JAKARTA - Acara Press Gathering bertemakan "Etika Politik Dalam Pemilu" yang digelar Koordinatoriat Wartawan DPR/MPR RI di Swiss Belhotel Bandar Lampung, Jumat, 22 Maret 2019 sungguh mengusik hati saya sebagai wartawan.

Ucapan Ketua Umum Majelis Pemusyawaratan Rakyat (MPR-RI), Zulkifli Hasan tentang adanya titik rawan pemilu di hadapan 90 wartawan dari media cetak, elektronik dan online itu bisa menjadi bahan saya yang pertama kali berada dalam liputan politik untuk menuangkan sebuah catatan ringan.

Di luar dugaan memang, Zulkifli Hasan dengan jelas memberikan peringatan akan adanya bahaya yang bisa muncul dari pelaksanaan pemilu serentak.

Peringatan ini memang tidak boleh dianggap angin lalu saja. Apalagi, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) dalam acara tersebut mengakui ada "bara panas" yang dirasakannya pada kunjungan ke-500 titik lokasi.

Pemilihan tema "Etika Politik Dalam Pemilu" ini menjadi inspirasi bagi saya untuk menuangkan tulisan. Sebab, menjaga etika itu merupakan kunci terciptanya suasana damai. 

Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa seluruh warga negara Indonesia pasti tidak menginginkan negeri yang dibangun dengan darah para pejuang ini akan terkoyak-koyak apalagi sampai terjadi benturan akibat perbedaan dukungan. 

Sebaiknya gesekan antara pendukung dua kubu dan munculnya ketidak percayaan masyarakat terhadap penyelenggara pemilu harus segera diselesaikan dan jangan dibiarkan terus berlarut. 

Sebagai pemimpin lembaga tinggi negara, Zulkifli Hasan bersama Ketua DPR RI Bambang Soesatyo wajib mewujudkan keinginan seluruh rakyat Indonesia tersebut.

Salah satu caranya, MPR RI harus bisa mengumpulkan semua pihak duduk di satu meja dengan misi lebih menyempurnakan proses pemilu serentak sesuai dengan ukuran pasal 22E ayat 1 UUD 1945 yang Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia (Luber) dan Jujur dan Adil (Jurdil).

Komitmen menjalankan pasal 22E ayat 1 UUD 1945 itu wajib dipastikan Zulkifli Hasan untuk dipegang teguh semua pihak yang bertanggung jawab baik di Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Polri, TNI, Tim Kampanye Nasional (TKN) 01 Capres/Cawapres Joko Widodo dan Ma'ruf Amin dan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Capres/Cawapres 02, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno.

Paling tidak komitmen yang disampaikan dalam pertemuan tersebut bisa  mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggara Pemilu.

Sekali lagi hakikat pemilu itu adalah "perang" kekuasaan dengan damai. Tentu saja kita tidak ingin hakikatnya muncul dan damainya hilang. ***