WELLINGTON -- Sebelum memutuskan memeluk Islam (mualaf), Jon Toogood merupakan seorang ateis (tidak percaya adanya Tuhan). Dia bahkan menganggap orang-orang beragama menjengkelkan.

Dikutip dari Republika.co.id, Jon Toogood memiliki grup band beraliran heavy metal bernama Shihad. Nama band tersebut disepakati bersama temannya, Tom Larkin, usai menonton film adaptasi David Lynch dari novel fiksi ilmiah Dune. Film ini dibangun dengan adegan pertempuran yang epik yang disebut jihad. Saat itu mereka salah dengar, karena menyebut jihad dengan 'shihad'.

Shihad telah merilis empat album yang kemudian mendapat pujian setelah diputar ke seluruh belahan dunia. Bahkan mendapat dukungan besar dari band-band seperti Metallica dan Faith No More.

Kemudian Shihad berkesempatan merekam album dengan anggaran besar di Los Angeles. Personel band meyakini, itu menjadi peluang terbaik untuk memecahkan pasar Amerika Serikat (AS) yang sangat penting bagi mereka. Hingga akhirnya peristiwa 9/11 terjadi, dan mengubah arah dunia dan sejarah band Shihad.

Suatu ketika, saat berada di kamar hotel, Jon Toogood menonton berita terhangat yang memenuhi setiap stasiun televisi. ''Tom pergi, 'Nyalakan televisi, Perang Dunia Ketiga dimulai!','' kata Toogood mengenang serangan teroris di Menara Kembar di New York, seperti dilansir dari laman RNZ.

''Kami mulai menyadari, nama kami seperti menyebut diri Anda 'Matilah Amerika','' lanjut Toogood.

Setelah nama band Shihad diganti, usai berjuang selama 15 tahun untuk merilis rekaman di Amerika, mereka memperkenalkan kembali diri mereka dengan nama baru, yaitu Pacifier, judul salah satu lagu terbesar mereka.

Grup band rock tersebut merilis album dengan nama Pacifier. Namun, penggemar fanatik mereka menolak perubahan nama band itu. Dihadapkan dengan nyanyian 'Shihad' yang selalu ada di pertunjukan, band ini akhirnya mendapatkan kembali nama aslinya.

Setelah itu, ketika band Shihad tetap aktif, pernikahan Toogood berantakan sehingga dia memantapkan dirinya pada usaha baru, termasuk proyek sampingan dengan nama bebas yang penuh kontroversi, yaitu The Adults.

Suatu kali, pada sebuah pesta setelah lokakarya penulisan lagu, Toogood memperkenalkan dirinya kepada seorang pelajar Sudan. ''Namanya Dana. Dia memakai kerudung, jadi saya pikir dia mungkin Muslim,'' kata Toogood. 

Hubungan mereka mendorong munculnya perubahan yang mendalam dalam kehidupan Toogood. Dia selama ini menghabiskan karier musiknya untuk menyuarakan masalah identitas, tetapi dia tidak pernah mempertanyakan sistem kepercayaannya seperti yang dituntut dalam hubungan barunya.

''Aku ingat aku berkata padanya, 'Jadi kau memberitahuku bahwa jika aku ingin menikahimu, Aku harus masuk Islam?'' Dan dia berkata, 'Ya, ya.' Saya harus mempertanyakan seluruh sistem kepercayaan saya di sini,'' terang Toogood.

Menurut Toogood, ada sesuatu yang indah tentang Islam. ''Karena Islam itu indah bagiku. Islamlah yang membuatku berkata, 'Pasti ada sesuatu untuk ini.' Jadi, saya akan mengambil lompatan keyakinan di sini dan saya akan langsung terjun,'' ungkapnya.

Toogood pun masuk Islam tetapi masih sebatas diketahui di kalangan keluarganya, teman, dan kolega terdekatnya di industri musik. Ketika dia dan Dana siap berbicara dengan media, mereka memilih majalah Selandia Baru untuk memuat berita itu. 

Tetapi ketika berita pengepungan Lindt Cafe di Sydney pecah, dia meminta potongan hasil wawancara itu ditarik. Dengan kejadian di luar kendalinya, memaksa Toogood menjaga agamanya sebagai persoalan pribadi.

Selama itulah ia mengembangkan dirinya di luar band Shihad, dan menulis tesis tentang musik budaya Sudan yang dia nikahi, serta memulai pekerjaan sampingan sebagai guru. 

Pada 15 Maret 2019, kabar penembakan di dalam masjid Al Noor di Christchurch menjadi berita yang selalu memenuhi media massa, bahkan di dunia. Toogood sedih dan marah karena peristiwa itu terjadi di negara tempat dirinya dibesarkan dan yang ia cintai.

''Namun momen itulah yang membuat saya berpikir, inilah saat yang tepat untuk bicara bahwa saya telah masuk Islam,'' ujarnya.

Musisi Selandia Baru berdiri di belakang komunitas Muslim dengan penggalangan dana You Are Us di Stadion Christchurch. Mereka menampilkan barisan lokal termasuk Lorde dan Marlon Williams. Shihad dan The Adults juga ikut, dan Toogood tiba di Christchurch sehari sebelum konser.

Sepekan sebelumnya, Toogood menceritakan kisah mualafnya ke sebuah surat kabar Selandia Baru. ''Orang-orang dari masjid Al Noor membawa saya ke depan. Ini tanda rasa hormat yang besar. Semakin dekat Anda ke depan, semakin dekat Anda dengan Tuhan,'' katanya kepada surat kabar itu.

''Salah satu bagian dari sholat adalah gerakan yang disebut sujud, di mana Anda menyentuhkan kepala ke tanah. Dan ketika saya lakukan itu baru saya sadari, lantai ini dilapisi dengan karton. Dan alasannya tertutup karton karena di bawahnya hanya ada darah. 51 orang telah dibunuh di ruangan ini.''

''Dan pada saat itulah saya menangis. Saya hanya diliputi kesedihan karena berada di ruangan itu. Saya pergi ke sana untuk menawarkan dukungan saya, untuk memeluk mereka, dan mereka akhirnya menghibur saya,'' kata dia menceritakan keharuannya.

Di hari berikutnya, Toogood bersiap untuk konser di Stadion Christchurch. ''Kami akan memainkan lagu Pacifier, yang merupakan lagu harapan dan kekuatan. Dan kemudian kami akan menutupnya dengan Home Again, sebuah lagu tentang rumah.''

''Saya hanya ingin memastikan bahwa ini bukan tentang saya berada di atas panggung. Ini tentang semua orang di stadion itu yang menyadari bahwa apa yang terjadi di Masjid Al Noor bukan dunia yang ingin kita tinggali. Orang-orang yang mencoba memisahkan kita, itu semua hanya lelucon, itu tidak nyata,'' tuturnya.

''Saya tahu dari pengalaman langsung bahwa salah satu manusia terbaik yang pernah saya temui, kebetulan seorang Muslim. Ini membuktikan teori Anda tentang Muslim yang marah dan picik sepenuhnya salah. Saya tahu pasti. Saya sudah menjalaninya,'' imbuhnya.***