PEKANBARU - Gerakan Pilkada Berintegritas Riau (GPBR) 2020, melaporkan dugaan kejanggalan serius dalam penggunaan ijazah dua kandidat bupati di Pilkada Rokan Hilir ke Polda dan Kejati Riau.

Laporan terhadap dua paslon bupati Rohil, yakni Calon Bupati Afrizal Sintong dan Calon Bupati Asri Auzar, resmi disampaikan oleh Koordinator Gerakan Pilkada Berintegritas Riau 2020, Pagar SH ke Polda Riau, dan Kejaksaan Tinggi Riau, pada hari Senin (30/11/2020) sore.

"Kami merasa tidak ada tindak lanjut yang konkret dari Bawaslu Riau dan KPU Riau, terkait informasi yang kami sampaikan dua pekan lalu. Sehingga, kami mendorongnya ke penyelesaian lewat jalur hukum yang adil, transparan, tuntas dan profesional," kata Pagar, Selasa (1/12/2020).

Pagar menjelaskan, selain menyampaikan surat laporanya di Polda Riau dan Kejati Riau, GPBR 2020 juga melayangkan surat laporan ke Bareskrim Mabes Polri dan Jampidsus Kejaksaan Agung.

''Agar informasi dan laporan ini bisa diketahui dan disupervisi oleh pucuk pimpinan kedua institusi hukum kita tersebut,'' tutup Pagar.

Diberitakan sebelumnya, mahasiswa dan pemuda yang tergabung dalam Gerakan Pilkada Berintegritas Riau 2020, datangi Kantor Bawaslu Provinsi Riau, Jalan Adisucipto, Pekanbaru, Senin (16/11/2020).

Pantauan GoRiau di lapangan, tampak sejumlah pemuda membawa sejumlah spanduk, tuntutan agar Bawaslu Riau menindaklanjuti, temuan penggunaan ijazah palsu yang terjadi pada dua paslon kepala daerah di Kabupaten Rokan Hilir.

Selain itu, tampak para pemuda itu tetap mematuhi protokol kesehatan yakni menggunakan masker dan menjaga jarak. Oleh sebab itu, jumlah peserta aksi damai ini dibatasi hanya 20 orang.

"Ini adalah gerakan moral dan protokol kesehatan kami terapkan di tengah pandemi Covid saat ini. Cukup hanya 20 peserta tetapi yang utama adalah pesan dari aksi damai ini tersampaikan ke publik dan juga ke penyelenggara pilkada di Riau," ujar korlap Pagar, saat berorasi di depan kantor Bawaslu Riau.

Pagar menyampaikan, gerakan moral dari kalangan mahasiswa dan pemuda ini, sebagai bentuk pengawalan atas pelaksanaan Pilkada serentak di Riau yang berlangsung di 9 kabupaten/ kota pada 9 Desember mendatang. Dalam aksi perdananya ini, Gerakan Pilkada Berintegritas mengangkat isu dan temuan yang terjadi pada Pilkada di Kabupaten Rokan Hilir, Riau.

"Pilkada berintegritas hanya bisa dicapai dengan syarat penyelenggara Pilkada yang berintegritas dan juga peserta (paslon) pilkada yang berintegritas. Jadi penting untuk menelusuri rekam jejaknya," ujar Pagar.

Ia menyatakan, tahap awal pihaknya mengemukakan tentang sejumlah indikasi dan temuan awal yang diperoleh dari pelaksanaan Pilkada di Rokan Hilir. Gerakan ini akan terus menggelinding ke 8 daerah kabupaten/kota di Riau lainnya yang menggelar pilkada serentak tahun ini.

Adapun indikasi temuan yang diperoleh oleh pihaknya yakni terkait adanya kecurigaan terhadap penggunaan ijazah pendidikan dari dua peserta Pilkada, yakni terhadap calon Bupati Rokan Hilir, Asri Auzar dan calon Bupati Rokan Hilir, Afrizal.

Menurutnya, dari hasil penelusuran dokumen dan informasi ada kejanggalan yang memicu kecurigaan yang mana Asri Auzar tidak menggunakan ijazah akademik S1 (SH) dan gelar akademik S2 (M.Si) miliknya.

Dari data yang mereka miliki, pada saat pendaftaran awal, Asri menyertakan kedua ijazah tersebut. Kedua ijazah tersebut (S1 dan S2) juga dipakai saat mencalonkan diri dalam Pemilu legislatif DPRD Riau pada tahun 2019 dan Asri terpilih sebagai anggota DPRD Riau.

Namun, kata Pagar saat penetapan calon Bupati dan Wakil Bupati, KPU Rokan Hilir tidak mencantumkan ijazah S1 dan S2 milik Asri tersebut. Pihaknya menduga terjadi penarikan dokumen ijazah pada proses perbaikan berkas administrasi calon kepala daerah sebelum calon ditetapkan.

