PEKANBARU, GORIAU.COM - Eyes On The Forest merilis laporan yang menyebutkan, meskipun sudah berbisnis, selama 17 tahun dan memiliki akses kepada konsesi-konsesi pemasok kayu pulp sekitar 940 ribu hektar atau 10 persen daratan Riau, Asia Pacific Resources International Limited (APRIL) tetap mengandalkan penebangan hutan alam hingga akhir tahun ini. Setidaknya, 140 ribu hektar hutan alam hilang di semua konsesi penyuplai APRIL antara 2008-2009, dan 27 persen dari total kehilangan hutan antara 2008/2009 dan 2011.

Pada Laporan berjudul APRIL: penghancur hutan terbesar di Riau di tengah legalitas dipertanyakan, konflik sosial dan pemanasan global ini memperlihatkan, komitmen publik APRIL untuk lestari dan menerapkan operasi bebas serat alam setelah 2009 hanyalah omongan green-washing. Dengan tujuan memenangi hati para pelanggan yang telah meninggalkan perusahaan karena catatan kelestarian buruk.

Hariansyah Usman, Direktur Eksekutif Walhi Riau mengatakan, apapun, pernyataan soal kelestarian lingkungan yang dibuat APRIL saat ini haruslah dilihat dengan skeptis yang mungkin sangat tinggi dan seharusnya tidak dianggap face value.

Dia mengungkapkan, pasokan kayu perusahaan yang mulai produksi pulp secara komersial 1995 ini terlibat praktik-praktik dengan legalitas yang dipertanyakan. APRIL diketahui menghancurkan kayu hutan alam dari konsesi-konsesi dengan izin lewat praktik korupsi. Sepuluh dari 12 pemasok kayu APRIL di kawasan utama pasokan kayu perusahaan, yakni Semenanjung Kampar dengan gambut dalam, memperoleh izin-izin dari bupati Siak dan Bupati Pelalawan.

Keduanya, didakwa dalam kasus korupsi karena mengeluarkan izin-izin. Saat ini dipenjara. Para pemasok APRIL juga menerima izin penebangan tahunan dari tiga Kepala Dinas Kehutanan Riau yang akhirnya dihukum penjara akibat korupsi oleh pengadilan tindak pidana korupsi.

“APRIL sudah dikenal menghancurkan kayu hutan hujan di konsesi-konsesi yang memiliki izin melalui praktik korupsi dan mengabaikan kawasan dalam peraturan rencana tata ruang wilayah nasional,” katanya dalam pernyataan kepada media.

Menurut Harianyah, gugatan hukum triliunan rupiah sedang dipersiapkan Kementerian Lingkungan Hidup terhadap sejumlah pemasok APRIL karena mengakibatkan kerusakan lingkungan. “Kami tentu saja siap mendukung proses hukum dengan memberikan data-data.”

Laporan terbaru EoF ini membantah citra hijau yang diukir dan dibangun APRIL secara halus dengan kesan operasi lestari maupun perlindungan terhadap nilai-nilai konservasi tinggi. “Hingga kini, model bisnis justru bergantung pada penghancuran hutan yang memiliki nilai-nilai itu,” kata Aditya Bayunanda, WWF Indonesia.

Tak hanya itu, diperparah fakta bahwa ada 69 persen kawasan pasokan kayu pulp berada pada hutan gambut yang dibuka kanalnya untuk perkebunan. “Ini mengemisi sejumlah besar CO2 dan gas rumah kaca ke dalam atmosfir. Hal ini langsung bertentangan dengan komitmen mendunia Presiden SBY bagi pengurangan emisi gas rumah kaca yang signifikan.”

Untuk itu, kolaisi EoF mendesak para pembeli global maupun investor menghindari dikaitkan dengan penghancuran hutan tropis dan gambut oleh APRIL. “Juga perusahaan bisnis terkait APRIL, dan tidak membiarkan diri mereka terjebak kampanye green-washing perusahaan itu,” ujar Muslim Rasyid, koordinator Jikalahari.

Koalisi ini mengharapkan, ada perlawanan kuat dan terus menerus dari masyarakat yang marah terhadap kegiatan perusakan hutan alam oleh perusahaan. Perusakan hutan ini, menyebabkan, kehilangan penguasaan atas hutan yang dimiliki secara tradisional dan kerusakan lingkungan yang berdampak kepada masyarakat di dunia secara umum. (mbc)