KITA bersyukur karena republik kita ini dihuni orang-orang beragama sekaligus negeri terbesar di dunia pemeluk  Islam-nya.

Kita bersyukur karena ada kecenderungan  perempuan Islam menutup aurat walaupun sebagian belum memenuhi  syarat. 

Kita bersyukur ada peningkatan aktifitas majelis taklim dan kita bersyukur pembangunan tempat  ibadah, terutama masjid  semakin cantik dan indah. Dimana sebagian besar masjid sudah pakai alat pendingin ruangan (AC),  lantai granit  atau karpet yang relatif mahal, termasuk tempat wudhu yang begitu mewah.

Sekali lagi kita bersyukur dan alhamdulillah karena ada peningkatan, terutama semangat  untuk meramaikan masjid.

Dengan kondisi seperti ini logika dan akal sehat  mengatakan sepertinya ajaran Islam sudah semakin akrab dengan jamaah. Namun kita risau karena logika dan akal sehat di atas belum terlihat  peningkatan manfaatnya secara signifikan dalam kehidupan keseharian.

Kita risau masih banyak rambu-rambu agama yang dilabrak. Kita risau kejujuran dan keteladanan semakin  hilang. Kita risau tokoh-tokoh Islam, termasuk tokoh partai Islam banyak dipenjara.

Kita risau pelanggaran-pelanggaran dianggap hal biasa. Kita risau rasa malu semakin tiada. Kita risau berkeliaran berita-berita bohong, kebencian, fitnah dan provokator.

Tak  terbantahkan bahwa saat ini semakin banyak orang pintar, orang  alim tapi semakin banyak pula  yang minus akhlak.

Masih terlihat dan terdengar orang-orang sombong, dengki, fitnah, gunjing, penipu dan orang-orang yang tak jujur. 

Itulah sebagian indikasi ketidakseimbangan antara kualitas masjid dengan kualitas jamaah.

Pertanyaannya, kenapa bisa terjadi? Jawaban singkatnya adalah; akibat ajaran Islam belum diamalkan dengan baik, baru sebatas diketahui, dihafal-hafal atau diwirid-wiridkan, belum dijadikan kebutuhan dan tuntunan.

Belum dijadikan panduan dalam keseharian. Disebut juga, rukun dan syariat lainnya belum berdampak atau berbuah.

Inilah yang disebut beragama hanya formalitas dan rutinitas. Kalau sudah berdampak, diyakini kehidupan umat Islam berlangsung aman, damai rukun, saling menghargai, toleran karena dipandu oleh akhlakul karimah dan tauhid yang mantap.

Sekarang, tempat ibadah, khususnya masjid sudah kita bangun dengan begitu indah. Pertanyaannya, kapan  pula kita tingkatkan kualitas umat atau jamaah?

Barangkali diawali dengan meninjau ulang metode dakwah, saat ini terkesan sekedar mendengar ceramah, belum ada keinginan untuk belajar agama lebih serius lagi.

Ceramah memang perlu, tapi lebih penting lagi belajar. Jangan hanya bangga dengan kualitas fisik masjid sedangkan kualitas jamaah belum berbanding lurus.

Untuk kita renungkan bersama dan harus kita mulai, jika tidak jangan heran apa yang kita risaukan di atas akan berulang terus, malah akan meningkat pula.

Kita tahu sebagian besar pelaku kemungkaran adalah orang beragama, tahu halal haram, tahu yang boleh dan yang tidak, sering ke masjid, umrah dan haji. Malah tak ketinggalan tokoh-tokoh agama termasuk ustaz sekalipun.

Intinya adalah karena terabaikan pendidikan agama, terutama yang berhubungan dengan akhlak. Jangan hanya mendengar ceramah saja, harus diiringi pula dengan pembelajaran  yang terukur. Masjid kita bangun dengan baik, jamaah pun kita bangun kualitasnya. Insyaallah.***

Penulis adalah pengamat agama dan sosial/Ketua Dewan Pembina IKMR Provinsi Riau.