JAKARTA - Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) menjadi topik hangat politisi pasca gelaran Pemilu Serentak 2019. Konsesi jabatan dan kekuatan lembaga menjadi penting untuk melanjutkan kemenangan Pemilu dalam upaya membangun bangsa.

Ketua Badan Legislasi DPR RI, Supratman Andi Agtas mengungkapkan, UU MD3 akan kembali ke asas proporsional, dimana komposisi kursi pimpinan DPR RI diisi sesuai dengan lima besar perolehan kursi DPR RI hasil Pemilu 2019.

Yang artinya, F-PDI Perjuangan dipastikan mendapat jatah satu kursi Ketua DPR RI. Disusul kemudian F-PG, F-Gerindra, F-Nasdem, dan F-PKB masing-masing sebagai Wakil Ketua DPR RI. Sementara komposisi Pimpinan DPR RI yang ada sekarang, merupakan hasil Pemilu 2014 dimana terjadi pengembangan dari politik akomodatif.

“Apa yang saya maksudkan dengan politik akomodatif itu pada pembahasan yang lalu adalah bagaimana kursi Pimpinan DPR kita tambah satu untuk jatah PDI Perjuangan yang waktu itu sebagai pemenang Pemilu, tapi tidak mendapat jatah kursi pimpinan," kata Supratman.

Hal itu disampaikan Supratman dalam Diskusi Forum Legislasi bertajuk “MD3 Perlu Dipisah? Kursi Pimpinan, Jalan Tengah atau Jalan Buntu” di Media Center DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (25/6/2019).

Ia menjelaskan, UU MD3 saat ini, sudah dua kali mengalami revisi. Revisi pertama menyangkut penambahan pimpinan alat kelengkapan dewan, kecuali pimpinan DPR. Pada revisi kedua akhirnya menempatkan F-PDI Perjuangan sebagai wakil ketua DPR.

Turut berbicara mengenai politik akomodatif, Anggota Fraksi PDIP DPR RI, Andreas Hugo Pariera. Andreas mengatakan, politik akomodatif sebenarnya untuk mengembalikan marwah dari pada MD3 untuk kembali berdasarkan komposisi dukungan dari masyarakat.

"Saya kira ini dasar argumentasinya yang kemudian di dalam pembicaraan dan perdebatan yang cukup panjang tapi akhirnya disepakati," katanya.

Ia melanjutkan, "sehingga, kalau kita sekarang bicara lagi soal ada wacana perubahan, maka menurut saya tidak ada relevansinya lagi,".

Senada, Ketua Fraksi PKB DPR RI, Cucun Ahmad Syamsurijal, juga menilai bahwa UU MD3 tak perlu direvisi.

"Kalau ditanya kepada PKB, ya kami sebagai bagian dari pemenang pemilu, ya tahu lah jawabannya," ujarnya disambut tawa segenap peserta diskusi.

Di forum yang sama, Anggota Fraksi PKS DPR RI, Nasir Djamil mengemukakan, bahwa pembahasan UU di DPR RI, tergantung pada kesepakatan.

"Kalau mau cepat, bisa. Kalau mau lambat, bisa. Mau dihilangkan juga bisa," kata Nasir yang sudah hampir 15 tahun menjadi legislator.

Tapi Nasir menegaskan, pihaknya tak memaksakan agenda revisi UU MD3 itu harus segera direalisasi. Katanya, "kalau memang belum saatnya ya nggak masalah,".***