Hal ini bisa dilihat dari Keputusan KPU Rokan Hilir nomor: 178/PL.02.3-Kpt/1407/KPU-Kab/IX/2020 tentang Penetapan Pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Rikan Hilir, dimana KPU Rohil yang hanya menetapkan nama H. Asri Auzar, tanpa disertai gelar S1 dan S2.

"Ini menimbulkan pertanyaan publik sekaligus kecurigaan publik. Sehingga kami berharap pihak terkait dan aparat hukum menelusuri soal ijazah ini. Bagi kami, integritas calon kepala daerah amat penting,” tegas Pagar usai aksi tersebut.

Temuan selanjutnya, kata Pagar yakni pada ijazah pendidikan yang dipakai oleh calon bupati Afrizal. Dari hasil penelusuran ada kejanggalan yang serius pada penggunaan ijazah Paket C yang dipakai oleh Afrizal pada saat ia mencalonkan diri dan terpilih sebagai anggota DPRD Rokan Hilir periode 2014-2019 lalu.

Diketahui, proses pendaftaran sebagai caleg saat itu dilakukan pada tahun 2013. Dari penelurusan yang dilakukan, Afrizal diduga baru memiliki ijazah Paket C yang diterbitkan pada 20 September 2014 yang diterbitkan oleh Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru. Pagar mengistilahkan, buah mentah yang belum masak, lalu dipaksakan untuk masak menggunakan karbit, atau karbitan.

"Menjadi pertanyaan kami, ijazah apa yang dipakai oleh Afrizal saat mendaftar caleg pada tahun 2013 tersebut? Sementara ijazah Paket C Afrizal diduga baru terbit pada 20 September 2014, jauh setelah proses pendaftaran caleg selesai. Ini kan aneh,,” kata Pagar.

Ia juga mempertanyakan KPU Rokan Hilir pada tahun 2013 yang meloloskan Afrizal sebagai caleg saat itu. Pada pemilu 2014, Ketua KPU Rokan Hilir dijabat oleh Azhar Syakban alias Wak Atan. Azhar Syakban alias Wak Atan adalah ayah kandung dari Sulaiman yang merupakan calon Wakil Bupati Rokan Hilir mendampingi Afrizal sebagai calon Bupati Rokan HIlir pada pilkada Rohil 2020 tahun ini.

Kami tidak menuduh dan menjustifikasi temuan soal ijazah kedua calon bupati tersebut. Kami hanya meminta agar aparat dan otoritas terkait melakukan penelusuran dan proses lebih lanjut. Karena memang diduga ada kejanggalan yang serius dan perlu diklarifikasi," kata Pagar.

Pagar juga mempertanyakan soal dana beasiswa mahasiswa Rokan Hilir yang sempat diprotes dan didemo oleh mahasiswa beberapa hari lalu. Tudingan mahasiswa yang menyebut adanya penyimpangan dan double penerimaan dana beasiswa oleh sejumlah mahasiswa tertentu semestinya didalami oleh aparat terkait.

"Dalam hal ini patut pula ditelusuri apakah ini terkait dengan pasangan inkumben. Dan harus dibuktikan apakah ada unsur kerugian negara dari tuduhan penyimpangan yang dilayangkan oleh para mahasiswa tersebut,” kata Pagar.

Pihaknya juga menyerukan kepada penyelenggara Pilkada di Rohil yakni Bawaslu dan KPU Rohil untuk memastikan bisa bekerja secara adil dan netral. Soalnya, tanpa independensi dan netralitas penyelenggara pilkada di Rohil, maka kompetisi tidak berlangsung secara fair.

"Kami minta adanya supervisi dan pemantauan khusus terhadap penyelenggara pilkada di Rohil. Ini untuk memastikan soal isu-isu yang beredar soal netralitas penyelenggara. Kami berharap Bawaslu Riau serius melakukan supervisi," tegas Pagar.

Pagar menyatakan aksi damai akan dilanjutkan dengan mendatangi Polda Riau dan Kejaksaan Tinggi Riau untuk menyampaikan informasi dan indikasi temuan pihaknya yang menyangkut dugaan adanya tindak pidana umum maupun tindak pidana khusus.

"Aksi ini akan kami lanjutkan sebelum minggu tenang pada 6 Desember mendatang. Kami akan mengawal temuan ini dan berharap pihak dan aparat terkait menindaklanjutinya," pungkas Pagar.

Terpisah Ketua Bawaslu Riau, Rusidi Rusdan, menyambut aspirasi para pemuda dan mahasiswa itu, dan pihaknya akan melakukan pendalaman terlebih dahulu terkait temuan yang disampaikan oleh para pemuda dan mahasiswa.

"Ini adalah kegiatan yang dilindungi oleh undang-undang, kami mengucapkan terimakasih kepada siapapun yang datang menyampaikan aspirasi kepada Bawaslu Riau. Dengan aspirasi ini, sudah saya terima, dan akan diberikan tanda terima. Ini akan kita pelajari dulu, dan telusuri informasi yang diberikan oleh masyarakat kepada kita," ujar Rusidi. ***