JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Syarief Hasan, kembali mengingatkan pemerintah agar mempertimbangkan masukan masyarakat terkait penolakan terhadap Omnibus Law UU Cipta Kerja (Ciptaker). Pasalnya, penolakan yang dilakukan oleh berbagai kalangan murni lahir dari keresahan masyarakat.

Syarief Hasan memandang bahwa elemen masyarakat telah melakukan kajian sebelum melakukan aksi untuk menyampaikan aspirasinya.

"Ketika kita mendengar aspirasi mereka tentang uang pesangon yang berkurang, hak cuti yang semakin lemah, UMR yang semakin kecil, dan aspirasi lainnya maka dapat dipastikan bahwa mereka telah melakukan kajian sebelumnya," ungkap Syarief Hasan dalam siaran resmi, Rabu (14/10/2020).

Apalagi, menurut Syarief Hasan, tidak hanya kalangan mahasiswa dan buruh yang menyatakan penolakan terhadap UU Ciptaker.

"Organisasi keagamaan terbesar di Indonesia seperti Nahdlatul Ulama juga telah menyatakan dengan tegas bahwa UU Ciptaker hanya menguntungkan konglomerat dan kapitalis, namun menindas dan menginjak kepentingan para buruh, petani, dan rakyat kecil," ungkapnya.

Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat ini pun menegaskan bahwa Partai Demokrat tidak pernah mendalangi aksi demonstrasi yang dilakukan oleh masyarakat.

"Demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa, buruh, dan elemen lainnya merupakan demonstrasi murni, independen, dan tidak terikat dengan politik praktis," tegas Syarief.

Meski demikian, ia menyatakan bahwa Partai Demokrat mendukung segala bentuk implementasi kehidupan berdemokrasi, tidak anarkis di Indonesia.

"Demonstrasi adalah bagian dari penyampaian pendapat dan implementasi demokrasi, selama tidak anarkis maka dijamin dalam UUD1945. Kami Partai Demokrat menegaskan tidak pernah mendalangi demonstrasi yang terjadi di lapangan," tegas Syarief Hasan.

Syarief Hasan menilai bahwa pihak-pihak tertentu telah menuduh Partai Demokrat dengan sangat tidak bertanggungjawab.

"Penolakan kami terhadap Omnibus Law Ciptaker di DPR RI murni berasal dari kajian internal kami. Kami Partai Demokrat dan Bapak SBY tidak pernah berpikir untuk mendalangi demonstrasi yang dilakukan oleh masyarakat, karena kami sangat menghargai konstitusi dan demokrasi. Tuduhan tersebut adalah tuduhan tidak berdasar, fitnah dan tidak bertanggungjawab," tegasnya lagi.

Menurut Syarief, selain buruh, mahasiswa, dan organisasi keagamaan, penolakan juga dari guru besar dari berbagai kampus. "Guru besar adalah strata tertinggi kampus yang objektif dan ilmiah dalam memandang suatu isu," ungkap Syarief.

Sebelumnya, lanjut Syarief, 38 investor global yang mengelola dana investasi hingga 4,1 triliun dolar AS juga menyatakan keprihatinannya dengan pengesahan UU Ciptaker.

"Pandangan investor global ini sejalan dengan kesimpulan Komnas HAM yang menilai UU ini bertolak belakang dengan prinsip-prinsip keberpihakan kepada lingkungan," ungkap Syarief.

Ia pun mendorong pemerintah untuk melihat aspirasi masyarakat sebagai masukan dan saran yang kritis dan konstruktif. "Pemerintah harusnya mengakomodir aspirasi masyarakat, bukan membangun narasi yang tidak berdasar terkait dari aksi elemen masyarakat," ungkapnya.

Menurut Syarief, aksi ataupun demonstrasi yang dilakukan oleh buruh, petani, nelayan, kaum adat, mahasiswa, hingga LSM lahir dari keresahan di tengah masyarakat.

"Mereka dari masa ke masa terus mengawal segala kebijakan pemerintah termasuk UU Ciptaker. Mereka harusnya diakomodir demi kepentingan bersama, bangsa dan rakyat Indonesia," tutup Syarief. ***