KABUPATEN Siak go internasional lewat keberhasilannya mengurangi deforestasi dengan tagline "Siak Kabupaten Hijau". Indonesia di mata dunia selama ini tersorot sebagai negara dengan tingkat deforestasi memprihatinkan.

Sejak 2 tahun belakangan, Indonesia di mata dunia internasional dinilai berhasil lewat berbagai program kegiatan di antaranya konservasi dan restorasi lahan gambut, penanganan dan pencegahan kebakaran hutan dan lahan, pengembangan ekowisata, pemberdayaan masyarakat dan pemanfaatan varietas bernilai ekonomi ramah gambut di Tanah Objek Reforma Agraria (TORA). 

Kabupaten Siak dengan program Siak Hijau tersebut menjadi representasi bagi Indonesia menyelesaikan persoalan tersebut.

Bupati Siak Alfedri pun didapuk menjadi pembicara di forum internasional mewakili negara-negara tropis di Asia Tenggara dalam Forum Hutan Tropis atau Tropical Forest Alliance (TFA) yang diselenggarakan di Bogota, Kolombia, 7 Mei 2019 kemarin. 

Bagaimana Siak Kabupaten Hijau diwujudkan, berikut wawancara sejumlah wartawan dengan Alfedri, Kamis (30/5/2019) di Zamrud Room, kediaman bupati Siak, Siak Sri Indrapura.

1. Siak go internasional saat Bapak hadir di Kolombia, tanggapannya?

Selama ini negara kita disorot dunia karena deforestasi. Dimintanya saya sebagai pembicara di TFA ini termasuk memberi muka Indonesia, kita mewakili Asia Tenggara, karena sejak 2 tahun terakhir deforestasi turun drastis. Kenapa ini turun? Ini yang menjadi menarik, sesuai dengan konsep Siak Kabupaten Hijau. 

Kita termasuk terbaik dalam penanganan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla), baik dari pemadam kebakarannya, peralatan, hingga pelibatan masyarakat dan stakeholeder.  

Pengurangan deforestasi ini berhasil bersama program Siak Kabupaten Hijau. Hal tersebut bisa terwujud karena komitmen kami untuk tidak memberikan lagi lahan kepada perusahaan atau tidak memberkan izin konservasi lahan gambut ke sawit. Kayu alam juga tidak boleh dikonservasi. Ini berangkat dari MoU dengan gubernur, kementrian dan KPK beberapa waktu lalu. 

Contohnya, kami tidak bisa lagi memberikan IUP kepada PT MEG sehingga seluruh lahannya kita usulkan menjadi TORA.  Di Penyengat Sungai Apit ada perusahaan yang mau konversi lahan sagu ke sawit, kita juga tidak berikan.

TFA itu forum yang dilaksanakan setiap tahun, dalam rangka penyelematan lingkungan. Forum ekonomi dunia (World Ecpnoic Forum) juga menjadikan penyelamatan lingkungan sebagai prasarat bagi seluruh perusahaan atau industri. Apakah perusahaan mempunyai program penyelamatan lingkungan atau tidak? Jika tidak, dunia menolak produksi perusahaan itu. 

2. Apa poin utama yang Anda disampaikan di Forum Hutan Tropis tersebut?

Program besar lingkungan sedang digarap Pemkab Siak. Sebab, 3 persen total luas lahan dunia adalah lahan gambut. Dari 3 persen lahan gambut itu 40 persen menyimpan karbon. Gambut terbanyak itu ada di Riau. Kabupaten Siak di provinsi Riau seluas 8.600 Km2 sebanyak 57 persennya berlahan gambut dan  21 persen merupakan gambut dalam. Ini menyimpan karbon yang bisa menyebablan perubahan iklim (climate change). 

Kondisi itu sangat rawan kebakaran. Selain itu ada 320 ribu Ha lahan sawit di Siak, sebagian besarnya milik masyarakat. Masyarakat juga harus dibantu mendapatkan sertifikat ISPO agar mempunyai standarisasi terhadap komitmen penyelamatan lingkungan. 

Menyadari hal tersebut Pemkab Siak berkomitmen membangun Siak Kabupaten  Hijau. Hal tersebut  diwujudkan dengan menerbitkan regulasi Peraturan Bupati  (Perbub) tentang Siak Hijau, yang memuat pengaturan zonasi tata ruang untuk konservasi, perkebunan, industri dan pemukiman.Peraturan tersebut dipersiapkan menjadi Roadmap Siak Hijau yang akan menjadi payung hukum untuk berbagai kebijakan pembangunan di Kabupaten Siak ke depannya.

3. Seperti apa tanggapan peserta forum lintas negara?

Ya, peserta forum lintas negara sangat tertarik. Setelah saya berbicara mereka meminta ada forum khusus. Forum khusus itu langsung diminta direktur TFA, dia dari Amerika. 

Forum khusus itu untuk membedah konsep Siap Hijau yang kita tawarkan. Mereka ingin mengetahui bagaimana penyelamatan gambut, sehingga pada TFA 2020 nanti di Indonesia, bahkan field tripnya nanti ke Siak. Siak Hijau ini direplikasi oleh multipihak.

