PEKANBARU, GORIAU.COM - Disebut-sebut sebagai salah satu Calon Walikota Tanjung Pinang pada 2012 silam, Raja Fahmizal Usman ternyata tidak menyentuh pemerintahan di sana. Putra dari Raja Usman Draman yang berdarah Indragiri dengan ibu Raja Syahniar Usman yang berdarah Pulau Penyengat Kepri pada akhirnya justru berlabuh di Pemerintah Provinsi Riau.

Memangku jabatan Kepala Biro Humas Setdaprov Riau yang disebut-sebut sebagai 'Partai Neraka' tidak membuatnya risau. Karakteristiknya yang mencoba selalu memahami beragam situasi inilah yang menjadi modal kuat dalam menghadapi bengkalai kerja kehumasan yang terkadang begitu sulit diprediksi.

Posisi yang menempatkannya berada dalam dua sisi yang terkadang saling bertentangan. Alur pemberitaan media tak sama lagi ketika di era Orde Baru. Jabatan humas yang sebelumnya identik dengan pembuat press rilis, kini berganti layaknya public relation di perusahaan modern.  

Inilah salah seorang birokrat muda yang diprediksi bakal bersinar. SPS Riau menganugerahinya sebagai pejabat humas paling populer 2013. Dan waktu membalap sedemikian terburu saat bermuka-muka dengan tokoh muda enerjik ini.

Raja Fahmizal Usman tak banyak berubah. Jauh dari pesan birokrat. Seolah tak ada sekat. Ia agaknya sedemikian terbiasa untuk mendengar sebelum pada akhirnya memutuskan pendapat.

Bekalnya jelas tak sebatas loyalitas namun menukik ke sisi yang lebih khas, yakni kemampuan bekerja di bawah tekanan, mengorganisir tim yang solid, belajar terus-menerus, adaptif sampai masuk ke ranah jurnalistik yang penuh labirin.

Seluruhnya ia nikmati sebagai tantangan dengan dinamikanya yang memang luar biasa. Sebelumnya, banyak yang berpendapat talentanya memang di humas. Namun setelah dicerna, Fahmi berpendapat ada benarnya juga saat mencoba berdialog dengan diri sendiri.

Arus informasi yang selalu berubah dan kebiasaan bergaul dengan beragam kalangan membuat tugas serasa tak jadi beban. Fahmi sesungguhnya bukan orang baru di Humas Pemprov Riau.

Sebelumnya ia dikenal sebagai salah seorang Kepala Sub Bagian di institusi tersebut. Ia kembali ke Humas justru di tengah kondisi yang membutuhkan konsentrasi penuh, dimana Riau tengah menghadapi transisi pemerintahan. Boleh dikatakan, Fahmi adalah adalah pejabat Humas Pemprov Riau paling kompleks jika ditilik ia menjabat di era terakhir Rusli Zainal, Djohermansyah Djohan dan kini Gubernur Annas Maamun.

SPS Riau menganugerahkan Fahmi sebagai pejabat humas paling populer pada 2013. Penghargaan yang diberikan perusahaan pers dan dikumpulkan atas pendapat para jurnalis itu sesungguhnya adalah akumulasi dari talentanya. Tak berjarak adalah salah satu yang menjadi sangat khas dari Fahmi Usman.

Selebihnya, tentu adalah visinya yang kuat. Ia adalah prototipe pekerja keras yang meyakini bahwa humas adalah bagian penting dari pencitraan. Karenanya ia terkadang memberi masukan. Menunjukkan ‘peta pemberitaan’ yang jika abai meraba, alamat guncang seisi kantor.

Banyak kebijakan bagus yang jika tak dikomunikasikan dengan baik justru berbalik menjadi sangat kontraproduktif. Di tengah kesibukan kerja, dirinya mencoba selalu meluangkan waktu untuk berdiskusi dengan kawan-kawan jurnalis. Mereka, seperti halnya juga bagian dari pemerintahan. Dimana adalah orang-orang luar biasa yang memimpikan kondisi menjadi lebih baik.

Kritik sering berhamburan, namun demikianlah salah satu syarat penting untuk maju. Semua tidak bisa berjalan baik tanpa kritikan. Media adalah mitra paling strategis yang mengingatkan agar tetap bekerja lebih baik lagi. Demikian seterusnya hingga pelan-pelan akan terbangun simbiosis-mutualisma untuk kepentingan kemaslahatan publik.

Humas sesungguhnya adalah jembatan, menghubungkan beragam kepentingan, mengomunikasikan dengan baik kebijakan pimpinan agar beroleh respon yang positif, termasuk ketika sampai di media. Karenanya, selain teori komunikasi yang tekstual, diperlukan kemampuan membaca situasi di lapangan. Cara paling jitu adalah merapat ke kawan-kawan media.

Mereka menguasai arus pemberitaan yang terkadang belum diketahui. Jika dipikir, relationship dengan media adalah salah satu aset penting. Banyak pejabat humas yang bahkan paranoid dengan wartawan. Hal yang sangat ironis karena pada dasarnya tugas kehumasan mengharuskan ia justru harus selalu berkomunikasi dengan para jurnalis.

Baginya, humas juga adalah soal belajar terus-menerus. Misalnya saat ini sudah sampai ke tahapan konvergensi media. Sedemikian cepat dan terkadang memang membuat kaget semisal fenomena media sosial. Kemudian juga media online, televisi, radio, dan surat kabar yang di banyak bagian sudah saling terintergrasi.

Masing-masing media memiliki kekhasan, semisal memahami media televisi yang justru berburu ‘kutipan’ pendek yang jitu dari narasumber. Hal-hal detil inilah yang terus dipertajam sehingga masing-masing pihak berjalan nyaman. Dulu wartawan harian harus masuk kantor untuk menulis sebelum sebuah berita naik cetak.

Saat ini para jurnalis surat kabar bisa menggunakan gadget dan tak harus masuk kantor menyetor berita. Reporter televisi dulunya harus pakai OB-Van untuk siaran langsung. Sekarang mereka cuma butuh program skype. Hanya butuh laptop dan jaringan internet.

Ke depan, ia menyatakan bahwa tantangan sebagai Humas ada pada organisasi itu sendiri. Ia menyatakan soal sejauh mana humas bertransformasi seiring dengan dinamika perubahan. Ia menyatakan menyediakan ruang khusus full jaringan internet untuk memudahkan wartawan mengirimkan kabar dari Riau ke seluruh pelosok.

Kecintaanya kepada dunia humas juga yang mengantar Fahmi masuk kampus lagi. Usai menamatkan Pascasarjana Universitas Indonesia, ia kini tercatat sebagai mahasiswa S3 di Management and Science University (MSU) Syah Alam, Kuala Lumpur, Malaysia.***