JAKARTA - Pemerintah Indonesia juga mengapresiasi pembentukan Scientific Committee (Komite Sains) di bawah CPOPC, untuk bersama-sama menjawab kampanye negatif di berbagai negara terkait produk-produk kelapa sawit. Yakni dengan fakta atau narasi yang berbasis sains ataupun kajian ilmiah.

''Kampanye negatif itu harus dihadapi dengan fakta atau narasi berbasis kajian ilmiah maupun sains,'' ujar Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto melalui keterangan resmi, Sabtu (27/2/2021).

Selain itu, Pemerintah Indonesia mengajak Pemerintah Malaysia untuk bersinergi membangun kesamaan pandangan dan kebijakan, dalam menghadapi diskriminasi atau kampanye negatif mengenai kelapa sawit tersebut.

''Kedua negara harus bekerja sama secara optimal untuk meningkatkan penerimaan produk sawit di pasar dunia. Sehingga pengembangan produk hilir sawit menjadi pilihan dengan memperhatikan peningkatan nilai tambah produk,” kata Airlangga Hartarto.

Dikatakan Menko Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menerangkan pemanfaatan lahan untuk sawit lebih efektif jika dibandingkan dengan tanaman minyak nabati lainnya. “Secara keseluruhan, minyak sawit memasok 31 persen kebutuhan minyak nabati dunia dengan total penggunaan lahan yang hanya 5 persen,” katanya melalui keterangan resmi, Sabtu (27/2).

Data tahun 2019 dari International Union for Conservation of Nature (IUCN) menunjukkan bahwa setiap produksi 1 ton minyak nabati, untuk bunga matahari diperlukan lahan seluas 1,43 hektar. Sementara untuk memproduksi volume yang sama dari tanaman kedelai dibutuhkan lahan 2 hektar. Sedangkan untuk kelapa sawit hanya dibutuhkan lahan seluas 0,26 hektar.

Setelah Indonesia menerapkan kebijakan mandatori B30, awal tahun 2020 lalu, maka produksi biodiesel nasional terus bertambah. Melalui kebijakan ini, Indonesia juga berhasil menjaga kestabilan supply dan demand kelapa sawit secara global. Pemerintah Indonesia juga mengajak Pemerintah Malaysia agar tetap menjaga keseimbangan ini, agar harga sawit di pasar dunia tetap menguntungkan. “Berkat harga yang relatif stabil, kebijakan ini juga turut membantu kesejahteraan petani kelapa sawit di Indonesia,” ujar Menko Airlangga.

Sebelumnya, CPOPC sudah menggelar pertemuan yang dihadiri oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Industri Perkebunan dan Komoditas Malaysia, Datuk Dr. Mohd Khairuddin Aman Razali, juga dihadiri perwakilan negara lain. Seperti Menteri Pertanian dan Pengembangan Desa Kolombia, Rodolfo Enrique Zea Navarro; Menteri Pangan dan Pertanian Ghana Dr. Owusu Afriyie Akoto; Menteri Pertanian Honduras Mauricio Guevara Pinto dan Kepson Pupita, Senior Official Papua New Guinea mewakili Menteri Pertanian, sebagai negara observer CPOPC yang dalam waktu tidak lama lagi menjadi anggota penuh CPOPC.

Pertemuan Tingkat Menteri tersebut diakhiri dengan CEO Forum yang di co-chair oleh kedua menteri dan dihadiri CEO Perusahaan Kelapa Sawit kedua negara. CEO Forum menyepakati perlunya pendekatan diplomatic untuk mengcounter negara-negara yang menerapkan tariff barrier atas produk kelapa sawit dan perlu tetap bersama-sama menghadapi segala tantangan supaya kelapa sawit tetap dapat melangkah jauh dan cepat (Together we can go far and fast). ***