Selain itu juga banyak yang tertarik dengan cara kita mengurangi deforestasi, kebakaran hutan dan lahan dan pelibatan masyarakat. 

4. Bisa ceritakan konsep Siak Kabupaten Hijau?

Sebenarnya kita ingin melakukan pencegahan dan mitigasi. Karena itu kita bikin regulasi berupa Perbup nomor 22 tahun 2018 tentang Siak Kabupaten Hijau. Perangkatnya sebenarnya sudah dimulai sejak 2016 lalu pasca-kebakaran hutan dan lahan.

Kabupaten Siak Hijau itu merupakan suatu kebijakan atau peraturan yang menjadi pedoman bagi pemerintahan, swasta, CSO dan masyarakat untuk melaukan pengelolaan lingkungan yang sustainable dalam rangka berkontribusi untuk meningkatkan kesejahteraan dan perubahan iklim.

Tahun ini temanya memang yurisdiksi dan kolaborasi. Siak Hijau ini berbasiskan wilayah administrasi. Kita sudah membuat zonasi, seperti zonasi konservasi, ada taman nasional Zamrud seluas 31ribu Ha,  cagar biosfer Giam Siak Kecil 62 ribu Ha, Tahura 2ribu Ha masuk wilayah Siak, suaka marga satwa 2ribu Ha dan kawasan hutan perkebunan,  pertanian dan industri.  Setiap zonasi perlakuannya berbeda. 

Konsep Siak Kabupaten Hijau ini sudah menjadi suatu hal yang sinkron dengan komitmen NDPE (No Deforestasi, No Peat, dan No Exploitation.  Khususnya pada 4 topik utama yakni, deforestasi, restorasi gambut, dukungan pada pekebun dan Hak Azazi Manusia (HAM).

Dalam inisiatif Siak Hijau, komitmen swasta dan upaya kolaborasinya untuk 4 pilar tersebut akan diutamakan. Caranya adalah dengan memasukannya ke dokumen pembangunan Siak Hijau dan proses pengambilan keputusan multipihak yang melibatkan pemerintah serta masyarakat sipil.

Ini menarik bagi uni eropa. Perdagangan luar negeri juga mempersaratkan itu. Tentu kita dorong semua zonasi tadi untuk melengkapi saratnya agar ikut menjaga lingkungan.

5. Bagaimana dukungan stakeholder yang ada atas program ini?

Ini sebetulnya memberikan pemberdayaan kepada masyarakat adat. Saya rasa, semua mendukung, apalagi terkait penyelamatan lingkungan. Selama ini LAMR,  perusahaan, masyarakat mendukung kita untuk penyelamatan lingkungan. Sebab ini skenario internasional.

Lebih jelas, dukungan itu telah diberikan NGO (Non Governmnet Organization)  yang tergabung dalam koalisi ‘Sedagho Siak’. Koalisi ini komit memberikan segala bentuk dukungan teknis yang dibutuhkan. 

Kemudian, ada 7 perusahaan yang difasilitasi oleh Center of Reform on Economics (CORE) yang sudah menyatakan ketertarikannya kepada program Siak Hijau. Perusahaan itu adalah PT Musim Mas,  PT Cargil, PT Neste, PT GAR, PT Pepsico, Unilever dan Danone.

Kampus -kampus juga mendukung program Siak Kabupaten Hijau ini. Tinggal lagi kita terus mewujudkan komitmen ini, saya kira tidak ada yang tidak merespon secara baik demi masa depan lingkungan kita. 

6. Ada rencana mengundang delegasi yang hadir di Kolombia datang ke Siak?

Tak payah lagi kita mengundangnya. Begitu mereka tertarik dengan program kita, pada TFA 2020 mereka menetapkan Siak menjadi area yang dikunjungi. Mengenai TFA 2020 ini saya sudah bicara ke Gubernur Riau Pak Syamsuar,  bagaimana kalau kegiatan dilaksanakan di Pekanbaru,  supaya delegasi negara -negara itu tidak jauh untuk datang ke Siak. Ini juga sudah saya sampaikan ke BRG. Tapi yang jelas baik di Jakarta maupun di Pekanbaru TFA 2020,  Siak sudah masuk ke dalam agendanya.

7. Apa yang Bapak bicarakan saat berjumpa dengan Presiden Kolombia Ivan Duque Marquez?

Oh ya, itu saya dalam rangka mempromksikan budaya kita ke Presiden Ivan Duque Marquez. Saya memberikan tanjak Siak kepada beliau, dan saya mengatakan beliau lebih ganteng jika memakai tanjak Siak ini.  Suasana pun jadi cair dan beliau sangat senang.

Saya juga menceritakan tentang potensi dan kebudayaan Siak. Beliau sangat memuji Tanjak tersebut dan suka dengan kebudayaan serta komitmen masyarakat Sian dalam menyelamatkan lingkungan. 

Itu momen spesial bagi saya, karena yang presentasi kebanyakan gubernur. Saya saja yang bupati di forum itu. ***