PEKANBARU, GORIAU.COM - Seorang Balita berusia 13 bulan di Pekanbaru, Riau, terpaksa mendapat perawatan di Rumah Sakit Santa Maria, lantaran menderita radang paru-paru. Balita malang ini, kini harus melawan sakitnya dan terbaring lemas dengan selang oksigen di hidungnya.

Sudah tiga hari lamanya Gibran Doktora Deysra menjalani perawatan di RS Santa Maria, Sejak Jumat (25/9/2015) malam lalu. Suhu tubuhnya bahkan mencapai 40 derajat celcius, disertai batuk dan pilek. Kedua orangtua Gibran, Yusra Afdal Kahar dan istrinya Desi R Yanti, tak bisa berbuat banyak, selain memendam rasa iba seraya memanjatkan doa kesembuhan atas penyakit anak kesayangannya.

Yusra yang ditemui GoRiau.com di RS menceritakan, anaknya mulai demam sejak Senin pekan lalu. Waktu itu Gibran juga batuk dan pilek. Khawatir anaknya terserang ISPA, sang ayah akhirnya memutuskan untuk merujuk anaknya ke RS Awal Bros Panam. Di sana balita malang ini diberi obat penurun demam. Namun itu bukan solusi, lantaran tiga hari berselang, kondisi Gibran justru kian memburuk.

"Jumat tengah malam anak saya demam tinggi. Kami memutuskan membawanya ke Santa Maria. Dokter menganjurkan agar anak kami dirawat. Malam itu juga Gibran langsung di Infus, hidungnya dipasangi selang oksigen dan selang uap agar lendir yang ada di hidung dan tenggorokan bisa berkurang dan pernafasannya bisa lancar," urai Yusra.

Orangtua mana yang tak hancur hatinya, saat melihat sang buah hati harus dipasangi alat medis begitu banyak, padahal usianya baru 13 bulan. Bahkan kesedihan tak berhenti disana, saat Yusra dan Desi harus menerima kenyataan pahit, dimana dokter menyatakan kalau anaknya menderita radang paru-paru, yang sudah pasti diakibatkan oleh dampak paparan asap.

"Saat itu anak saya sudah dalam kondisi ngedrop, untuk menangis saja sudah tak kuasa (Gibran). Nafasnya sesak dan berat. Kadang-kadang mengigau. Betul-betul tak tega melihatnya. Belum lagi begitu banyak alat medis dipasang. Dokter bilang dia menderita radang paru-paru akibat ISPA parah," kisah Yusra.

Sejak masuk rumah sakit Jumat kemarin, kondisi Gibran belum pulih benar. Nafasnya masih sesak dan batuk berdahak. Dia juga harus dipasangi selang uap tiga kali sehari, untuk membantu pernafasannya supaya lega. "Kalau tidak dipasang uap bisa bahaya. Sore ini anak saya dirontgen, untuk melihat perkembangan kondisi paru-parunya," sebutnya, Senin (28/9/2015) sore.

"Saya tak habis fikir, sejak ada bencana asap, anak saya terus berada di kamar dan tidak keluar rumah. Sudah begitu pun tetap saja terserang radang paru-paru. Lalu mesti bagaimana lagi masyarakat bertindak menanggapi asap ini. Kalau mau selamat dari penyakit ya jalan satu-satunya mengungsi. Karena meski di dalam rumah, toh asap juga masuk hingga ke dalam," mirisnya.

Tak Hanya Gibran, Kakaknya Juga Menderita ISPA


Yusra menceritakan, selain anak bungsunya Gibran, penyakit ISPA juga dialami anak keduanya yang berumur empat tahun. Hanya saja kakak dari Gibran tidak mengalami sakit yang parah seperti adiknya itu. "Itu si kakak juga panas badannya, dan batuk-batuk. Kita langsung antisipasi agar tidak parah. Yang paling besar kelas empat sekolah dasar alhamdulillah tidak sakit," kata bapak tiga anak ini.

Terkait hal ini, Yusra berharap agar pemerintah Riau bertindak tidak setengah-setengah, mengingat dampak asap sangat membahayakan, tak hanya bagi kesehatan, melainkan juga perekonomian. "Sejak asap, biaya listrik meningkat, karena AC hidup 24 jam. Belum lagi dana pengobatan harus kita tanggung sendiri. Selain itu waktu kita juga dikorbankan karena merawat anak," tegas dia seraya memastikan kalau tidak ada bantuan dari pemerintah daerah.

"Kalau mau meliburkan anak-anak ya jangan setengah-setengah, liburkan juga orangtuanya, karena percuma anak libur tapi orangtua tak bisa libur, lalu siapa yang mengawasi, belum lagi waktu yang dikorbankan untuk membawa sang anak evakuasi ke kota yang udaranya jauh lebih baik. Kalau Gibran sudah pulih, saya rencananya akan ungsikan keluarga ke kota lain," tegas Yusra. (had)