PADANG - Lima kabupaten dan kota di pesisir Sumatera Barat (Sumbar) rentan abrasi dan berpotensi likuifaksi (tanah bergerak) bila terjadi gempa.

Dikutip dari kompas.com, informasi itu merupakan hasil penelitian Loka Riset Sumber Daya dan Kerentanan Pesisir (LRSDKP), Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2019. Abrasi pantai terjadi di Padang, Pesisir Selatan, Padang Pariaman, Agam dan Pasaman Barat.

Potensi likuifaksi juga ditemukan di lima kabupaten/kota itu dengan kategori rendah, sedang, hingga tinggi.

Di Padang, abrasi terjadi hampir di seluruh kecamatan yang memiliki pantai, mulai dari Bungus Teluk Kabung, Lubuk Begalung, Padang Selatan, Padang Barat, Padang Utara, Koto Tangah. Di tiap kecamatan itu, abrasi terjadi dari kategori rendah, sedang, hingga tinggi.

Sepanjang 24,7 kilometer dari 74 kilometer garis pantai di Padang mengalami abrasi selama periode 2009-2018 dengan kisaran 0,21 meter hingga 49,4 meter per tahun.

''Abrasi terparah terjadi di kawasan Pelabuhan Teluk Bayur, Kecamatan Lubuk Begalung, yaitu sebesar -49,4 meter per tahun,'' kata Kepala LRSDKP Nia Naelul Hasanah Ridwan di Padang dalam laporannya pada acara diskusi ''Pemaparan Hasil Riset Kerentanan Pesisir di Sumatera Barat dan Kajian Sampah Laut di Banda Aceh'', Senin (9/12/2019).

Sementara itu, di Padang Pariaman, abrasi terjadi di empat kecamatan, yaitu Batang Gasan, Nan Sabaris, Ulakan Tapakis, dan Batang Anai. Laju abrasi tertinggi berada di Batang Anai yang mencapai -10,58 meter per tahun.

Adapun di Pesisir Selatan, abrasi dengan kategori sedang hingga tinggi terjadi di tiga kecamatan, yaitu Batang Kapas, Linggo Sari Baganti (Nagari Air Haji), dan Silaut (Nagari Sambungo).

Di Agam, abrasi kategori tinggi terjadi di Kecamatan Tanjung Mutiara (Nagari Tiku Selatan). Di Pasaman Barat, abrasi kategori tinggi terjadi di Kecamatan Kinali.

''Selain pola arus laut dan karakteristik pantai berpasir, abrasi juga terjadi akibat tidak adanya bangunan ataupun tumbuhan yang dapat menahan abrasi, seperti bakau dan cemara laut. Namun, di sejumlah tempat, ada bakau yang dibabat untuk pembuatan tambak di sekitar pantai,'' kata Nia.

Potensi Likuifaksi

Selain abrasi, peneliti dari LRSDKP dengan pengukuran geolistrik juga menemukan potensi likuifaksi saat terjadi gempa besar. Di Padang, potensi likuifaksi ditemukan di Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus, Pantai Nirwana, Pantai Air Manis, Ulak Karang, Pantai Padang (relatif tinggi), dan Pantai Pasir Jambak. Di Padang Pariaman, potensi likuifaksi berada di Kecamatan Sungai Limau dan Kecamatan Ulakan Tapakis.

Di Agam, potensi likuifaksi ditemukan di Nagari Tiku, Kecamatan Tanjung Mutiara, dengan kategori rendah. Di Pasaman Barat, potensi likuifaksi ditemukan di Nagari Sasak, Kecamatan Sasak Ranah Pasisie dengan kategori tinggi dan Nagari Air Bangis, Kecamatan Beremas, dengan kategori sedang. Sementara itu, di Pesisir Selatan, potensi likuifaksi kecil di tiga kecamatan, yaitu Lunang Silaut, IV Jurai, dan Linggo Sari Baganti.

Nia menjelaskan, paparan hasil riset tersebut tidak bertujuan untuk menakut-nakuti masyarakat dan pemerintah daerah. Sebaliknya, paparan tersebut diharapkan menjadi pertimbangan dalam pengambilan kebijakan dan perencanaan pembangunan daerah. Dengan temuan itu, misalnya soal abrasi, pemerintah daerah ataupun pusat bisa segera melakukan antisipasi agar tidak semakin parah.

''Tahun depan temuan itu akan kami kaji lagi lebih dalam, terutama di beberapa titik yang butuh perhatian khusus. Akan kami teruskan. Jadi nanti, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota sudah punya ancang-ancang dari sekarang,'' kata Nia.

Sebagai Pertimbangan

Wakil Gubernur Sumatera Barat Nasrul Abit mengatakan, hasil riset itu dapat menjadi pengetahuan bersama terkait kerentanan pesisir di daerah masing-masing. Nasrul pun mengajak kepala daerah di kabupaten/kota di kawasan pesisir untuk menjadikan hasil riset itu sebagai pertimbangan dalam perencanaan pembangunan.

''Hasil riset itu bisa jadi tolok ukur dalam perencanaan pembangunan. Kalau ada lokasi yang punya potensi likuifaksi, jangan sampai ada penduduk di kawasan itu. Kalau sudah terlanjur, konstruksi bangunan harus disesuaikan,'' kata Nasrul.

Nasrul mengingatkan, ancaman megathrust Mentawai yang berpotensi memicu gempa 8,9 skala richter mesti diwaspadai. Sebab, kawasan pesisir sangat rentan karena berhadapan langsung dengan Samudera Hindia. Upaya mitigasi bencana perlu terus digaungkan, meskipun tidak diketahui kapan gempa akan terjadi.

Kepala Badan Litbang dan Pengembangan Sumbar Reti Wafda mengatakan, hasil kajian itu sangat dibutuhkan sebagai dokumen perencanaan di Sumbar. Balitbang akan berkoordinasi dengan satuan kerja perangkat daerah terkait, seperti Dinas Lingkungan Hidup dalam proses memberikan rekomendasi dokumen lingkungan kegiatan pembangunan di kawasan pesisir.

Ditambahkan Reti, Balitbang juga akan membahas hasil riset itu dengan perguruan tinggi dan lembaga riset lainnya di Sumbar untuk penelitian lebih lanjut. ''Harus ada lanjutannya agar lebih rinci, konkret, dan menyeluruh,'' kata Reti.***