JAKARTA - Penyebaran virus corona tak terbendung dan makin mencemaskan. Jumlah kasus terinfeksi terus bertambah dan kasus kematian akibat virus ganas itu terus meningkat.

Dikutip dari kompas.com, data real time yang dihimpun John Hopkins University, jumlah total kasus virus yang dikonfirmasi di seluruh dunia sudah mencapai 64.441 kasus, dengan 6.983 kasus pasien yang sembuh. 

Peningkatan jumlah infeksi yang terus terjadi ini membuat para ahli penyakit menular memperingatkan bahwa kondisi tersebut dapat menjadi jauh lebih buruk. Virus ini disebut mampu menginfeksi hingga dua pertiga jumlah penduduk dunia. 

Mengutip Bloomberg, Penasihat Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO), Ira Longini memperkirakan kemungkinan adanya jumlah infeksi yang lebih banyak dari yang saat ini tercatat. 

Karantina yang dilakukan oleh China sebagai upaya untuk mengontrol infeksi virus corona mungkin dapat memperlambat penyebaran. 

''Namun, virus bisa saja telah tersebar di China dan di luar China sebelum ia terdeteksi dan menunjukkan gejala,'' kata Longini.

Model yang digunakan oleh Longini untuk memperkirakan hal ini adalah data yang menunjukkan bahwa setiap orang yang terinfeksi biasanya menularkan penyakit kepada dua hingga tiga orang lainnya.

Menurunkan Penularan

Menurut Longini, jika ada cara untuk menurunkan penularan hingga setengahnya, masih ada sepertiga dari populasi dunia yang mungkin terinfeksi.

''Kecuali jika terjadi perubahan kemampuan penularan, pengawasan dan pengendalian yang dapat bekerja dengan sangat baik,'' kata Longini.

Longini menyebut bahwa mengisolasi kasus-kasus yang terjadi ataupun kontak-kontak dengan memberlakukan karantina tidak akan menghentikan virus ini.

Selain Longini, peneliti dari Imperial College London, Neil Ferguson, memperkirakan bahwa sebanyak 50.000 orang mungkin terinfeksi setiap harinya di China.

Profesor Kesehatan Publik di University of Hong Kong, Gabriel Leung, juga mengatakan bahwa hampir dari dua pertiga populasi dunia dapat terinfeksi virus tersebut apabila tidak dilakukan pemeriksaan.

Menurut ahli penyakit menular di London School of Hygiene & Tropical Medicine, David Heyman, mengatakan bahwa ada lebih banyak data yang harus dikumpulkan untuk memahami sejauh mana virus dapat tersebar. 

Perubahan Cara Diagnostik

Pengonfirmasian jumlah kasus juga tidak terlepas dari perubahan cara diagnostik terhadap virus corona COVID-19 yang baru-baru ini diubah.

Mengutip South China Morning Post (SCMP), Komisi Kesehatan Hubei menyebutkan bahwa mereka mengubah kriteria diagnostik yang digunakan untuk mengonfirmasi kasus.

Sebelumnya, para pasien hanya dapat didiagnosis dengan alat tes khusus. Padahal, saat ini, alat tes tersebut menjadi langka di China.

Kini, Komisi Kesehatan Nasional memasukkan diagnosis klinis, penggunaan CT scan, maupun tes lain sebagai kriteria. 

Meskipun perubahan cara diagnosis ini dianggap positif oleh sebagian pihak, tetapi beberapa ahli juga menilai bahwa pemindaian paru-paru adalah cara yang tidak sempurna untuk mendiagnosis pasien.

Alasannya, pasien dengan flu biasa juga dapat terdeteksi pneumonia saat dilakukan pemindaian padanya.

Namun, perubahan kriteria diagnosa disebut sebagai hal yang wajar dalam hal penanganan penyakit baru.***