen tenaganya disedot untuk melaksanakan teknis kegiatan kepemiluan. Contoh, seberapa persen anggaran Pilkada Riau 2018 yang dikelola KPU ini yang diarahkan untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam pemilihan.

"Sebagian besar anggaran digunakan untuk membiayai biaya orang (penyelenggara) dan operasional kepemiluan. Biaya yang digunakan untuk mendorong partisipasi pemilih, dapat dilihat hanya dalam bentuk kegiatan debat kandidat, dan penyediaan alat peraga kampanye (APK) calon. Sementara kegiatan lainnya yang mendorong partisipasi pemilih belum terlihat jelas apa bentuknya," kata Alumni UIN Suska tersebut.

Untuk itu, dikatakan Triono lagi, belajar dari pelaksanaan 2018, maka KPU harus mengubah mindset kegiatan yang efktif mendorong partispasi pemilih di berbagai sektor.

Diakuinya, untuk mendorong partisipasi pemilih, bukan serta merta menjadi tanggungjawab KPU. Ada komponen lain yang perlu dilihat yang memang tidak, atau belum memberikan dampak terhadap keinginan pemilih.

Komponen atau faktor lainnya adalah pemerintah dan Parpol.

Pemerintah yang selama ini dihasilkan dari proses demokrasi pemilu dimata masyarakat belum atau tidak memberikan hasil kerja-kerja yang pro masyarakat. Bahkan persoalan korupsi yang terjadi juga menunjukkan bahwa selama ini pilihan yang diberikan kepada masyarakat digunakan secara tidak benar.

Jadi, menurut Triono Hadi, wajar jika masyarakat semakin enggan untuk memberikan hak pilihnya. Karena dianggap memilih hanya untuk mendapatkan kekuasaan dan lupa terhadap masyarakat setelahnya.

Sedangkan Parpol dinilai cenderung disorientasi terhadap tugasnya untuk melakukan pendidikan politik. Malah, justru masayakat menganggap bahwa partai politiklah sebagai biang kerok atas persoalan yang terjadi dinegeri ini.

Seharunys Parpol menjalankan tugasnya untuk melakukan pendidikan politik kepada masyarakat secara terus menerus. Bukan hanya satu tahun atau pada masa kampanye baru berfikir memberikan penidikan politik kepada masyarakat.

"Kesimpulan adalah, partisipasi pemilih rendah disebabkan oleh KPU yang belum optimal dalam mendorong partisipasi publik, pemerintah gagal, serta partai politik yang tidak bekerja," ungkap Triono Hadi, Jumat (29/6/2018). ***